Oleh Ali Topan DS
Sistem Pengamanan data dan
informasi yang menjadi rahasia negara Indonesia perlu mendapat proteksi lebih. Pasalnya,
terendus kabar bahwa Amerika Serikat dan Australia menyadap satelit Palapa
milik Indonesia. Satelit Palapa merupakan penyedia layanan telepon seluler dan
komunikasi radio dibeberapa negara Asia Pasifik seperti: Indonesia, Filipina,
Thailan, Brunei Darusalam, Malaysia dan Papua Nugini.
Sebuah media berita
Sydney Morning Herald (www.smh.com.au) menyebut bahwa kantor kedutaan besar
Australia di Jakarta menjadi maskas penyadapan aktivitas komunikasi di Indonesia. AS bersama lima negara (5 eyes)
yakni Australia, Inggris, Kanada dan Selandia Baru menggunakan alat spionase
memantau perkembangan negara yang menjadi sasaran sadap. Kegiatan penyadapan oleh
badan keamanan AS (NSA) terkuak oleh pengakuan mantan pegawai NSA, Edward
Snowden. Ia membeberkan dokumen NSA pada sebuah majalah di Jerman, Der Spiegel.
Australia berupaya mengusai sistem informasi beberapa negara untuk kepentingan
AS.
Menurut Prof. Des Ball, seorang peneliti pertahanan dan strategi
di Universitas Nasional Australia, memasuki dan menguasai sistem komunikasi
informasi mutlak dilakukan untuk melakukan peperangan informasi. Jika hal ini dilakukan
pada suatu negara tertentu, maka tujuannya adalah mengusai negara tersebut
melalui sebuah sistem informasi. Ia mengakui pun jika negaranya telah
menggunakan kantor kedutaan yang berada diberbagai negara untuk melakukan
aktivitas spionase. Dengan menempatkan alat-alat untuk mematai-matai
yang super canggih dibeberapa negara, Australia bebas menyadap informasi yang
mereka inginkan.
Terkuaknya aksi
penyadapan yang dilakukan Australia dengan sandi reprieve terhadap
Indonesia menunjukkan lemahnya sistem keamanan informasi yang dimiliki
Indonesia. Sebelumnya, juga beredar kabar bahwa Australia menyadap percakapan
orang nomer satu Indonesia, Presiden SBY. Hal ini mereka lakukan guna menjegal
langkah SBY ambil peran di Dewan Kehormatan PBB. Aksi Australia kini terulang
lagi, bahkan mereka telah menjadikan kantor kedutaan sebagai markas penyadapan.
Tidak hanya Indonesia, melainkan negara Asia Pasifik lainnya.
Melalui
Departemen Pertahan dan Perdagangan, Australia berkilah bahwa hal ini –penyadapan-
adalah untuk menanggulagi masalah teroris dan penjualan manusia. Sebuah sumber
yang tidak mau disebutkan namanya menyebutkan bahwa aksi penyadapan tersebut
adalah untuk bertujuan mengeruk informasi kebijakan strategis politik; hubungan
diplomasi negara; dan informasi penting seputar perkembangan ekonomi. Hal ini
sejalan dengan situasi kekinian Indonesia yang tengah menghadapi pemilu di
tahun 2014. Tentu ada beberapa kebijakan penting dalam pengambilan keputusan
politik serta keadaan ekonomi yang kerap pada posisi inkonsistensi.
Melalui pembacaan di atas, dapat
disimpulkan bahwa: Indonesia harus memperbaiki sistem data dan informasi
rahasia negara; AS dan para sekutunya tengah menggelar operasi penyadapan
diberbagai negara dengan sebutan “5 eyes”; Adanya upaya dari lima negara (AS, Australia, Inggris,
Kanada dan Selandia Baru) untuk mengusai dunia yang menyusup melalui jejaring
informasi.
Presiden SBY perlu mengambil langkah
tegas dan strategis menindak pelanggaran penyadapan ini tanpa mengganggu
aktivitas hubungan bilateral kedua negara, RI-Australia. Pasalnya, penyadapan
ini telah meruntuhkan wibawa dan kebesaran Indonesia. Semangat Polri dibawah Kapolri baru, Jend. Pol. Sutarman, diharap
mampu menyelesaikan tugas mahaberat ini, pengamanan intelejen informasi negara. (Data bersumber
dari Media Indonesia, kompas.com dan sindonews.com pada 31/10/2013).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar