Oleh: Ali Topan
DS
Sejak kejadian kecelakaan maut Abdur Qadir Jailani (AQJ), banyak
pengamat pendidikan menyesalkan kualitas asuh orang tua. Kecelakaan yang
melibatkan putra Ahmad Dhani tersebut menyedot perhatian bagi kebanyakan orang
tua. Setidaknya ada dua hal penting yang perlu mendapat perhatian, pertama, pengawasan
yang lemah orang tua terhadap anak. Kedua, membiarkan anak keliaran malam hari
sehingga ia meninggalkan waktu belajar yang umumnya dilakukan anak sekolah
(siswa-siswi).
Setelah kejadian kecelakaan tersebut, pemprov DKI Jakarta mengambil
inisiatif diberlakukannya Jam Wajib Belajar Malam (JWBM). Menurut Basuki (wakil
Gubernur) penanganan JWBM diurus oleh Gubernur Jokowi. Pihak pemprov berencana
menggunakan alat khusus guna memantau kegiatan belajar malam hari bagi siswa. Sementara,
Jokowi sendiri sempat berkonsultasi dengan beberapa pakar pendidikan dan orang
tua sebelum diberlakukannya JWBM. Ia menolak bahwa JWBM akan diterapkan kerena
kecelakaan AQJ.
JWBM sebenarnya merupakan Peraturan Pemprov DKI Jakarta no 8 tahun
2006 tentang Sistem Pendidikan. Perda tersebut berisi kewajiban bagi orang tua
untuk mendidik anak dan menerapkan jam belajar malam pada pukul 19.00-21.00. Penerapan
perda DKI tentang JWBM belum pernah dilakukan semasa pemerintah sebelumnya. Tentu
saja diharapkan dengan diterapkannya jam belajar, membuat prestasi siswa
meningkat. Hal ini juga mendorong orang tua untuk mendidik anak dengan penuh
tanggung jawab.
Sampai saat ini harus diakui banyak hal yang menjadi keprihatian
melihat kualitas pendidikan. Sederet kasus mencoreng citra pendidikan nasional.
Maraknya tawuran antar siswa sekolah mengindikasikan bahwa Republik ini hendak
menjelma menjadi “Republik anarkis”. Pelaksanaan Ujian Nasional (UN) juga
diwarnai dengan berbagai kecurangan serta kecerobohan Kemdikbud. Sehingga beberapa
wilayah mengalami penundaan waktu ujian. Hal ini kemudian diperparah dengan
dugaan korupsi dalam pelaksanaan UN. Memang, lemahnya sistem pendidikan bukan
hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi juga orang tua sebagai wali
murid.
Setidaknya, pemberlakuan JWBM dapat menjadi pintu masuk
memperbaiki pendidikan yang masih jauh dari harapan. Melalui JWBM, anak-anak
usia belajar dapat diarahkan pada pentingnya pendidikan yang sedang mereka jalani.
Dengan adanya sinergi antara
pemerintah dan orang tua, akan mengarahkan pada pendidikan yang berkualitas.
Melalui pembacaan di atas, dapat disimpulkan bahwa penerapan JWBM
adalah amanat perda DKI Jakarta. Atas amanat tersebut, Jokowi sebagai kepala
pemerintah mengajak seluruh pihak agar turut menyukseskan penerapan JWBM
tersebut. Penerapan JWBM juga merupakan kewajiban orang tua kepada anaknya,
agar senantiasa mendidik dengan penuh
tanggung jawab. Bukan hal utopi jika
pendidikan siswa akan mengalami peningkatan akibat JWBM.
Pemprov harus secara konsisten dan berkala menerapkan JWBM. Seluruh
lapisan masyarakat -baik pemerintah dan orang tua- diharapkan turut memberi
perhatian bagi pendidikan anak (siswa-siswi). Terkait kasus seperti tawuran
antar siswa, aparat keamanan perlu melakukan tindakan tegas. Pada saat yang
sama, guru dan orang tua memberikan pemahaman bahwa tawuran bukan mencerminkan prilaku
yang baik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar