Oleh: Ali Topan DS
Peringatan
Hari Pangan jatuh pada 16 Oktober. Saya mendapat beberapa sms dari beberapa
teman yang berisikan poin harapan terwujudnya kedaulatan pangan. Ada enam
“rukun” kadulatan pangan: tolak segala macam impor pangan; perhatikan dan bantu
petani; kembalikan posisi dan fungsi Bulog sebagai lembaga penjaga kedaulatan
pangan; pemerintah harus membeli –beras jagung dan bahan pangan lainnya- dari
petani, bukan cukong atau pengusaha; harga beli pemerintah terhadap petani
harus wajar dan stabil; serta larangan petani menjual bahan pangan selain
kepada pemerintah.
Semangat
Hari Pangan berimplikasi pada perhatian pemerintah terhadap upaya swasembada
pangan. Saat ini kebutuhan bahan makanan pokok Indonesia dirasa tidak tercukupi
oleh produksi dalam negeri. Karenanya, pemerintah pun mengimpor berbagai bahan
pangan. Hal tersebut menurut pengamat ekonomi adalah kekeliruan pemerintah.
Potensi lahan di Indonesia seharusnya dapat dimaksimalkan guna menunjang ketersediaan
pangan. Sehingga, cita-cita swasembada dapat terealisasi.
Angka
pertumbuhan di Indonesia terbilang cukup tinggi. Hal ini mengakibatkan
banyaknya pembangunan seperti industri lapangan kerja dan perumahan. Lahan
pertanian pada akhirnya mengalami penyempitan. Menteri Koordinator Ekonomi,
Hatta Rajasa mengakui hal tersebut. Keadaan seperti ini perlu mendapat
perhatian serius, karena pertumbuhan manusia harus dibarengi dengan pangan.
Upaya
untuk memperluas lahan pertanian sedang digalakkan pemerintah. Pembebasan hutan
untuk dijadikan lahan pertanian sedang dilakukan di Kalimantan Barat dan
Kalimantan Tengah. Sekitar 307.000 hektar hutan akan dikonversi menjadi lahan
pertanian. Demikian pula di Bogonegoro dan Lamongan, perluasan lahan tani di
daerah tersebut sekitar 30.000 hektar.
Beberapa
waktu lalu, Kemenkertrans Muhaimin Iskandar juga berkomitmen dalam upaya
mewujudkan swasembada pangan. Hal ini ia lakukan dengan mendorong para
transmigran untuk menggarap lahan pertanian di wilayah penempatan. Pembangunan
infrastruktur akan dilakukan guna menunjang terwujudnya kemandirian pangan.
Langkah
pemerintah dalam mengupayakan peningkatan lahan pertanian guna kemandirian
pangan patut diapresiasi. Upaya tersebut perlu didorong agar segera
terealisasi. Imporsasi kebutuhan pangan yang saat ini terus dilakukan harus
segera dihentikan. Pasalnya, hal tersebut menunjukkan lemahnya pemerintah dalam
mengolah hasil bumi nusantara. Imporsasi secara tidak langsung menjatuhkan
produksi pertanian dalam negeri. Pemerintah sepatutnya lepas dari perdagangan
bebas –termasuk pangan- yang saat ini mulai berjalan karena industri lokal
belum mendominasi pasar dalam negeri.
Pemerintah berupaya memperluas lahan pertanian karena
lahan pertanian diakui telah mengalami penyempitan. Melaui perluasan lahan
pertanian, diharapkan produk lokal pertanian dalam memenuhi hajat kebutuhan
rakyat Indonesia. Sehingga Indonesia lepas dari ketergantungan impor bahan
pangan. Perluasan lahan pertanian harus dilakukan secara profesional. Hal-hal
yang berkaitan dengan izin harus dituntaskan. Pasalnya, konflik agraria yang
kerap terjadi bermula dari sengketa lahan. Pemerintah juga dituntut secara
transparan soal progam tersebut. Perencanaan pemerintah yang akan memperluas
lahan tani tampaknya menjadi “angin segar”. Cita-cita ketahanan dan swasembada
pangan hanya akan terwujud dengan memperhatiakan sektor pertanian. Rencana
tersebut jangan berhenti dalam konsep yang terluang dilembaran kertas dan
menumpuk dikantor. Butuh langkah real
time guna suksesi rencana tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar