Kamis, 17 Oktober 2013

Swasembada Pangan Bukan Untuk diatas Kertas

Oleh: Ali Topan DS

Peringatan Hari Pangan jatuh pada 16 Oktober. Saya mendapat beberapa sms dari beberapa teman yang berisikan poin harapan terwujudnya kedaulatan pangan. Ada enam “rukun” kadulatan pangan: tolak segala macam impor pangan; perhatikan dan bantu petani; kembalikan posisi dan fungsi Bulog sebagai lembaga penjaga kedaulatan pangan; pemerintah harus membeli –beras jagung dan bahan pangan lainnya- dari petani, bukan cukong atau pengusaha; harga beli pemerintah terhadap petani harus wajar dan stabil; serta larangan petani menjual bahan pangan selain kepada pemerintah.
Semangat Hari Pangan berimplikasi pada perhatian pemerintah terhadap upaya swasembada pangan. Saat ini kebutuhan bahan makanan pokok Indonesia dirasa tidak tercukupi oleh produksi dalam negeri. Karenanya, pemerintah pun mengimpor berbagai bahan pangan. Hal tersebut menurut pengamat ekonomi adalah kekeliruan pemerintah. Potensi lahan di Indonesia seharusnya dapat dimaksimalkan guna menunjang ketersediaan pangan. Sehingga, cita-cita swasembada dapat terealisasi.
Angka pertumbuhan di Indonesia terbilang cukup tinggi. Hal ini mengakibatkan banyaknya pembangunan seperti industri lapangan kerja dan perumahan. Lahan pertanian pada akhirnya mengalami penyempitan. Menteri Koordinator Ekonomi, Hatta Rajasa mengakui hal tersebut. Keadaan seperti ini perlu mendapat perhatian serius, karena pertumbuhan manusia harus dibarengi dengan pangan.
Upaya untuk memperluas lahan pertanian sedang digalakkan pemerintah. Pembebasan hutan untuk dijadikan lahan pertanian sedang dilakukan di Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah. Sekitar 307.000 hektar hutan akan dikonversi menjadi lahan pertanian. Demikian pula di Bogonegoro dan Lamongan, perluasan lahan tani di daerah tersebut sekitar 30.000 hektar.
Beberapa waktu lalu, Kemenkertrans Muhaimin Iskandar juga berkomitmen dalam upaya mewujudkan swasembada pangan. Hal ini ia lakukan dengan mendorong para transmigran untuk menggarap lahan pertanian di wilayah penempatan. Pembangunan infrastruktur akan dilakukan guna menunjang terwujudnya kemandirian pangan.
Langkah pemerintah dalam mengupayakan peningkatan lahan pertanian guna kemandirian pangan patut diapresiasi. Upaya tersebut perlu didorong agar segera terealisasi. Imporsasi kebutuhan pangan yang saat ini terus dilakukan harus segera dihentikan. Pasalnya, hal tersebut menunjukkan lemahnya pemerintah dalam mengolah hasil bumi nusantara. Imporsasi secara tidak langsung menjatuhkan produksi pertanian dalam negeri. Pemerintah sepatutnya lepas dari perdagangan bebas –termasuk pangan- yang saat ini mulai berjalan karena industri lokal belum mendominasi pasar dalam negeri.
Pemerintah berupaya memperluas lahan pertanian karena lahan pertanian diakui telah mengalami penyempitan. Melaui perluasan lahan pertanian, diharapkan produk lokal pertanian dalam memenuhi hajat kebutuhan rakyat Indonesia. Sehingga Indonesia lepas dari ketergantungan impor bahan pangan. Perluasan lahan pertanian harus dilakukan secara profesional. Hal-hal yang berkaitan dengan izin harus dituntaskan. Pasalnya, konflik agraria yang kerap terjadi bermula dari sengketa lahan. Pemerintah juga dituntut secara transparan soal progam tersebut. Perencanaan pemerintah yang akan memperluas lahan tani tampaknya menjadi “angin segar”. Cita-cita ketahanan dan swasembada pangan hanya akan terwujud dengan memperhatiakan sektor pertanian. Rencana tersebut jangan berhenti dalam konsep yang terluang dilembaran kertas dan menumpuk dikantor. Butuh langkah real time guna suksesi rencana tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar