Kamis, 03 Oktober 2013

Transaksi Hukum (Penangkapan Akil Muhtar Sebuah Contoh Kecil)

Oleh: Ali Topan DS

Hadiahnya sebanding dengan resikonya. Itulah hukum kehidupan demikian ungkapan Robert Antony. KPK tak henti-henti menangkap “penjahat berdasi” negara ini. Paling anyar adalah penangkapan Akil Muhtar, ketua Mahkamah Konstitusi (MK). Kejadian yang sangat memalukan bagi institusi penagak hukum seperti MK. Tentu saja penangkapan ini menambah menjadi catatan buram penegak hukum.

Akil ditangkap tangan oleh penyidik KPK bersama Choirun Nisa (Anggota DPR F-Golkar) dan Kornelis (Seorang Pengusaha). Tidak lama, KPK juga menangkap Bupati Gunung Mas Kalimantan Tengah Hambit Bintih dan seorang swasta berinisial HD di sebuah Hotel. Diduga, mereka melakukan suap kepada Akil berkaitan dengan kasus pilkada Kabupaten Gunung Mas Kalimantan Tengah. Mereka akan menjalani pemeriksaan di KPK. Sebagai barang bukti, KPK menyita uang yang jumlahnya mencapai 2 miliar dalam bentuk dollar Singapura dan Amerika.

Penangkapan Akil sontak menjadi perhatian khalayak ramai. Hal ini dikarenakan jabatan sebagai ketua MK. Beberapa tokoh sempat kaget dengan penangkapan Akil. Mahfud MD mantan ketua MK, ia mengaku terkaget mendengar berita penangkapan Akil. Mantan ketua MK lainnya, Jimly Asshidiqi juga mengungkapkan kekecewaan dan kesedihan atas penangkapan Akil. Ia bahkan menyarankan agar Akil dihukum mati meski tidak ada UU yang mengatur hal itu. Komentar lain juga disampaikan oleh ketua KPK, Abraham Samad yang sepakat dengan Jimly untuk menerapkan hukum mati bagi Akil.

Kecurigaan bahwa aparat penegak hukum dianggap tidak adil terlihat dari berbagai penanganan kasus yang merugikan rakyat miskin, “si lemah”. Catatan mengenai hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas benar terbukti dalam konteks saat ini. Hakim yang sebenarnya bukanlah hakim yang memimpin sidang. Tetapi hakim saat ini adalah uang. Masih lekat dalam ingatan kita, saat aparat penegak hukum memenjarakan seorang nenek karena nyolong biji kopi. Sementara “penjahat berdasi” dengan uang banyak yang ia punyai, masih bisa tawar menawar meringankan hukuman.

Korupsi serta suap terhadap aparat penegak hukum adalah bukti kegagalan hukum itu sendiri. Hal ini kemudian dikuatkan dengan bukti adanya “hukum transaksional”. Pengangkatan hakim ditransaksikan; penyelesaian sengketa pemilu ditransaksikan; penyelesaian sengketa tanah ditransaksikan serta banyak lagi kasus hukum yang penyelesaiannya dengan transaksi. Hukum seakan dapat diperjualbelikan. Siapapun yang terlibat dalam transaksi-transaksi hukum, harus sedia menerima resikonya.

Melalui pembacaan di atas, dapat disimpulkan bahwa penangkapan KPK terhadap ketua MK menjadi catatan potret buram hukum di Indonesia. Kejadian penangkapan Akil telah mengagetkan beberapa tokoh seperti Mahfud MD dan Jimly. Keduanya adalah mantan ketua MK. Mereka memberi komentar, seperti disampaikan Jimly yang mengusulkan hukum mati Akil.

MK perlu mengambil keputusan dengan menetapkan status terkait penangkapan Akil. Hukum tegas dan seberat-beratnya jika Akil terlibat kasus suap tersebut. Perlu meninjau kembali kualitas hakim-hakim yang duduk dilembaga tinggi negara secara khusus dan lembaga hukum lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar