Rabu, 06 November 2013

Polisi, Sudahkah Bermitra dengan Masyarakat?

Oleh: Ali Topan DS

Pada 27/10/2013 diberitakan bahwa seorang anggota Brimob M. Syarif Mappa tewas ditangan seorang kenek metromini (bernama Akim) di Pasar Minggu. Keduaanya terlibat pertengkaran hingga akhirnya Akim menusukkan pisau ke bagian dada Syarif. Tidak berselang lama, pada 5/11/2013, seorang anggota Brimob, Briptu Wawan melakukan penembakan terhadap satpam bernama Baharuddin yang sedang berjaga di Ruko Seribu Cengkareng. Penembakan dilakukan karena alasan yang sangat sepele, yakni, lantara Baharuddin tidak hormat saat Wawan melintas depan ruko. Wawan pun marah dan menembaknya seketika.
Rentetan kejadian di atas mengisyaratkan bahwa posisi polisi sebagai mitra masyarakat dalam melakukan pengamanan jauh dari harapan. Polisi menjelma menjadi sesuatu yang ditakuti sekaligus dibenci. Kebencian masyarakat terhadap polisi dapat terjadi karena ada oknum polisi yang berbuat secara despotik terhadap masyarakat.
Kasus terakhir, penembakan satpam Baharuddin, juga menunjukkan lemahnya kerja antara aparat keamanan, yakni satuan pengamanan (satpam) dan polisi. Terkuaknya kasus ini akhirnya membuka “borok” oknum polisi yang kerap mabuk dan minta jatah uang pada satpam di kawasan ruko tersebut. Ini namanya polisi preman, polisi yang jauh dari tanggung jawab. Jika demikian, ini sama halnya dengan oknum preman yang minta jatah uang keamanan dia beberapa titik pusat perdanganan yang ada di Jakarta misalnya.
Beberapa politisi angkat bicara terkait penambakan ini. Pasek, anggota Komisi III yang merupakan mitra Polri menyayangkan kejadian ini. Ia menyarankan agar ada pengawasan atasan saat anggotanya bertugas. Marzuki Ali, Ketua DPR juga menyarankan perlu ada tes kejiwaan secara berkala bagi polisi sebelum diberi senjata. Menurutnya, polisi yang diberi senjata harus amanah dan tidak melakukan penyalagunaan. Sedangkan menurut Kapolres Metro Jakarta Barat, Wawan bisa dijerat 15 tahun penjara karena Pasal 338 subsider Pasal 351 Ayat 3 KUHP.
Berkaca dari dua kejadian di atas, perlu segera memperbaiki citra polisi. Polisi jangan lagi menjelma menjadi sesuatu yang menakutkan dan dibenci. Sebagai institusi penegak hukum, ia harus menunjukkan wibawa ketegasan, bukan keberingasan.

Melalui pembacaan di atas, dapat disimpulkan bahwa: Kejadian penembakan oleh Bribtu Wawan terhadap Satpam Baharuddin merupakan hal yang memalukan institusi polisi. Terlebih hal ini didasarkan atas sesuatu yang sepele. Polisi harus memperbaiki citra, bahwa ia adalah mitra masyarakat, bukan musuh bersama bagi masyarakat. Agar dilakukan pengawasan oleh atasan bagi polisi yang sedang bertugas; Polisi harus menindak tegas Briptu Wawan sebagai akibat dari ulah perbuatannya; Usut tuntas oknum polisi yang mempunyai “wilayah kekuasan” sebagai lahan penghasilan sampingan. Karena hal ini dapat memicu tindakan premanisme polisi. (Sumber data informasi: kompas.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar