Oleh: Ali Topan DS
Menjelang akhir kepemimpinan SBY, ia banyak dinilai banyak tidak
menepati janjinya. Salah satunya adalah janji untuk perluasan lahan pertanian.
Seperti diketahui, saat ini pemerintah sedang mengupayakan swasembada pangan di
2014. Hal ini dimaksudkan agar kebutuhan pokok pangan dalam negeri terpenuhi.
Tentu saja yang paling utama adalah terhindar dari importasi bahan pangan.
Namun diakui, kendala swasembada adalah menyempitnya lahan pertanian.
Pakar pertanian IPB, Prof Dwi Andreas Santosa menyampaikan janji SBY
yang tidak ia penuhi terkait sektor pertanian. SBY sebelumnya berjanji akan
meningkatkan lahan pertanian dari dari 7,9 juta hektar menjadi 15 juta hektar.
Alih-alih meningkat, justru lahan pertanian mengalami penyempitan dari 7,9
menjadi 7,3. Menurut Dwi, pemerintah selalu mengimpor bahan pangan sebagai
solusi atas kebuntuan ketersediaan pangan. Padahal, ketergantungan ini sangat
merugikan para petani. Masih banyak lahan pertanian yang dapat digarap sehingga
memberi sumbangan atas keterbatasan ketersediaan pangan. Persoalan mendasar
terletak pada banyaknya lahan pertanian yang dikonversi menjadi lahan non tani.
Wilayah Karawang yang dianggap sebagi lumbung padi tak luput dari
penyempitan lahan tani. Data Pemda Karawang menyatakan bahwa pada tahun 1989-2007
terjadi penyusutan lahan tani seluas 135,6 hektar pertahun. Rencana pembangunan
pelabuhan di Cilamaya guna menopang pelabuhan Tanjung Priuk juga menjadi ancama
tersendiri bagi pertanian Karawang.
Tidak ingin disalahkan, jubir presiden bidang ekonomi dan
pembangunan, Rizal Halim, membantah jika SBY dianggap tidak perhatian terhadap
pertanian. Saat ini SBY sebetulnya berkomitmen meningkatkan sektor pertanian
dengan membuat regulasi. Tetapi banyak masyarakat sendiri yang melanggarnya.
Harus diakui bahwa persoalan perluasan lahan tani bukanlah urusan mudah.
Terlebih jika perluasan lahan tersebut dilakukan di luar pulau Jawa. Banyak
tantangan dan hambatan untuk melakukannya. Seperti hal nya pembebasan tanah
yang dianggap warisan leluhur.
Sementara itu, disaat kesulitan upaya swasembada pangan melanda Indonesia, Australia ingin menawarkan
kerjasama untuk mewujudkan ketahanan pangan. Kedubes RI untuk Australia
menyatakan akan ada beberapa perusahaan swasta yang berinvestasi di sana guna
mendukung ketersediaan pangan.
Melalui pembacaan di atas, dapat disimpulkan bahwa: Lahan
pertanian mengalami penyempitan. Tentu saja
ini merupakan “dosa” atas ingkar janjinya SBY. Hal ini dapat
dibuktikan kurangnya perhatian pemerintah serta kebijakan impor pangan yang
dilakukan. Jika penyempitan lahan tani terus dibiarkan bertambah, maka
swasembada pangan yang dicita-citakan tidak akan terwujud. Pemerintah SBY
diakhir masa kepemimpinannya perlu segera mewujudnya perluasan lahan pertanian
sebagai janjinya. Hal ini tentu saja selain mendorong ketahan pangan, juga akan
berimplikasi baik bagi para petani. Tawaran dari Australia perlu dicermati,
karena bisa saja akan berdampak buruk bagi Indonesia. Misalnya, ada kepentingan
tertentu yang mencari keuntungan. Selain itu, dapat pula tawaran Australia
hanya sekedar “pemanis” untuk mengobati sakit hati Indonesia pasca isu
penyadapan SBY yang mereka lakukan. (Data dan fakta bersumber dari Kompas.com).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar