Oleh Ali Topan DS
Beberapa pengamat politik seperti Haryadi dan Ari
Dwipayana melihat potensi perpecahan bisa saja terjadi di tubuh partai Golkar. Hal
ini mengingat banyaknya faksi di internal partai tersebut. Sejak deklarasi Ical
sebagai presiden dari Golkar, berbagai masalah muncul, terlebih masalah
tersebut mengarah kepada evaluasi pencapresan Ical.
Selama ini media memang memberitakan bahwa kampanye Ical
dilakukan sangat masif. Bahkan lembaga survei menyebut Ical yang paling poluler
sebagai capres dan gemar beriklan di televisi. Akan tetapi, elektabilitas nya
tidak sebanding dengan popularitas. Hal ini membuat tokoh centre Golkar seperti Akbar Tanjung melontarkan kritik dan
mewacanakan evaluasi pencapresan. “Evaluasi pencapresan” tidak dijelaskan
secara gambang oleh Akbar sebagai upaya pengantian Ical sebagai capres Golkar. Namun
publik dapat menilai bahwa ada upaya yang tersusun sistematis yang mengarah
pada penggantian Ical.
Dalam politik ada istilah yang disebut “Kritik Oposisi”. Pada
titik ini, oposisi ditempatkan sebagai advocate.
Perlu dicermati, kritik yang dilontarkan oposisi meski bersifat konstruktif,
tetapi dapat membayahakan posisi/kursi penguasa. Hal yang membahayakan itu
sampai pada titik penggeseran posisi penguasa atau kerap di sebut kudeta. Untuk
penghindari hal tersebut, maka diperluakan pembagian kekuasaan (power sharing)
serta mengelolah persaingan dengan baik. Hal ini sepertinya sedang terjadi di
internal partai. Ada barisan oposisi yang tidak mendapat pembagian kekuasaan.
Sebagai partai yang pernah berkuasa puluhan tahun, Golkar
punya segudang pengalaman yang dapat dibuktikan secara empirik. Disisi lain,
pengalaman sejarah panjang Golkar ini turut mencatat adanya kelompok “gerbong
politik” di dalamnya. Bahkan, jika ada kader Golkar yang kepentingannya tidak
terakomodir, mereka lebih memilih keluar dan mendirikan partai politik. sebut
saja Prabowo dengan Gerindra-nya, Wiranto dengan Hanuranya serta yang terbaru
Surya Paloh dengan Nasdemnya. Fakta ini kemudian mengantarkan pemahaman kepada
kita bahwa ada kelompok kecil elit Golkar yang memiliki “kekuasaan Otonom” dan
punya pengaruh besar.
Melalui pembacaan fakta di atas, bahwa saat ini para ada elit
Golkar yang berjuang untuk mendapat cita-cita dari kepentingannya. Kepentingan itu
bermacam-macam, bisa materil atau non materil. Dalam hal ini, kepentingan menonjol
yang penulis lihat dari elit Golkar adalah kepentingan menduduki posisi
penguasa. Selain itu bisa jadi pengambil alih ketetapan pencapresan yang saat
ini menjadi hak milik Ical. Wajar saja bila hal ini terjadi, mengingat grafik
elektabilitas Ical bergerak lamban, tidak sebanding dengan partai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar