Rabu, 18 September 2013

Membaca Kepentingan Faksi dan Potensi Konflik di Golkar

Oleh Ali Topan DS

Beberapa pengamat politik seperti Haryadi dan Ari Dwipayana melihat potensi perpecahan bisa saja terjadi di tubuh partai Golkar. Hal ini mengingat banyaknya faksi di internal partai tersebut. Sejak deklarasi Ical sebagai presiden dari Golkar, berbagai masalah muncul, terlebih masalah tersebut mengarah kepada evaluasi pencapresan Ical.

Selama ini media memang memberitakan bahwa kampanye Ical dilakukan sangat masif. Bahkan lembaga survei menyebut Ical yang paling poluler sebagai capres dan gemar beriklan di televisi. Akan tetapi, elektabilitas nya tidak sebanding dengan popularitas. Hal ini membuat tokoh centre Golkar seperti Akbar Tanjung melontarkan kritik dan mewacanakan evaluasi pencapresan. “Evaluasi pencapresan” tidak dijelaskan secara gambang oleh Akbar sebagai upaya pengantian Ical sebagai capres Golkar. Namun publik dapat menilai bahwa ada upaya yang tersusun sistematis yang mengarah pada penggantian Ical.

Dalam politik ada istilah yang disebut “Kritik Oposisi”. Pada titik ini, oposisi ditempatkan sebagai advocate. Perlu dicermati, kritik yang dilontarkan oposisi meski bersifat konstruktif, tetapi dapat membayahakan posisi/kursi penguasa. Hal yang membahayakan itu sampai pada titik penggeseran posisi penguasa atau kerap di sebut kudeta. Untuk penghindari hal tersebut, maka diperluakan pembagian kekuasaan (power sharing) serta mengelolah persaingan dengan baik. Hal ini sepertinya sedang terjadi di internal partai. Ada barisan oposisi yang tidak mendapat pembagian kekuasaan.

Sebagai partai yang pernah berkuasa puluhan tahun, Golkar punya segudang pengalaman yang dapat dibuktikan secara empirik. Disisi lain, pengalaman sejarah panjang Golkar ini turut mencatat adanya kelompok “gerbong politik” di dalamnya. Bahkan, jika ada kader Golkar yang kepentingannya tidak terakomodir, mereka lebih memilih keluar dan mendirikan partai politik. sebut saja Prabowo dengan Gerindra-nya, Wiranto dengan Hanuranya serta yang terbaru Surya Paloh dengan Nasdemnya. Fakta ini kemudian mengantarkan pemahaman kepada kita bahwa ada kelompok kecil elit Golkar yang memiliki “kekuasaan Otonom” dan punya pengaruh besar.

Melalui pembacaan fakta di atas, bahwa saat ini para ada elit Golkar yang berjuang untuk mendapat cita-cita dari kepentingannya. Kepentingan itu bermacam-macam, bisa materil atau non materil. Dalam hal ini, kepentingan menonjol yang penulis lihat dari elit Golkar adalah kepentingan menduduki posisi penguasa. Selain itu bisa jadi pengambil alih ketetapan pencapresan yang saat ini menjadi hak milik Ical. Wajar saja bila hal ini terjadi, mengingat grafik elektabilitas Ical bergerak lamban, tidak sebanding dengan partai.

Perlu ada tindakan previntif untuk mencegah upaya yang merusak soliditas partai. Upaya itu dapat diterjemahkan dengan mendudukan pokok masalah. Jika problem utama adalah elektabilitas, perlu ada evaluasi terkait efektivitas kampanye Ical. Sekali lagi bukan pencapresan Ical. Karena siapapun dia yang mendorong lahirnya capres baru, tidak menjamin elektabilitasnya lebih baik dari Ical, atau bahkan kandidat diatasnya seperti Prabowo. Selanjutnya jika problem nya adalah kepentingan, yang maka perlu dilakukan adalah menginventarisir kepentingan itu dan mewujudkannya. Tentu dengan melihat skala prioritas untuk mendahulukan. Ada upaya untuk dilakukannya pengakomodiran kepentingan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar