Oleh: Ali Topan DS
Pada sebuah kuliah umum di
Universitas Diponegoro Semarang (24/9/2013), Amin Rais (Ketua Dewan
Pertimbangan PAN) menghimbau agar rakyat tidak memilih Jokowi. Ia menyamakan
Jokowi dengan sosok mantan Presiden Filipina, Joseph Estrada. Estrada dipilih
rakyat hanya karena popularitasnya. Ia dikenal tukang maduk dan hanya memimpin
Filipina selama beberapa bulan, sebelum akhirnya dikudeta.
Pernyataan Amin sontak
mendapat tanggapan dari beberapa politisi PDI-P. Eva K. Sudanri (politisi
PDI-D) menilai kebencian Amin terhadap Jokowi menunjukkan sikap tidak sebagai
seorang negarawan. Kebencian Amin seperti menutup matanya sendiri atas apa yang
dilakukan Jokowi untuk kebaikan Jakarta. Eva menilai pernyataan Amin sama hal nya
seperti saat ia menjegal langkah Megawati pada pencalonan Presiden 1999 lalu.
Padahal, saat itu, PDIP sebagai pemenang pemilu. Eva juga membalas pernyataan
Amin dengan ajakan untuk mendoakan Amin agar tidak sakit dan tidak mudah
emosional.
Politisi PDIP lainnya juga
tidak tinggal diam. Hasto Kristianto, Wakil Sekjend PDI-P menilai pernyataan
Amin tidaklah tepat. Ia menilai pandangan Amin sangat sempit untuk menentukan
presiden. Menurut Hasto, Amin salah menilai jika urusan capres adalah urusan
Jokowi. Karena persoalan capres bukan urusan Jokowi secara individu, tetapi
merupakan urusan partai secara utuh. Erico Satorduga, Politisi PDIP lainnya
juga mempersilahkan Amin agar mengurusi kadernya dan menyiapkannya sebagai
calon pemimpin. Bukan mencela kader partai lain.
Sementara itu, seorang
politisi PAN justru melakukan pembelaan atas pernyataan Amin. Drajad Wibowo
(Wakil Ketua Umum PAN) membenarkan penyataan Amin, karena itu merupakan edukasi
politik. Rakyat harus tahu bahwa memilih pemimpin tidak boleh hanya sekedar
popularitas. Tetapi yang memiliki visi, misi dan integritas.
Pernyataan negatif dan
kritik Amin terhadap Jokowi bisa jadi menjadi bagian dari dinamika politik
menjelang pilres 2014. Sebagaimana diketahui sebelumnya, Jokowi selalu berada
diurutan teratas hasil survei elektabilitas capres. Pernyataan Amin semakin
menjelaskan bahwa ada upaya untuk “menjegal” Jokowi jika ia berniat maju dalam
pilres. Jika dicermati dengan rentetan pernyataan Amin sebelumnya, bahwa Amin
pernah mempunyai keinginan menduetkan Hatta Rajasa dengan Jokowi di pilpres
mendatang. Akan tetapi hal tersebut tidak mendapat respon dari Jokowi maupun
PDIP.
Pernyataan “celaan” Amin
baru-baru ini tentang Jokowi bisa diartikan bentuk kekesalannya lantaran ia
tidak mendapat tanggapan saat mengulirkan wacana duet Hatta-Jokowi. Tidak tepat
bagi Amin yang mencontohkan Jokowi sebagai sosok paling populer. Karena hasil
beberapa survei yang dirilis, sosok paling populer adalah Aburizal Bakri.
Pernyataan Amin tentang
Jokowi bisa diartikan black campain
meski Jokowi sendiri belum dipastikan mencalonkan diri sebagai Presiden. Ada
upaya “pembunuhan karakter” yang dilakukan Amin bahwa Jokowi bukanlah sosok
yang tepat menjadi pimimpin. Pernyataan Amin yang mengundang kontroversi dapat
menyulutkan “psy war” politisi PDIP
dan PAN. Amin terlihat tidak obyektif jika menilai sosok Jokowi sebagai yang
paling populer. Karena sosok capres populer adalah Aburizal Bakrie. Hal ini
semakin menegaskan “kebencian” Amin akan prestasi yang diukir Jokowi di Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar