Oleh Ali Topan DS
Deklarasi Aburizal Bakrie sebagai calon presiden dari
partai Golkar yang dilakukan lebih awal setidaknya menjadi poin plus sekaligus minus. Menjadi poin plus
karena Ical akan banyak waktu untuk melakukan konsolidasi baik internal maupun
eksternal partai. Masa kampanye Ical pun setidaknya lebih lama. Ical memiliki
rentan waktu yang cukup lama untuk mensosialisasikan bahwa ia adalah calon
presiden.
Pada sisi lain, ia harus menelan efek minus dari deklarasinya yang lebih awal.
Pasalnya, dari beberapa hasil survei elektabilitas capres, nama Ical masih jauh
di bawah Jokowi dan Prabowo Subianto. Padahal, jika menilik kebelakang,
deklarasi Ical sudah cukup lama, sejak tahun 2012. Akan tetapi, elekbilitasnya
tidak mengalami kenaikkan yang signifikan. Lantaran elektabilitas yang lamban
ini, Ical harus menerima kenyataan bahwa pencapresan dirinya perlu di evaluasi.
Isu bahwa Golkar kepincut dan hendak meminang Jokowi
sebagai cawapres senter terdengar. Beberapa petinggi Golkar seperti Nurul
Arifin dan Bambang Soesatyo membenarkan hal tersebut. menurut mereka, Ical
membutuhkan pendamping yang bisa menutupi kekurangannya. Jokowi dipandang sosok
yang pantas mendampingi Ical untuk saling melengkapi. Mengingat Jokowi yang
lahir dari suka Jawa dan Ical Sumatera. Setidaknya beberapa petinggi Golkar
beranggapan bahwa Ical butuh pendamping yang berasal dari suku Jawa agar bisa
mendongkrak suara di tanah Jawa. Selain Jokowi nama Mahfud MD juga kerap
digosipkan menjadi pendamping Ical.
Pihak PDIP menanggapi dingin isu keinginan Golkar yang
menginginkan Jokowi sebagai cawapres Ical. Wakil Ketua Bapilu PDIP, Hasanuddin menanggapi
bahwa partainya akan fokus untuk pemenangan pemilu legislatif. Bahkan ia
menyatakan jika Jokowi menjadi cawapres Ical, itu sebuah hal yang lucu. Pasalnya
elektabilitas Jokowi selalu berada di atas Ical. Jaraknya pun terpaut jauh. Senada
dengan Hasanuddin, Sekjend PDIP, Tjahjo Kumolo juga menapik adanya pembicaraan
antara PDIP dan Golkar mengenai pasangan capres. Meski demikian, Tjahjo tidak
menapik bahwa ada pendekatan yang dilakukan Golkar terhadap PDIP. (kompas.com
16 September 2013)
Wajar bila Golkar yang terlanjur mengusung Ical di
pilpres 2014 mendekati Jokowi untuk sedia mendampinginya. Pasalnya, sosok
Jokowi saat ini menjadi daya tarik bagi warga. Bahkan, menurut pengamat
politik, jika Jokowi mencalonkan diri para pilpres nanti, ia tidak hanya akan
menang, tetapi ia juga bakal sanggup menekan angka golput (golongan putih). Mengapa
demikian? Pasalnya pesona Jokowi diramalkan mampu mendorong warga untuk tidak
golput.
Menargetkan siapa yang akan mendampingi Ical, bagi Golkar
mutlak dipikir dan perhitungkan. Pasalnya, waktu demi waktu semakin mendekat
pada pilpres 2014. Namun demikian, Golkar tidak boleh mengesampingkan problem
yang saat ini sedang melilit partai tersebut. Upaya dari beberapa elit partai
seperti Yoris Raweyai atau bahkan Ketua Dewan Pertimbangan partai Akbar Tanjung
yang berusaha mengevaluasi pencapresan ical harus menjadi skala prioritas untuk
dipecahkan. Jika Ical tidak mampu mengakomodir kepentingan faksi-faksi yang ada
diinternal partai, maka ia akan terus menemukan kesulitan menuju kursi RI 1.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar