Senin, 16 September 2013

Ical dalam Dilema, Pilih-Pilih Pasangan-Konflik Internal

Oleh Ali Topan DS

Deklarasi Aburizal Bakrie sebagai calon presiden dari partai Golkar yang dilakukan lebih awal setidaknya menjadi poin plus sekaligus minus. Menjadi poin plus karena Ical akan banyak waktu untuk melakukan konsolidasi baik internal maupun eksternal partai. Masa kampanye Ical pun setidaknya lebih lama. Ical memiliki rentan waktu yang cukup lama untuk mensosialisasikan bahwa ia adalah calon presiden.

Pada sisi lain, ia harus menelan efek minus dari deklarasinya yang lebih awal. Pasalnya, dari beberapa hasil survei elektabilitas capres, nama Ical masih jauh di bawah Jokowi dan Prabowo Subianto. Padahal, jika menilik kebelakang, deklarasi Ical sudah cukup lama, sejak tahun 2012. Akan tetapi, elekbilitasnya tidak mengalami kenaikkan yang signifikan. Lantaran elektabilitas yang lamban ini, Ical harus menerima kenyataan bahwa pencapresan dirinya perlu di evaluasi.

Isu bahwa Golkar kepincut dan hendak meminang Jokowi sebagai cawapres senter terdengar. Beberapa petinggi Golkar seperti Nurul Arifin dan Bambang Soesatyo membenarkan hal tersebut. menurut mereka, Ical membutuhkan pendamping yang bisa menutupi kekurangannya. Jokowi dipandang sosok yang pantas mendampingi Ical untuk saling melengkapi. Mengingat Jokowi yang lahir dari suka Jawa dan Ical Sumatera. Setidaknya beberapa petinggi Golkar beranggapan bahwa Ical butuh pendamping yang berasal dari suku Jawa agar bisa mendongkrak suara di tanah Jawa. Selain Jokowi nama Mahfud MD juga kerap digosipkan menjadi pendamping Ical.

Pihak PDIP menanggapi dingin isu keinginan Golkar yang menginginkan Jokowi sebagai cawapres Ical. Wakil Ketua Bapilu PDIP, Hasanuddin menanggapi bahwa partainya akan fokus untuk pemenangan pemilu legislatif. Bahkan ia menyatakan jika Jokowi menjadi cawapres Ical, itu sebuah hal yang lucu. Pasalnya elektabilitas Jokowi selalu berada di atas Ical. Jaraknya pun terpaut jauh. Senada dengan Hasanuddin, Sekjend PDIP, Tjahjo Kumolo juga menapik adanya pembicaraan antara PDIP dan Golkar mengenai pasangan capres. Meski demikian, Tjahjo tidak menapik bahwa ada pendekatan yang dilakukan Golkar terhadap PDIP. (kompas.com 16 September 2013)

Wajar bila Golkar yang terlanjur mengusung Ical di pilpres 2014 mendekati Jokowi untuk sedia mendampinginya. Pasalnya, sosok Jokowi saat ini menjadi daya tarik bagi warga. Bahkan, menurut pengamat politik, jika Jokowi mencalonkan diri para pilpres nanti, ia tidak hanya akan menang, tetapi ia juga bakal sanggup menekan angka golput (golongan putih). Mengapa demikian? Pasalnya pesona Jokowi diramalkan mampu mendorong warga untuk tidak golput.

Menargetkan siapa yang akan mendampingi Ical, bagi Golkar mutlak dipikir dan perhitungkan. Pasalnya, waktu demi waktu semakin mendekat pada pilpres 2014. Namun demikian, Golkar tidak boleh mengesampingkan problem yang saat ini sedang melilit partai tersebut. Upaya dari beberapa elit partai seperti Yoris Raweyai atau bahkan Ketua Dewan Pertimbangan partai Akbar Tanjung yang berusaha mengevaluasi pencapresan ical harus menjadi skala prioritas untuk dipecahkan. Jika Ical tidak mampu mengakomodir kepentingan faksi-faksi yang ada diinternal partai, maka ia akan terus menemukan kesulitan menuju kursi RI 1.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar