Oleh:
Ali Topan DS
Menjelang
pemilu Presiden 2014 mendatang, berbagai hasil survei elektabilatas capres dirilis;
diskusi-diskusi dengan tema mencari pemimpin banyak dilakukan; berbagai iklan
di media banyak bermunculan; serta kampanye-kampanye para kandidat pun mulai
berjalan.
Sebuah
lembaga bernama PoliticaWave.com, merilis hasil analisis media sosial tentang
perbincangan politik. Analisa tersebut dilakukan sejak 1 Maret hingga 31
Agustus 2013. Para kandidat yang akan menjadi capres dijadikan obyek sasaran. Hal
ini dimaksudkan mengukur sejauhmana media memperbincangkan sisi negatif dan
positif para capres.
Menurut
Jose Rizal, Direktur PoliticaWave.com salah satu tokoh atau capres yang banyak
diperbincangkan sisi negatifnya adalah Ketua Umum Partai Golkar, Aburizal
Bakrie (Ical). Sebelumnya, Ical juga menempati urutan pertama sebagai “Top Of Mind” dan capres terpoluler yang
sellu melakukan pencitraan. Perlu dicermati dalam teori pencitraan, citra baik
yang sengaja ditampakkan seseorang meniscayakan ada citra buruk yang
disembunyikan.
Sisi
negatif Ical paling banyak diperbincangkan seputar isu-isu mengenai kasus
lumpur lapindo; pemanfaatan media miliknya sebagai alat kampanye; soal
hutang-hutang perusahaannya; serta rencana evaluasi pencapresan. Meski demikian
Ical juga diperbingcangkan oleh media dari segi positifnya seperti: Rajin
memberi kuliah kewirausahaan; pilihan 7 purnawirawan TNI sebagai capres ideal; serta
salah satu pengusaha sukses.
Berbeda
dengan mantan Ketua Umum Golkar, Jusuf Kalla (JK), ia justru menjadi sosok yang
banyak diperbincangkan sisi positifnya di media sosial. Pembicaraan dari sisi
positif JK berkaitan dengan kegiatan positif JK bersama PMI; kegiatannya sebagai
ketua umum Dewan Pengurus Masjid se-Indonesia; JK dianggap mampu menyelesaikan
konflik seperti Aceh dan turut andil mendamaikan hasil pemilu Malaysia. Keputusan
JK yang menolak konvensi Partai Demokrat juga dinilai positif. Meski demikian,
perbincangan negatif tidak luput dari JK, seperti alasan mempertahankan ujian
nasional dan usianya yang sudah terlalu uzur
sebagai seorang capres.(kompas.com 25 September 2013)
Mendekati
pemilu Presiden, konstituen berhak mengetahui track record kandidat capres. Informasi tersebut menjadi sangat
penting bagi pemilih untuk menimbang dan menentukan pilihan. Namun perlu
dicermati, bahwa informasi di dalam sebuah media berita, tidak selalu obyektif.
Perlu dibuktikan kebenarannya. Mengingat media telah banyak bermitra dengan
penguasa guna melanggengkan kepentingannya.
Atas
pembacaan fakta di atas, penulis berasumsi bahwa ada upaya secara sistematis untuk
mengangkat kandidat tertentu sebagai capres, dalam hal ini JK. Melihat beberapa
rentetan peristiwa sebelumnya, ada upaya yang dilakukan oleh elit Golkar untuk
mengevaluasi pencapresan Ical dalam Rapimnas. Hal ini dimaksudkan agar muncul
capres baru dari Golkar. Capres yang penulis maksud tidak lain adalah JK. Penyataan
Akbar Tanjung yang melihat ada kemungkinan JK berduet dengan Jokowi atau Mega
seperti menyiratkan pesan dorongan terhadap pencapresan JK.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar