Rabu, 25 September 2013

Ical VS Jusuf Kalla: Antara Perbincangan Positif dan Negatif



Oleh: Ali Topan DS
 
Menjelang pemilu Presiden 2014 mendatang, berbagai hasil survei elektabilatas capres dirilis; diskusi-diskusi dengan tema mencari pemimpin banyak dilakukan; berbagai iklan di media banyak bermunculan; serta kampanye-kampanye para kandidat pun mulai berjalan.

Sebuah lembaga bernama PoliticaWave.com, merilis hasil analisis media sosial tentang perbincangan politik. Analisa tersebut dilakukan sejak 1 Maret hingga 31 Agustus 2013. Para kandidat yang akan menjadi capres dijadikan obyek sasaran. Hal ini dimaksudkan mengukur sejauhmana media memperbincangkan sisi negatif dan positif para capres.

Menurut Jose Rizal, Direktur PoliticaWave.com salah satu tokoh atau capres yang banyak diperbincangkan sisi negatifnya adalah Ketua Umum Partai Golkar, Aburizal Bakrie (Ical). Sebelumnya, Ical juga menempati urutan pertama sebagai “Top Of Mind” dan capres terpoluler yang sellu melakukan pencitraan. Perlu dicermati dalam teori pencitraan, citra baik yang sengaja ditampakkan seseorang meniscayakan ada citra buruk yang disembunyikan.

Sisi negatif Ical paling banyak diperbincangkan seputar isu-isu mengenai kasus lumpur lapindo; pemanfaatan media miliknya sebagai alat kampanye; soal hutang-hutang perusahaannya; serta rencana evaluasi pencapresan. Meski demikian Ical juga diperbingcangkan oleh media dari segi positifnya seperti: Rajin memberi kuliah kewirausahaan; pilihan 7 purnawirawan TNI sebagai capres ideal; serta salah satu pengusaha sukses.

Berbeda dengan mantan Ketua Umum Golkar, Jusuf Kalla (JK), ia justru menjadi sosok yang banyak diperbincangkan sisi positifnya di media sosial. Pembicaraan dari sisi positif JK berkaitan dengan kegiatan positif JK bersama PMI; kegiatannya sebagai ketua umum Dewan Pengurus Masjid se-Indonesia; JK dianggap mampu menyelesaikan konflik seperti Aceh dan turut andil mendamaikan hasil pemilu Malaysia. Keputusan JK yang menolak konvensi Partai Demokrat juga dinilai positif. Meski demikian, perbincangan negatif tidak luput dari JK, seperti alasan mempertahankan ujian nasional dan usianya yang sudah terlalu uzur sebagai seorang capres.(kompas.com 25 September 2013)

Mendekati pemilu Presiden, konstituen berhak mengetahui track record kandidat capres. Informasi tersebut menjadi sangat penting bagi pemilih untuk menimbang dan menentukan pilihan. Namun perlu dicermati, bahwa informasi di dalam sebuah media berita, tidak selalu obyektif. Perlu dibuktikan kebenarannya. Mengingat media telah banyak bermitra dengan penguasa guna melanggengkan kepentingannya. 

Atas pembacaan fakta di atas, penulis berasumsi bahwa ada upaya secara sistematis untuk mengangkat kandidat tertentu sebagai capres, dalam hal ini JK. Melihat beberapa rentetan peristiwa sebelumnya, ada upaya yang dilakukan oleh elit Golkar untuk mengevaluasi pencapresan Ical dalam Rapimnas. Hal ini dimaksudkan agar muncul capres baru dari Golkar. Capres yang penulis maksud tidak lain adalah JK. Penyataan Akbar Tanjung yang melihat ada kemungkinan JK berduet dengan Jokowi atau Mega seperti menyiratkan pesan dorongan terhadap pencapresan JK.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar