Oleh Ali Topan DS
Mendekati pemilu presiden, banyak prediksi dan perkiraan pasangan
capres-cawapres, salah satunya adalah wacana duet Hatta Rajasa-Jokowi. Perlu diperhatikan, yang melatarbelakangi wacana duet
Hatta Jokowi sebagai Capres dan Cawapres 2014. Adakah pihak-pihak yang “numpang kepentingan”? lantas relakah “pecinta”
Jokowi jika ia harus berduet dengan Hatta, sementara dalam berberapa hasil
survei, Jokowi selalu merajai dan Hatta jauh dibelakangnya.
Sebelum menganalisa dan menjawab pertanyaan di atas, ada beberapa
fakta pemberitaan media yang perlu dicermati. Wacana PAN yang ingin menduetkan
Hatta-Jokowi telah lama diberitakan. Sepak terjang Jokowi sebagai Gubernur
dipandang cocok oleh PAN guna mendampingi Hatta. Selain Jokowi, PAN juga
melirik Prabowo untuk berpasangan dengan Hatta. Sosok tegas yang menjadi
identitas Prabowo dinilai tepat untuk menjadi pelengkap Hatta.
Taufik Kurniawan, Sekjen PAN bahkan mengakui jika internal PAN
sedang terjadi perdebatan terkait pasangan yang akan mendampingi Hatta. Bahkan berdebatan
tersebut melahirkan faksi-faksi. Pertama “faksi Jokowi” menghendaki duet
Jokowi-Hatta atau sebaliknya. Kedua “faksi Prabowo” yang menginginkan duet
Hatta-Prabowo. Keduanya sama-sama kuat. “Faksi Jokowi” atau yang menggusung
duet Hatta-Jokowi sangat realistis, yakni memperhitungkan beberapa hasil survei
yang selalu menempatkan Jokowi diurutan teratas. Meski terkesan fragmatis,
namun menurut Taufik “faksi Jokowi” lebih dominan ketimbang Prabowo.
PAN memang secara tegas menyatakan bahwa ia sedang dan terus akan
melihat gebrakan-gobrakan Jokowi. Sehingga hal tersebut akan selalu menjadi
bahan pertimbangan PAN guna mewujudkan duet Hatta-Jokowi. Terkait dengan duat
Hatta-Prabowo, PAN terlihat “segan” mengingat Prabowo telah pangalaman sebagai
Cawapres. Bahkan ia saat ini dicalonkan sebagai Presiden dari partai yang
dibersarkannya, Gerindra.
Perlu ditelisik lebih jauh kenapa PAN begitu ngotot duetkan
Hatta-Jokowi atau sebaliknya. Sepertinya ada kepentingan yang ingin menunggangi
Jokowi melalui PAN atau Hatta. Mereka yang berkepentingan tidak hanya dari PAN
tetapi juga eksternal PAN. Hatta seperti diketahui adalah besan dari presiden
SBY. Saat ini, bisa dibilang SBY dan juga Partai Demokrat mengalami masa-masa
sulit, yakni tidak memiliki kader yang dapat dijagokan sebagai capres. Fakta tersebut
dikuatkan dengan Konvensi yang digelar Demokrat guna menjaring capres yang akan
diusung. Sayangnya, Konvensi ini dibaca oleh “lawan politik” SBY sebagai upaya
menaikkan Pramono Edhi Wibowo, adik ipar SBY.
Tidak menutup kemungkinan bahwa ada upaya menguatkan “kekuasaan
Cikeas”. SBY tentu tidak ingin jika setelah tapuk kepemimpinannya ia “lenyap”
karena tidak ada kader dan kroni yang muncul menggantikan. Lantas, melalui
Hatta lah harapan SBY bisa digantungkan. Jika berharap pada Ibas (putranya), ia
masih terlalu dini, jika berharap Promono,
akan menimbulkan kesan nepotisme yang sangat jelas. Lantas untuk apa kepentingan
SBY tersebut? Kasus Century dan Hambalang yang masih menjadi “hantu” bagi SBY.
Century menyeret SBY dan Budiono, sedangkan Hambalang kerap dikaitkan dengan
Ibas. Jika SBY tidak punya pengaruh kedepan, tentu bahaya melanda Cikeas.
Namun demikian, terkait
wacana duet Hatta-Jokowi oleh PAN tidak mendapat respon positif dari partai
pemilik Jokowi, PDIP. Sejauh ini PDIP menaggapi dingin isu yang berkaitan
dengan Jokowi dan seputar pencapresan dari PDIP. PDIP tetap akan menunggu hasil
pemilu legislatif, apakah suara di parlemen cukup dijadikan syarat mengusung
capres. Jika PDIP memenuhi syarat tersebut, tidak menutup kemungkinan akan
mengusung capres-cawapres sendiri, tanpa koalisi