Rabu, 01 Januari 2014

Bayang-bayang Teroris (Catatan Atas Penangkapan Teroris di Ciputat)

Oleh: Ali Thaufan DS
Tertangkap dan dihukum matinya gembong teroris seperti Amrozi, Imam Samudra dan lainnya ternyata tidak menyurutkan keberadaan teroris. Eksistensi mereka semakin tampak. Aksi-aksi para teroris tentu sangat meresahkan masyarakat. Beberapa peristiwa teror terakhir, justru kerap dilakukan ditempat umum dengan menjadikan polisi sebagai target sasaran. Hal ini mengindikasikan negara dalam keadaan tidak aman. Data badan nasional penganggulangan terorisme (BNPT) menunjukkan jumlah kasus teror selama 2011 sebanyak 10 kasus; pada 2012 sebanyak 14 kasus; dan pada 2013 sebanyak 12. Total jumlah kasus tersebut telah memakan 260 korban terduga teroris (Media Indonesia 02/01/2014).
Ditengah suka cita menyambut pergantian tahun baru, masyarakat dikejutkan berita aksi penggerebekan dan penembakan oknum terduga teroris (31/12/2013). Baku tembak oleh aparat polisi beriringan dengan suara petasan warga yang mereka menyalakan. Di Ciputat, sebuah kecamatan perbatasan antara Jakarta dan Banten, peristiwa tersebut terjadi. Tercatat dua kali sejak 2011-2013, pengerebekan terhadap terduga teror terjadi di wilayah yang terkenal karena keberadaan Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta tersebut.
Penembakan oleh aparat polisi tersebut menewaskan enam anggota yang diduga teroris. Keenam anggota teroris tersebut merupakan satu kelompok dengan pelaku kasus penembakan anggota polisi di Cirendeu, Cilandak, Pondok Aren dan pencurian uang di ATM BRI Tangerang. Jaringan kelompok teroris tidak berdiri sendiri. Menurut Hendropriyono, mantan Kepala Badan Intelijen Nasional (BIN), jaringan teroris memiliki ikatan “sel” satu dengan yang lain dan saling mengkoneksi (Hendropriyono:2009). Demikian juga seperti terjadi pada kelompok teroris yang tertambak di Ciputat. Hasil penyelidikan polisi menunjukkan bahwa kelompok tersebut memiliki jaringan dengan kelompok fa’i Abu Umar dan Abu Roban pimpinan Mujahid Indonesia Barat (MIB).
Pasca tertembaknya oknum terduga teroris tersebut, polisi mengungkap akan ada tindakan teror yang akan terjadi kedepan. Pasalnya, terungkap sebuah blue print oknum teroris Ciputat. Mereka telah menargetkan beberapa tempat pengeboman. Sejumlah tempat yang talah mereka targetkan adalah wihara-wihara. Seperti diketahui, sebelumnya telah terjadi pengeboman di Wihara Ekayana.
Keberadaan kelompok teroris ditopang dengan kekuatan dana yang cukup besar. Akan sangat mustahil jika aksi mereka tanpa dukungan dana. Dana tersebut digunakan sebagai pengadaan persenjataan dan operasional aksi. Selain itu, dalam tradisi teroris, kesejahteraan baik keluarga dan pelaku telah terjamin. Hal ini oleh banyak pengamat teror dijadikan daya tarik dalam merekrut anggota baru.
Terkait aksi teror, Yasraf Amir Piliang mencatat bahwa aksi teror tidak lebih sekedar “simulasi teror”. Tidak ada terorisme sejati (true terrorrist). Aksi teror merupakan artifisial dari kekuatan yang berapa dibalikknya. Ia diciptakan sebagai permainan realitas, psikologi massa, opini kepentingan pihak tertentu (Piliang:2011). Segudang kepentingan dan tujuan berada dibalik kejahatan teror, seperti kepentingan politik; penguasaan ekonomi, pemaksaan ideologi serta ketidakpuasan terhadap relitas real menjadi faktor aksi kejahatan tersebut.
Melalui pembacaan di atas, dapat disimpulkan bahwa: Negara Indonesia dalam bayang-banyang teroris. Artinya, negara dalam kondisi tidak aman. Jaringan kelompok teroris masih mempunyai akar di Indonesia. Menjelang pemilu 2014 ini, tentu negara dalam keadaan ketidakpastian diberbagai lini seperti politik, ekonomi dan keamanan, karenanya perlu adanya penangganan aksi teror. Negara harus menjamin terciptanya kondisi aman tersebut. Upaya pencegahan aksi teror harus selalu digalakkan. Pentingnya upaya deradikalisasi paham-paham yang menyimpang dari mainstream.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar