Senin, 06 Januari 2014

Kontroversi Kenaikan Harga Elpiji (Sebuah Catatan Berita Media)

Oleh: Ali Thaufan DS

Kejadian teroris di Ciputat yang terjadi tepat pada malam tahun baru menigggalkan keresahan masyarakat akan kondisi keamanan. Masyarakat dihantui ancaman dan gangguan teror. Pasca kejadian itu, Awal tahun 2014 ini masyarakat diresahkan kembali dengan naiknya harga tabung gas elpiji 12 kg. Kenaikan tersebut menicu kenaikan kebutuhan bahan lainnya, terutama makanan. Pemerintah awalnya berkilah bahwa kenaikan itu dapat mengurangi beban negara. Elpiji 12 kg bukan lah subsidi negara, negara hanya mensubsidi tabung gas ukuran 3 kg.
Pemerintah menaikan harga tabung elpiji 12 kg berkisar Rp 3.959/kg nya.  Berarti harga tabung gas elpiji 12 kg sebesar Rp 135 ribu. Kenaikan harga tersebut dirasa membebani masyarakat pengguna tabung ukuran 12. Diasumsikan masyarakat akan memilih menggunakan tabung ukuran 3 kg yang disubsidi. Hal ini dinilai justru akan membebani tanggungan negara. Karenanya, Presiden dan Dirut Pertamina melakukan konsultasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk merevisi kenaikan harga.
Harga yang semula Rp 3.959/kg atau Rp 135 ribu/tabung ukuran 12 kg direvisi menjadi Rp 83 ribu/tabung. Hal ini berarti kenaikan elpiji 12 kg sebesar Rp 1.000/kg dari sebelumnya. Revisi harga akan diberlakukan mulai 7 Januari. Tentu saja, revisi tersebut telah merugikan sebagian konsumen atau bahkan agen elpiji yang terlanjur membeli elpiji 12 kg dengan harga sebelumnya, Rp 135 ribu.
Menurut pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio ada unsur politisasi dan politik pencitraan terkait penurunan atau revisi harga elpiji. Presiden SBY dinilai melakukan pencitraan dalam merevisi harga elpiji 12 kg. Sebagaian lainnya menilai pemerintah “plin-plan” soal keputusan naiknya harga elpiji. Menteri BUMN Dahlan Iskan mengakui bahwa ia adalah orang yang paling salah atas kisrus kenaikkan harga elpiji ini. Pemerintah ceroboh karena menaikkan tanpa ada koordinasi dengan pihak-pihak terkait. Meski demikian, Dirut Pertamina tetap mengklaim bahwa pihaknya merugi Rp 5,4 triliun dengan kenaikkan Rp 1.000/kg.

Melalui pembacaan di atas, dapat disimpulkan bahwa: Pemerintah mengambil kebijakan tanpa ada koordinasi dengan pihak terkait dalam hal penaikan harga elpiji 12 kg. Setiap kebijakan pemerintah baik menaikan harga atau menurunkan harga kerap dianggap sebagai kebijakan politis dan pencitraan. Pemerintah seharusnya memberi putusan yang strategis dalam mengambil kebijakan publik seperti penaikan harga elpiji. Pemerintah seharusnya mensosialisasikan dan merasionalisasikan rencana kenaikan harga elpiji

Tidak ada komentar:

Posting Komentar