Oleh:
Ali Thaufan DS
Untuk ketiga kalinya, Harian Kompas merilis hasil survei. Survei
terakhir yang dirilis pada 8 Januari 2014 ini memberi sumbangan informasi
elektabilitas calon presiden. Selain Kompas, banyak lagi survei lainnya yang
dilakukan oleh bebeberapa lembaga survei.
Survei Kompas yang terakhir ini mengukuhkan “adidaya” mutlak Joko Widodo
dalam survei elektabilitas capres. Ia mencatat namanya sebagai capres yang
tidak hanya akan dipilih oleh kader PDIP, tetapi juga kader partai lainnya.
Tentu saja, pesona Jokowi dalam menjalankan tugas sebagai Gubernur Jakarta
menjadi daya pikat responden.
Hasil survei Kompas kali ini memberi “aba-aba” bagi Prabowo Subianto,
capres yang diusung partai Gerindra. Sejak resmi didaulat sebagai capres
Gerindra, ia dianggap mampu menyaingi Jokowi dalam survei elektabilitas.
Tetapi, pada survei terakhir ini, elektabilitasnya justru menurun. Berbeda
dengan Aburizal Bakri, capres tunggal Golkar. Tren positif ia tunjukkan, ia
mengalami penaikan elektabilitas dari tahun 2012 lalu.
Sementara itu, perkembangan signifikan terjadi pada Wiranto, ia
mengalami penaikan secara pesat pada survei Kompas yang terakhir ini. Sejak mendeklarasikan
maju menjadi capres bersama konglomerat Hari Tanoe, Wiranto punya porsi besar tampil
di media televisi. Kekuatan media menarik elektabilitas Wiranto. Berbeda dengan
kandidat capres “muka lama” yakni Megawati dan Jusuf Kalla, keduanya malah
mengalami penurunan.
Berikut
Hasil survei elektabilitas yang dilakukan Harian Kompas pada Desember 2012:
Jokowi 17,7 persen, Prabowo 13,3 persen, Jusuf Kalla 6,7 persen, Aburizal
Bakrie 5,9 persen, Wiranto 1,6 persen. Sedangankan pada Desember 2013 adalah:
Jokowi 43,5 persen, Prabowo 11 persen, Aburizal Bakrie 9,2 persen, Wiranto 6,3
persen, Megawati 6,1 persen, Jusuf Kalla 3,1 persen
Mencermati
waktu pemilihan umum, tampaknya amat susah bagi kandidat capres untuk dapat
mengungguli elektabilitas Jokowi. Terlebih, kinerja baik yang ditunjukkan oleh
Jokowi semakin riil. Masyarakat perlahan mulai membaca bahwa selama ini
Jokowi bukan sekedar pencitraan belaka, tetapi etos kerja. Pencitraan memang
dibutuhkan oleh siapapun yang akan tampil dalam pemilu caleg dan capres.
Tetapi, tidak cukup hanya itu –pencitraan- karena masyarakat butuh bukti nyata
sebuah kinerja.
Melihat
fanomena kepemimpinan Jokowi yang memikat hati banyak rakyat telah menyulut
kedengkian lawan politiknya. Bagai Pandawa yang selalu mendapat usikan Kurawa
dalam kitab epos Mahabhrata. Ya, Jokowi tidak selalu mulus dalam menjalani
hari-harinya memimpin Jakarta. Ia terus “dikebiri” oleh musuh-musuh politiknya.
Tetapi, rakyat banyak terlanjur mencinta, justru rakyat balik mengkritik pada lawan
Jokowi tersebut. Sang lawan Jokowi pun “berapologi” bahwa kandidat capresnya
bukan jago survei elektabilitas.
Kini,
Jokowi terlanjur menjadi buah bibir yang manis bagi masyarakat. Ia terlanjur
dicintai oleh banyak orang. Meski tak kalah banyak juga pembencinya. Ia
diramalkan oleh sebagian ahli Jawa kuno sebagai Satria Piningit dari Solo.
Kesatria yang datang menjawab sumpah-sumpah Prabu Jayabaya. Jalan masih panjang
bagi Jokowi. Ia harus terus membuktikan diri sebagai model pemimpin ideal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar