Rabu, 27 November 2013

Dana Optimalisasi dan Kepentingan Oknum DPR

Oleh: Ali Topan DS
Saat ini sangat sulit mendapati citra Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang bersih. Beberapa berita baik di media elektronik dan cetak menyuguhkan sisi negatif seputar DPR. Hal ini dapat dilihat dari maraknya kasus korupsi; rapat dan sidang anggota DPR yang sepi; atau kalaupun ramai peserta sidang akan mempertontonkan debat-debat yang tak lazim. Hal ini pula yang turut mendorong sikap apatis rakyat dan nothing trust terhadap anggota dewan
Beberapa hari ini, DPR mendapat sorotan tajam media. Hal ini diakibatkan adanya indikasi “bancakan” dana optimalisasi oleh Badan Anggara (Banggar) dengan total 27 triliun. Atas beredarnya kabar tersebut, sejumlah pengamat ramai-ramai mengkritiki. Margarito, pakar hukum tata negara menyatakan bahwa hak budget adalah oleh pemerintah, bukan DPR. DPR hanya menerima usulan, bukan mengusulkan. Wakil KPK, Zulkarnain menduga adanya upaya praktik korupsi yang dilakukan anggota DPR. Kekawatirannya dikarenakan dana ini muncul diakhir tahun. Pertanyaannya adalah untuk lembaga apa dan fungsinya. Sumber yang tak mau menyebut nama menyatakan bahwa partai politik membutuhkan dana menjelang pemuli 2014. Oleh karena itu, mereka melakukan penyimpangan melalui dana optimalisasi demi kas fraksi/partai. (Media Indonesia 27-28 November 2013)
Apapun alasan DPR serta rasionalisasinya, pasti dapat dimentahkan. Terlebih bagi mereka pengamat kebijakan parlemen. Arah disalurkannya dana optimalisasi mudah ditebak. Kepada siapa dan untuk siapa?. Dana optimalisasi tersebut diperuntukkan oleh kementrian/lembaga terkait yang menjadi mitra DPR. Maka peran fraksi sangat mempengaruhi kemana aliran dana tersebut.
Ditinjau dari kaca mata politik, dana optimalisasi yang jumlahnya sangat banyak akan menjadi sasaran empuk sumber dana partai. Terlebih menjelang tahun politik 2014. Dalam mencapai tujuan politik/kekuasaan, terdapat sebuah rumusan yakni: (PM)+D+R=PA. (PM) adalah private motif. Pemberian tanda kurung dimaksudkan tertutup. Private motif dimaksudkan bahwa tujuan-tujuan politik tidak perlu disampaikan secara terbuka “diobral”. Kemudian “D” adalah diplomasi. Dalam politik, diperlukan diplomasi demi tercapainya tujuan-tujuan tertentu. “R” disini adalah raionalisasi. Rasionalisasi dalam terhadap tujuan-tujuan politik menjadi rumusan yang harus dilakukan. Penerapan “R” kepada kawan, lawan dan calon pemilih dengan baik akan membantu tercapainya tujuan politik. Rangkaian dari rumus diatas akan menghasilkan political action. Tercapailah sebuah tujuan politik.
Upaya penggelontoran dana optimalisasi menurut penulis adalah penerapan rumus “D” dan “R” di atas. Pada saat bersamaan, (PM) private motif tidak mungkin disampaikan secara terbuka akan maksud tujuan dana optimalisasi. Bahkan seorang anggota banggar sendiri bungkam saat ditanyai perihal dana optimalisasi. Pada titik ini, siapapun berhak mempertanyakan perihal dana optimalisasi. DPR seharusnya terbuka soal penyaluran dana tersebut. Oknum-oknum DPR yang tak bertanggungjawab seperti sedang melakukan “diplomasi terselubung” guna menyusun penyaluran dana optimalisasi. Berbekal dana optimalisasi, rasionalisasi akan dapat dilakukan khususnya pada para calon pemilih.
Simpulan pembacaan di atas adalah: siapa yang berkepentignan dibalik dana optimalisasi terbaca oleh pengamat parlemem. Lebih dari itu, mereka (DPR) dianggap akan melakukan bagi-bagi “bancakan” dana pada fraksi di DPR. Oleh sebab itu, perlu pengawalan terhadap pembahasan dan pengalokasian dana optimalisasi. Jika dana itu benar untuk kepentingan rakyat seperti pembangunan infrastruktur maka hal ini dapat dikatakan tepat. Tetapi jika hanya untuk kepentingan oknum tertentu, maka lembaga hukum perlu ambil tindakan. (sumber data dan informasi: Media Indonesia dan Metronews.com)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar