Oleh:
Ali Topan DS
Hampir
satu bulan isu penyadapan Indonesia atas Australia mengemuka (sejak 31 Oktober 2013). Marwah
(Harga diri) Pemerintah
RI telah dijatuhkan oleh negara lain
(Australia). Awalnya hanya tanggapan dingin SBY di twitter sebagai responnya, kemudian disusul pernyataan resmi yang disampaikan di
Istana Negara. Respon SBY cukup datar, tidak ada letupan emosi. Hal ini berbeda sekali ketika
nama SBY dikaitkan dengan sosok bunda putri. SBY dengan keras membantah
perkenalannya dengan sosok bunda putri.
Sebuah media
berita Sydney Morning Herald (www.smh.com.au) menyebut
bahwa kantor kedutaan besar Australia di Jakarta menjadi markas
penyadapan aktivitas komunikasi di
Indonesia. AS bersama lima negara (5 eyes) yakni Australia, Inggris, Kanada dan
Selandia Baru menggunakan alat spionase memantau perkembangan negara yang
menjadi sasaran sadap. Kegiatan penyadapan oleh badan keamanan AS (NSA) terkuak
oleh pengakuan mantan pegawai NSA, Edward Snowden. Ia membeberkan dokumen NSA
pada sebuah majalah di Jerman, Der Spiegel. Australia
berupaya mengusai sistem informasi beberapa negara untuk kepentingan AS.
Seperti diberitakan, sejak 2009 beberapa
pejabat RI menjadi target penyadapan Australia. Mereka yang
disadap adalah Presiden SBY, Ibu Negara Kristiani Herawati, Boediono, Jusuf
Kalla, Dino Patti Djalal (Juru Bicara Kepresidenan untuk Urusan Luar Negeri,
Andi Mallarangeng (Juru Bicara Kepresidenan untuk Urusan Dalam Negeri), Hatta
Rajasa (Menteri Sekretaris Negara), Sri Mulyani, Widodo AS (Menkopolhukam),
Sofyan Djalil (Menteri BUMN).
Demi
mencari informasi yang otentik, pemerintah akhirnya memulangkan Duta Besar RI untuk Australia. Hal ini sebagai bentuk protes yang dilayangkan Pemerintah RI.
Selain itu diharapkan
agar Dubes RI untuk Australia memberikan fakta-fakta rill yang
ada saat isu penyadapan ini mengemuka.
SBY akhirnya menggelar konferensi
pers menyikapi penyadapan Australia. Ia menyampaikan bahwa pemerintah juga akan meninjau
kembali hubungan bilateral yang selama ini terjalin antara kedua negara
tersebut. Sementara ini ada 3 (tiga) bentuk
hubungan bilateral yang sudah dihentikan, yaitu Kerjasama Informasi Intelijen, Latihan
bersama TNI dan Militer Australia (Coordinated
Military Operation), Penyelundupan imigran gelap (manusia perahu).
Pada awalnya PM Australia Tony Abbott menolak
mengomentari isu penyadapan yang dilakukan oleh Agen Intelijen negaranya. Ia
bahkan tetap mengatakan bahwa hubungannya dengan RI baik. Meskipun ia tidak bisa menyembunyikan penyesalan atas
beredarnya isu penyadapan dan dipulangkannya Dubes RI. Setelah
mendapat informasi bahwa Pemerintah RI akan mengirimkan “Surat”, ia berjanji
akan membalas surat tersebut terkait penjelasan isu penyadapan tersebut.
Pernyataan Abbott tentu mengundang emosi segenap rakyat Indonesia. Ada apa
dibalik hubungan RI-Australia? Sehingga Abbott begitu tenang dan tidak
menunjukkan “salah”nya terhadap RI.
Dibawah ini akan dianalisa aksi
penyadapan oleh Australia ditinjau dari sudut pandang dari bidang keamanan,
politik nasional dan internasional dan ekonomi.
Pertama: Ditinjau dari perspektif
keamanan, penyadapan yang dilakukan oleh Australia adalah hal yang lumrah. Hal ini
menjadi heboh karena terkuaknya penyadapan tersebut. Dari daftar nama-nama
pejabat yang disadap salah satunya adalah Menko Polhukam Tahun 2009 pada saat
itu Widodo AS. Sebagaimana diberitakan pada tahun 2007 Pemerintah RI berencana
membeli Kapal Selam jenis Kilo dari Rusia (Kompas, 21/11/2013). Sehingga
penyadapan Australia dapat dikaitkan bahwa menyadap Menko Polhukam sudah
mempresentasikan keinginan panglima TNI dan Kepala Staf AL sebagai pengguna,
sekaligus dapat diasumsikan untuk memata-matai kekuatan militer Indonesia.
Kedua: Jika ditinjau dari
konstalasi Politik Nasional, Indonesia saat ini tengah menghadapi Pemilu tahun
2014. Tentu ada beberapa kebijakan
penting dalam pengambilan keputusan politik. Sedangkan dari
kaca mata Politik Internasional, SBY ingin mengambil peran di Dewan Kehormatan
PBB. Seperti yang diberitakan, SBY kerap menjalin hubungan bilateral dengan
berbagai Negara. Bahkan di akhir masa jabatannya ia juga sering mendapatkan
penghargaan Internasional. Jika dikaitkan dengan aksi penyadapan Australia, hal
ini dapat diartikan sebagai upaya memata-matai aktivitas SBY.
Ketiga: Ditinjau dari sudut pandang Ekonomi,
Australia memiliki kepentingan terhadap Indonesia. Seperti diketahui,
pemerintah RI sangat terlihat “mesra” dengan Negara Cina. Indikasi ini terlihat
dari kebijakan ACFTA. Upaya-upaya untuk menggusur dominasi kekuatan Ekonomi
Cina dilakukan oleh AS dan sekutu (termasuk Australia). Kaitannya dengan
penyadapan ini, Australia seperti tidak ingin kehilangan momen untuk menjadi
partner kerjasama di bidang ekonomi dengan Indonesia.
Dilihat dari gesture tubuh, pernyataaan SBY memang tidak disampaikan secara
tegas (berapi-api penuh emosi). Gaya tersebut memang menjadi ciri khas SBY.
Tetapi pidato yang disampaikan menunjukkan ada semacam ancaman bagi PM
Australia jika tidak menghiraukan isu penyadapan. SBY akan meninjau ulang
kontrak perjanjian kedua belah pihak Negara. Tampaknya hal ini menjadi sisi
positif pengambilan sikap SBY. SBY memperhitungkan secara diplomatis jika ia mengambil
sikap terlalu keras. Seperti diketahui, hubungan RI dan Australia banyak
terjalin diberbagai bidang (ekonomi, keamanan, pendidikan). Gaya pidato SBY
yang lembut juga disikapi secara negatif. Sebagian menganggap SBY ragu dan dilema
dalam pengambilan keputusan. Pengamat hukum internasional UI, Hikmahanto Juwana
menyarankan agar pemerintah RI segera memulangkan Dubes Australia. Sebagai
bentuk protes atas ulah penyadapan Australia. Banyak juga anggota DPR yang
terus mendesak agar SBY memutuskan segala macam bentuk kerjasama dengan
Australia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar