Kamis, 21 November 2013

Respon SBY Terhadap Isu Penyadapan Australia (Sebuah Dilema Kerjasama Bilateral)

Oleh: Ali Topan DS

Hampir satu bulan isu penyadapan Indonesia atas Australia mengemuka (sejak 31 Oktober 2013). Marwah (Harga diri) Pemerintah RI telah dijatuhkan oleh negara lain (Australia). Awalnya hanya tanggapan dingin SBY di twitter sebagai responnya, kemudian disusul pernyataan resmi yang disampaikan di Istana Negara. Respon SBY cukup datar, tidak ada letupan emosi. Hal ini berbeda sekali ketika nama SBY dikaitkan dengan sosok bunda putri. SBY dengan keras membantah perkenalannya dengan sosok bunda putri.
Sebuah media berita Sydney Morning Herald (www.smh.com.au) menyebut bahwa kantor kedutaan besar Australia di Jakarta menjadi markas penyadapan aktivitas komunikasi  di Indonesia. AS bersama lima negara (5 eyes) yakni Australia, Inggris, Kanada dan Selandia Baru menggunakan alat spionase memantau perkembangan negara yang menjadi sasaran sadap. Kegiatan penyadapan oleh badan keamanan AS (NSA) terkuak oleh pengakuan mantan pegawai NSA, Edward Snowden. Ia membeberkan dokumen NSA pada sebuah majalah di Jerman, Der Spiegel. Australia berupaya mengusai sistem informasi beberapa negara untuk kepentingan AS.
Seperti diberitakan, sejak 2009 beberapa pejabat RI menjadi target penyadapan Australia. Mereka yang disadap adalah Presiden SBY, Ibu Negara Kristiani Herawati, Boediono, Jusuf Kalla, Dino Patti Djalal (Juru Bicara Kepresidenan untuk Urusan Luar Negeri, Andi Mallarangeng (Juru Bicara Kepresidenan untuk Urusan Dalam Negeri), Hatta Rajasa (Menteri Sekretaris Negara), Sri Mulyani, Widodo AS (Menkopolhukam), Sofyan Djalil (Menteri BUMN).
Demi mencari informasi yang otentik, pemerintah akhirnya memulangkan Duta Besar RI untuk Australia. Hal ini sebagai bentuk protes yang dilayangkan Pemerintah RI. Selain itu diharapkan agar Dubes RI untuk Australia memberikan fakta-fakta rill yang ada saat isu penyadapan ini mengemuka.
SBY akhirnya menggelar konferensi pers menyikapi penyadapan Australia. Ia menyampaikan bahwa pemerintah juga akan meninjau kembali hubungan bilateral yang selama ini terjalin antara kedua negara tersebut. Sementara ini ada 3 (tiga) bentuk hubungan bilateral yang sudah dihentikan, yaitu Kerjasama Informasi Intelijen, Latihan bersama TNI dan Militer Australia (Coordinated Military Operation), Penyelundupan imigran gelap (manusia perahu).
Pada awalnya PM Australia Tony Abbott menolak mengomentari isu penyadapan yang dilakukan oleh Agen Intelijen negaranya. Ia bahkan tetap mengatakan bahwa hubungannya dengan RI baik. Meskipun ia tidak bisa menyembunyikan penyesalan atas beredarnya isu penyadapan dan dipulangkannya Dubes RI. Setelah mendapat informasi bahwa Pemerintah RI akan mengirimkan “Surat”, ia berjanji akan membalas surat tersebut terkait penjelasan isu penyadapan tersebut. Pernyataan Abbott tentu mengundang emosi segenap rakyat Indonesia. Ada apa dibalik hubungan RI-Australia? Sehingga Abbott begitu tenang dan tidak menunjukkan “salah”nya terhadap RI.
Dibawah ini akan dianalisa aksi penyadapan oleh Australia ditinjau dari sudut pandang dari bidang keamanan, politik nasional dan internasional dan ekonomi.
Pertama: Ditinjau dari perspektif keamanan, penyadapan yang dilakukan oleh Australia adalah hal yang lumrah. Hal ini menjadi heboh karena terkuaknya penyadapan tersebut. Dari daftar nama-nama pejabat yang disadap salah satunya adalah Menko Polhukam Tahun 2009 pada saat itu Widodo AS. Sebagaimana diberitakan pada tahun 2007 Pemerintah RI berencana membeli Kapal Selam jenis Kilo dari Rusia (Kompas, 21/11/2013). Sehingga penyadapan Australia dapat dikaitkan bahwa menyadap Menko Polhukam sudah mempresentasikan keinginan panglima TNI dan Kepala Staf AL sebagai pengguna, sekaligus dapat diasumsikan untuk memata-matai kekuatan militer Indonesia.
Kedua: Jika ditinjau dari konstalasi Politik Nasional, Indonesia saat ini tengah menghadapi Pemilu tahun 2014. Tentu ada beberapa kebijakan penting dalam pengambilan keputusan politik. Sedangkan dari kaca mata Politik Internasional, SBY ingin mengambil peran di Dewan Kehormatan PBB. Seperti yang diberitakan, SBY kerap menjalin hubungan bilateral dengan berbagai Negara. Bahkan di akhir masa jabatannya ia juga sering mendapatkan penghargaan Internasional. Jika dikaitkan dengan aksi penyadapan Australia, hal ini dapat diartikan sebagai upaya memata-matai aktivitas SBY.
Ketiga: Ditinjau dari sudut pandang Ekonomi, Australia memiliki kepentingan terhadap Indonesia. Seperti diketahui, pemerintah RI sangat terlihat “mesra” dengan Negara Cina. Indikasi ini terlihat dari kebijakan ACFTA. Upaya-upaya untuk menggusur dominasi kekuatan Ekonomi Cina dilakukan oleh AS dan sekutu (termasuk Australia). Kaitannya dengan penyadapan ini, Australia seperti tidak ingin kehilangan momen untuk menjadi partner kerjasama di bidang ekonomi dengan Indonesia.

Dilihat dari gesture tubuh, pernyataaan SBY memang tidak disampaikan secara tegas (berapi-api penuh emosi). Gaya tersebut memang menjadi ciri khas SBY. Tetapi pidato yang disampaikan menunjukkan ada semacam ancaman bagi PM Australia jika tidak menghiraukan isu penyadapan. SBY akan meninjau ulang kontrak perjanjian kedua belah pihak Negara. Tampaknya hal ini menjadi sisi positif pengambilan sikap SBY. SBY memperhitungkan secara diplomatis jika ia mengambil sikap terlalu keras. Seperti diketahui, hubungan RI dan Australia banyak terjalin diberbagai bidang (ekonomi, keamanan, pendidikan). Gaya pidato SBY yang lembut juga disikapi secara negatif. Sebagian menganggap SBY ragu dan dilema dalam pengambilan keputusan. Pengamat hukum internasional UI, Hikmahanto Juwana menyarankan agar pemerintah RI segera memulangkan Dubes Australia. Sebagai bentuk protes atas ulah penyadapan Australia. Banyak juga anggota DPR yang terus mendesak agar SBY memutuskan segala macam bentuk kerjasama dengan Australia. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar