Oleh Ali Topan DS
Pasca protes keras yang dilakukan oleh
rakyat Indonesia atas aksi penyadapan Australia, SBY akhirnya menyurati PM
Australia Tonny Abbott (21/11). Entah apa isi surat SBY tersebut, karena ia
tidak merinci apa yang akan disampaikan melalui suratnya. Saat SBY memberikan pidato
keterangan pers atas keberatannya terhadap aksi penyadapan Australia, ia “mengancam”
akan meninjau kembali hubungan bilateral yang telah disepakati (20/11).
Ekspektasi masyarakat akan isi surat yang
dikirim SBY adalah adanya upaya pemutusan kerjasama bilateral kedua negara. Karena
pidato yang disampaikan SBY mengarah pada hal tersebut. Tetapi hal itu tidak
terbuktikan pasalnya surat balasan Abbott tidak ada kalimat “I am sorry”
alias permintaan maaf.
SBY telah menyampaikan apa isi atau
subtansi surat yang dikirim oleh Australia. Menurutnya, balasan Abbot sudah
seperti yang ia harapkan. Ada tiga poin penting dalam surat balasan Abbott. Pertama, Australia ingin agar hubungan bilateral dengan Indonesia tetap
terjaga dengan baik. Kedua, Australia tidak akan mengulangi sesuatu yang dapat
merugikan Indonesia pada masa yang akan datang. Ketiga, Australia menyetujui
usulan untuk menata kembali hubungan bilateral –termasuk pertukaran intelijen-
dan aturan yang disepakati kedua belah pihak negara. SBY kemudian mengutus utusan khusus (Menlu) guna memantau isu-isu yang
berkembang pasca penyadapan.
Pokok inti surat balasan Abbott pada SBY menunjukkan dan
meyiratkan pesan bahwa posisi Australia amat sangat penting bagi Indonesia. Australia
menepatkan Indonesia sebagai mitra dalam hal apapun bagi Indonesia (politik,
ekonomi keamanan dan lainnya). Ekspektasi publik terhadap isi surat SBY pun terjawab.
Setidaknya ini bisa dicermati dari poin ketiga isi balasan surat Abbott. Poin ketiga
di atas menunjukkan ketidakberdayaan SBY jika kehilangan Australia. Kalimat Abbott
“Australia menyetujui usulan untuk menata kembali hubungan bilateral –termasuk pertukaran
intelijen...” mengindikasikan bahwa SBY lah yang menawarkan perbaikan hubungan
pada surat yang ia kirim sebelumnya. Terhadap kontradiksi dengan pidatonya yang
menunjukkan pesan “ancaman” bagi Australia.
Seberapa hebatkah Australia di mata Indonesia? Sehingga SBY
begitu “sayang” jika kehilangan. Protes rakyat yang berisi pesan “putuskan
hubungan dengan Australia” hanya isapan jempol. SBY lebih memilih tetap
melakukan kerjasama dengan Australia ketimbang mempertimbangkan aspirasi
rakyatnya. Sekali lagi ada apa dengan SBY-Abbott?
Jika surat balasan Abbott sudah seperti yang diharapkan
SBY, maka hubungan yang memanas antara SBY-Abbott yang ramai dibicarakan telah
berakhir. Tidak ada sesuatu yang “spesial”. Harapan yang ditawarkan adalah
perbaikan hubungan. Langkah politik internasional yang diambil SBY meninggalkan
tanda tanya besar. Ini adalah bukti ketidakberdayaan dan percaya diri Indonesia
dalam membangun bangsa secara mandiri.
Simpulan: Pembacaan di atas adalah bahwa surat balasan Abbott
atas surat yang dikirim SBY mengandung subtansi upaya perbaikan hubungan yang
lebih baik antara Indonesia-Australia.
Isi balasan surat tersebut di atas telah sesuai dengan harapan SBY,
bukan rakyat Indonesia yang menuntut permintaan maaf Australia. Selanjutnya, Presiden perlu
mencermati isu-isu dalam hubungan bilateral pasca penyadapan. Presiden perlu
mengambil peran sebagai pengendali hubungan bilateral agar dapat memutus jika
ada pihak –negara yang bermitra- melanggar kesepakatan. (Sumber data
informasi: Media Indonesia).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar