Selasa, 26 November 2013

Akhir “Rame-Rame” Isu Penyadapan (Mencermati Surat Menyurat SBY-Abbott)

Oleh Ali Topan DS
Pasca protes keras yang dilakukan oleh rakyat Indonesia atas aksi penyadapan Australia, SBY akhirnya menyurati PM Australia Tonny Abbott (21/11). Entah apa isi surat SBY tersebut, karena ia tidak merinci apa yang akan disampaikan melalui suratnya. Saat SBY memberikan pidato keterangan pers atas keberatannya terhadap aksi penyadapan Australia, ia “mengancam” akan meninjau kembali hubungan bilateral yang telah disepakati (20/11).
Ekspektasi masyarakat akan isi surat yang dikirim SBY adalah adanya upaya pemutusan kerjasama bilateral kedua negara. Karena pidato yang disampaikan SBY mengarah pada hal tersebut. Tetapi hal itu tidak terbuktikan pasalnya surat balasan Abbott tidak ada kalimat “I am sorry” alias permintaan maaf.
SBY telah menyampaikan apa isi atau subtansi surat yang dikirim oleh Australia. Menurutnya, balasan Abbot sudah seperti yang ia harapkan. Ada tiga poin penting dalam surat balasan Abbott. Pertama, Australia ingin agar hubungan bilateral dengan Indonesia tetap terjaga dengan baik. Kedua, Australia tidak akan mengulangi sesuatu yang dapat merugikan Indonesia pada masa yang akan datang. Ketiga, Australia menyetujui usulan untuk menata kembali hubungan bilateral –termasuk pertukaran intelijen- dan aturan yang disepakati kedua belah pihak negara. SBY kemudian mengutus utusan khusus (Menlu) guna memantau isu-isu yang berkembang pasca penyadapan.
Pokok inti surat balasan Abbott pada SBY menunjukkan dan meyiratkan pesan bahwa posisi Australia amat sangat penting bagi Indonesia. Australia menepatkan Indonesia sebagai mitra dalam hal apapun bagi Indonesia (politik, ekonomi keamanan dan lainnya). Ekspektasi publik terhadap isi surat SBY pun terjawab. Setidaknya ini bisa dicermati dari poin ketiga isi balasan surat Abbott. Poin ketiga di atas menunjukkan ketidakberdayaan SBY jika kehilangan Australia. Kalimat Abbott “Australia menyetujui usulan untuk menata kembali hubungan bilateral –termasuk pertukaran intelijen...” mengindikasikan bahwa SBY lah yang menawarkan perbaikan hubungan pada surat yang ia kirim sebelumnya. Terhadap kontradiksi dengan pidatonya yang menunjukkan pesan “ancaman” bagi Australia.
Seberapa hebatkah Australia di mata Indonesia? Sehingga SBY begitu “sayang” jika kehilangan. Protes rakyat yang berisi pesan “putuskan hubungan dengan Australia” hanya isapan jempol. SBY lebih memilih tetap melakukan kerjasama dengan Australia ketimbang mempertimbangkan aspirasi rakyatnya. Sekali lagi ada apa dengan SBY-Abbott?
Jika surat balasan Abbott sudah seperti yang diharapkan SBY, maka hubungan yang memanas antara SBY-Abbott yang ramai dibicarakan telah berakhir. Tidak ada sesuatu yang “spesial”. Harapan yang ditawarkan adalah perbaikan hubungan. Langkah politik internasional yang diambil SBY meninggalkan tanda tanya besar. Ini adalah bukti ketidakberdayaan dan percaya diri Indonesia dalam membangun bangsa secara mandiri.

Simpulan: Pembacaan di atas adalah bahwa surat balasan Abbott atas surat yang dikirim SBY mengandung subtansi upaya perbaikan hubungan yang lebih baik antara Indonesia-Australia. Isi balasan surat tersebut di atas telah sesuai dengan harapan SBY, bukan rakyat Indonesia yang menuntut permintaan maaf Australia. Selanjutnya, Presiden perlu mencermati isu-isu dalam hubungan bilateral pasca penyadapan. Presiden perlu mengambil peran sebagai pengendali hubungan bilateral agar dapat memutus jika ada pihak –negara yang bermitra- melanggar kesepakatan. (Sumber data informasi: Media Indonesia).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar