Oleh: Ali Topan DS
Sadar atau tidak, saat ini aset negara (nasional)
telah banyak dikuasai asing. Tentu saja ini dapat diartikan dengan “penjajahan”.
Kebijakan pemerintah yang menguntungkan kepentingan asing ibarat mengerdilkan tuan
rumah di dalam rumahnya sendiri. Menurut Rektor Universitas Gajah Mada, Pratikno,
sekitar 70 persen aset negara telah dikuasai pihak asing.
Agenda pemerintah merelaksasi Daftar Negatif Investasi (DNI)
menuai perbedaan pendapat. Sebagian berpandapat
bahwa DNI dikhawatirkan hanya akan mementingkan investor asing dan akan
merugikan kedaulatan ekonomi dalam negeri. Sementara dipihak lain berpandangan bahwa
dengan masuknya modal dari investor asing dianggap akan membantu memperbaiki
defisit neraca.
Pemerintah harus berhati-hati dalam membuat
kebijakan terkait aturan investor. Aturan tersebut diharapkan berpihak untuk
kepentingan nasional. Menurut Ahmad Erani, Direktur Institute for Devolepment
of Economics and Finance (INDEF) pemerintah sangat perlu akan kehadiran para
investor, tetapi harus pula mengedepankan kepentingan nasional dalam hal
kebijakan ekonomi. Investor dapat berperan sebagai sumber cadangan devisa. Namun,
perlu pengawasan dari pemerintah agar tidak salah pengaturan. Gubernur Bank
Indonesia, Agus Martowardoyo memberikan pandangan jika modal investor sebaiknya
diarahkan untuk pembangunan ekonomi berkelanjutan dengan memperbaiki transaksi
berjalan.
Meski demikian, modal dari investor sebagai
cadangan devisa pun menuai kritik. Menurut Kepala Pusat Studi Ekonomi
Kerakyatan UGM, Revrison Baswir, bahwa pemerintah sebetulnya mengalami
kepanikan dalam merespon keadaan ekonomi nasional. Hal ini terlihat dari upaya
membuka ruang seluas-luasnya bagi investor untuk mendapat cadangan devisa.
Seperti diwacanakan, pemerintah akan membuka lima
bidang usaha bagi investor, yakni, pelabuhan, bandar udara, uji kendaraan
bermotor, terminal darat dan distribusi film. Pembukaan terhadap bidang di atas
akan menambah kompetisi atau persaingan antara pengusaha lokal dan asing. Hanya,
pemerintah perlu mengutamakan pengusaha lokal.
Perlu dicermati, mendekati pemilihan umum 2014
mendatang banyak oknum yang punya kepentingan di atas kepentingan (bersifat sesaat dan
menyesatkan). Kepentingan itu dapat menjadi sesuatu yang “naif” jika mengabaikan kepentingan rakyat. Kebijakan ekonomi
dan politik memang saling memengaruhi. Pemilik modal bisa saja “bermain mata”
dengan pengambil kebijakan dalam melanggengkan project nya. Demikian kasus
di atas. Perlu mengkritiki segala “gerak-gerik” pemerintah dalam membuat
regulasi.
Kesimpulan penulis
adalah: Perlu mengawal kebijakan pemerintah
dalam membuat regulasi. Terlebih jika hal itu menyangkut aset negara. Negara ini
tidak boleh lagi “kecolongan” oleh aturan yang meng-iya-kan aset negara lepas. Pemerintah seharusnya tidak perlu
gegabah dengan membuka kran investor guna menjadikannya sebagai cadangan
devisa. Modal dari investor memang diperlukan. Tetapi pada tempat yang tepat
seperti upaya perekonomian berkelanjutan dengan melakukan perbaikan transaksi
berjalan. Tentu
saja hal yang paling penting adalah tanggung jawab para pengambil kebijakan. Mereka
tidak boleh secara parsial dalam pengambilan keputusan yang menguntungkan
segelintir orang dan menafikkan banyak kepentingan (rakyat). (sumber data: Media
Indonesia, Kompas.com, Merdeka.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar