Oleh: Ali Thaufan DS
Saat kasus penyadapan Australia kepada Indonesia,
saya (penulis) membuat catatan kecil tentang “keruntuhan wibawa” negara
Indonesia. Catatan itu penulis himpun dari berbagai sumber media cetak maupun
elektronik. Satu kesimpulan yang penulis nyatakan, bahwa negara Indonesia kini
tidak lagi berwibawa dihadapan negara lain; negara Indonesia “dilecehkan”;
serta pemerintah lambat dalam mengambil keputusan.
Kini, giliran kepala negara Indonesia, Presiden
SBY yang mengalami “keruntuhan wibawa”. Diakhir pemerintahannya, ia harus
menerima sikap banyak orang terkait kinerja yang tidak memuaskan. Terlepas dari
banyaknya penghargaan baik dalam maupun luar negeri, SBY dinilai gagal dalam
banyak hal, terutama menyangkut problematika bangsa. Dalam catatan ini, penulis
mencatat ada beberapa hal yang menurut penulis telah meruntuhkan wibawa seorang
SBY. Penulis mengamati pemberitaan seputar SBY dari awal 2013 hingga 2014.
Hal yang dapat dinilai sebagai indikasi runtuhnya
wibawa seorang presiden SBY adalah: Pertama, SBY kembali mengambil tapuk
kepemimpinan di partai yang dibesarkan, Partai Demokrat. Kemelut internal
partai Demokrat saat dipimpin Anas Urbaningrum sangat keras. Elit partai saling
“sikut” terkait merosotnya elektabilitas partai. Hal ini disebabkan beberapa
kader dan bahkan sang Ketua Umum Demokrat terjerat kasus korupsi. Dengan dalih
ini, SBY kemudian “melempar” Anas ke KPK dan mengambil alih kepemimpinan
partai. Tentu saja, peristiwa ini sangat sarat unsur politik. SBY pun terkesan “serakah”
jabatan partainya. Selain sebagai ketua dewan pembina, ketua dewan kehormatan,
ia pun kini sebagai ketua umum partai.
Kedua, adalah aksi penolakan Ruhut Sitompul sebagai
ketua komisi III DPR RI. Penolakan atas diusulkannya Ruhut sebagai ketua komisi
gencar disuarakan oleh anggota komisi III. Keberatan dan kritik disampaikan
pada Ruhut jika ia menjadi ketua komisi. Ya, keputusan mengganti Pasek Gede
Suardika dengan Ruhut adalah keputusan Demokrat. Tentu saja keputusan itu
didasarkan atas pertimbangan SBY sebagai ketua umum partai dengan ketua fraksi
Demokrat DPR. Tetapi, keputusan SBY dan fraksi ditolak mentah-mentah oleh
anggota komisi. Hal ini dapat dinilai sebagai keputusan SBY yang tidak
diindahkan lagi. Maka, kesimpulan yang terbangun adalah SBY tak lagi berwibawa
dihadapan anggota komisi III.
Ketiga adalah pernyataan emosional SBY saat dituduh Lutfi
Hasan Ishaq (LHI) sebagai orang yang kenal dengan Bunda Putri. SBY menunjukkan
marahnya. Sebelumnya, LHI mengungkap nama Bunda Putri dalam sidang kasus suap
impor daging sapi. Lutfi mengungkap hubungan SBY-Bunda Putri. Menurut LHI,
Bunda Putri punya hubungan spesial dengan SBY, termasuk pengetahuan soal
rencana reshuffle kabinet SBY. SBY yang dikenal santun bicara sontak
marah. Dalam konferensi pers, ia menantang LHI untuk membuktikan pengakuannya
tersebut. “Seribu persen saya ndak tau bunda putri”, begitulah tanggapan
SBY. Sayangnya, KPK kemudian tidak mendalami siapa sosok Bunda Putri. Muncul dugaan
Bunda Putri sengaja disembunyikan. Atas pernyataan emosional tersebut, SBY
telah menurunkan wibawanya. Seharusnya, ia membuktikan ketidak-kenalannya dengan
Bunda Putri secara hukum.
Keempat, runtuhnya wibawa SBY dalam catatan penulis
adalah seputar somasi yang dilakukan oleh pengacara yang ditunjuk SBY untuk “lawan”
yang mengkritiknya. SBY menunjuk pengacara Otto Hasibuan untuk menuntaskan
secara hukum berbagai miring yang dialamatkan pada dirinya. Soal somasi yang
dilakukan pengacara SBY menjadi topik menarik berbagai media. Seperti diketahui,
beberapa orang yang tersomasi antara lain: Sri Mulyono (aktivis Pergerakan
Perhimpunan Indonesia); Fahri Hamzah (politisi PKS) dan Rizal Ramli (Mantan
Menteri Perekonomian)
Ketiga orang di atas tidak tinggal diam atas
somasi yang dialamatkan padanya. Sri Mulyono disomasi akibat tulisannya yang
provokatif, bahwa Ibas dan SBY juga harus diperikasa KPK karena dianggap
terlibat kasus Hambalang. Atas somasinya yang ditujukan pada Sri, ia malah
menantang SBY agar membuat tulisan jawaban guna menandingi tulisan Sri. Fahri Hamzah
pun demikian. Ia memang terkenal “banyak omong” mendesak agar KPK memeriksa
Ibas karena keterkaitannya dalam kasus Hambalang.
Somasi selanjutnya diperuntukan pada Rizal Ramli. Mantan
menteri perekonomian tersebut melontarkan pernyataan bahwa jabatan Wapres
Budiono adalah gratifikasi dari kasus Century. Tentu saja, pernyataan
itu amat kontroversial. Tetapi somasi pengacara SBY balik ditantang oleh Rizal.
Ia menghimpun 200 pengacara untuk mengadapi somasi tersebut. Rizal berdalih
bahwa penyataannya tersebut adalah bagian dari kebebesan berpendapat. Karena pendapatannya
di somasi pengacara SBY, maka Rizal pun menggalang dukungan 200 pengacara
melawan kekuatan anti demokrasi. Perlawanan Rizal ini jelas-jelas meruntuhkan
wibawa presiden SBY. Pengacara bentukannya seakan dibuat tak berdaya dengan
perlawanan 200 pengacara Rizal.
Tim kuasa hukum yang dibentuk SBY bahkan
memunculkan spekulasi dan anggapan bahwa SBY pasang tameng guna menghadapi
berbagai tuduhan pasca lengsernya nanti. Sejak saat ini ia mempersiapkan
pengacara untuk melindungi dari berbagai tuduhan hukum atas dirinya dan
keluarga. Menurut penulis, tentu saja anggapan ini sangat subjektif jika.
Keempat catatan penulis di atas adalah sedikit dari banyaknya
wibawa SBY yang runtuh. Berbagai fenomena terkait dengan SBY yang dianggap
meruntuhkan wibawanya tentu masih banyak. Tergantung penilaian orang lain yang
melihatnya. Perlawanan Anas pada SBY juga dianggap sebagai runtuhnya wibawa
SBY; demo dengan mencoret-coret muka SBY bisa dinilai sebagai indikasi
runtuhnya wibawa SBY; dan pernyataan-pernyataan bernada keluhan juga bagian
dari runtuhnya wibawa SBY.