Oleh: Ali Topan DS
Meski pemilihan calon
legislatif masih satu tahun lagi, namun geliat politik sudah begitu gencar
terasa. Masing-masing partai telah melancarkan manuver pada partai lain.
Bahkan, tak puas menyebut nama partainya, nama orang tertentu menjadi sasaran
lawan masing-masing. Masa verifikasi calon anggota legislatif memang belum
usai. Masing-masing parpol telah menyusun strategi untuk menetapkan Daftar
Caleg Sementara (DCS) dengan berbagai kriteria dan nilai positif. Semua itu
mereka lakukan agar suara partai dapat terdongkrak dari caleg yang telah mereka
(parpol) saring dengan ketat.
Upaya parpol untuk
menghadirkan anggota legislatif yang “bersih” dari berbagai kasus hukum mutlak
dibutuhkan. Hal ini seiring banyaknya anggota legislatif dari partai tertentu
yang terjerat kasus hukum, baik ditingkatan daerah maupun pusat. Masyarakat
semakin tidak percaya dengan wakil rakyat yang dahulu pernah ia pilih dan
didukung.
Persoalan ketidakpercayaan
inilah yang kemudian membuat masyarakat semakin acuh tak acuh dengan proses
pemilihan yang demokratis. Tidak salah jika masyarakat lebih memilih golput
alias tidak memilih. Pilihan golput bukan tanpa alasan. Selama ini, berbagai
macam rapat yang dilaksanakan oleh anggota dewan toh tak membuat harga sembao turun; kinerja anggota dewan yang
kebanyakan mementingkan kelompoknya; serta kasus yang menjerat anggota dewan
adalah benar-benar memakan uang rakyat, uang yang dibayar dari pajak rakyat.
Maka, tidak ada pilihan lain, partai politik harus mengajarkan proses demokrasi yang baik. Partai harus menempatkan figur caleg yang mempunyai kompetensi dan integritas kepada masyarakat. Parpol tidak cukup hanya menepatkan caleg yang populer saja, jika hal itu tidak dibarengi dengan kapasitas yang ia miliki. Meningkatnya jumlah golput setidaknya meyadarkan pada para elit parpol bahwa mereka (parpol) harus menghadirkan wakil rakyat yang merakyat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar