Oleh: Ali Topan DS
Menjelang pemilihan
umum legislatif 2014, beberapa partai
politik telah menyerahkan Daftar Caleg Sementara (DCS). Diawali Partai Keadilan
Sejahtera yang menyerahkan DCS kemudian disusul partai-partai lainnya. Tidak
berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, caleg yang diusung partai ada yang sudah
menduduki jabatan legislatif; caleg pindahan dari partai lain; dan tentu saja
caleg dari kalangan artis.
Saat ini tingkat
kepercayaan masyarakat terhadap kinerja anggota telah menurun. Masyarakat mulai
apatis dengan hal-hal yang bersifat politis. Kasus korupsi yang menjerat
sebagian anggota legislatif ditingkat pusat sampai daerah telah mempengaruhi
semangat memilih. “Ogah ngurus partai,
banyak yang korup”, bagitulah kira-kira yang dirasakan masyarakat. Pada
saat seperti ini, partai harus mengembalikan kepercayaan masyarakat. Salah
satunya menghadirkan caleg atau anggota legislatif yang koperatif terhadap
rakyat. Partai mulai berlomba mencari simpati publik. Salah satunya dengan
rekrut caleg dari kalangan artis.
Dinilai artis dapat
mendongkrak suara partai, wajar bila partai memilih figur artis. Artis dirasa
sudah terkenal, sehingga pemilih mudah menghafal nama dan wajah. Selain itu,
karena artis memiliki fans, maka itu
bisa jadi basis konstituen. Track record
artis mesti tidak terlalu bagus atau berprestasi, tetapi jarang ditemukan caleg
artis yang terjerat kasus hukum. Meski ada, (seperti kasus Wanda Hamidah)
tetapi tidak terbukti secara hukum.
Sementara itu, menurut
pengamat politik dari UGM, Arif Sujito, rekrutmen artis sebagai caleg dinilai
sebagai kegagalan kaderisasi dalam tubuh partai. Tentu saja pernyataan ini
dapat dibenarkan. Bagaimana tidak, ratusan atau ribuan kader partai ngantri untuk bisa berkarir di partai
dengan mencalon diri sebagai caleg, tetapi itu bisa terganjal hanya karena
kehadiran artis. Selain itu, pemilu pada 2009 yang cukup banyak melibatkan
artis juga tidak maksimal. Ada juga artis yang diusung partai tertentu, tetapi
gagal. Hal ini disebabkan kurangnya sosialisasi nama lengkap si artis. Di mata
publik artis terkadang lebih terkenal dengan nama sebutan/panggilan. Maka, bagi
artis yang nyaleg, diperlukan waktu untuk
sosialisasi, utamanya nama lengkapnya.
Melihat fakta artis masih menjadi daya tarik partai, penulis menyarankan agar partai benar-benar secara selektif menyaring nama-nama artis tersebut. Kehidupan glamor seorang artis tentu saja bisa mendekatkannya dengan narkoba. Karenanya, partai juga harus memperhatikan aspek tersebut agar tidak terganjal hukum dikemudian hari. Partai tidak boleh hanya sekedar memanfaatkan artis dari sisi popularitas atau bahkan finansial saja, tetapi partai juga mesti melakukan pendidikan politk dan demokrasi kepada artis caleg. Dengan demikian artis caleg juga mengerti hakikat politik dan berdemokrasi dengan baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar