Oleh: Ali Thaufan Dwi
Saputra (Direktur Program Institut Studi Strategi Indonesia, Peneliti Parameter
Politik Indonesia)
Menjelang Pemilu
2019, berbagai lembaga survei merilis hasil survei. Tidak hanya elektabilitas
calon presiden dan wakil presiden, beberapa lembaga survei juga merilis
elektabilitas partai politik peserta Pemilu. Sebagian hasil survei menjadi
kabar gembira bagi capres dan parpol. Sebagian lagi menjadi kabar yang
mengecewakan. Tidak jarang, hasil survei dianggap kontroversial.
Tingginya angka parliamentary threshold (ambang batas
parlemen) sebesar 4 persen membuat seluruh partai politik harus bekerja ekstra
keras. Dalam berbagai survei, diperkirakan ada beberapa parpol yang tak masuk
parlemen (DPR RI), salah satunya Partai Amanat Nasional (PAN). Hal ini merujuk hasil
survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) pada Januari 2018 dan
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada Juli 2018. Hasil survei SMRC dan
LIPI memang bukan hal yang menggembirakan bagi PAN. Tetapi survei tersebut bisa
menjadi cambuk koreksi diri agar PAN memperbaiki performance menjelang Pemilu.
Pada awal Januari
2018, lembaga survei SMRC menyebut PAN diprediksi tak lolos ambang batas. PAN
hanya mendapat 2,0 persen (di bawah ambang batas 4 persen). Menanggapi hal itu,
Wakil Ketua Umum PAN Hanafi Rais menyebut bahwa lembaga-lembaga survei patut
dipertanyakan kredibilitasnya. Ia bahkan menyebut lembaga survei kerap
menggiring opini dan sarat dengan kepentingan politik dan bisnis semata.
Hasil survei LIPI yang
dirilis Juli 2018, menyebut elektabilitas PAN hanya 2,3 persen. Survei ini
ditanggapi beberapa politisi PAN, salah satunya Saleh P. Daulay. Menurutnya,
hasil survei kerap berbeda dengan hasil real
count KPU. Oleh sebab itu, PAN tidak ambil pusing atas survei yang
mengatakan bahwa PAN tidak lolos DPR.
Hasil-hasil survei
memang terbuka untuk diperdebatkan, terlebih menyangkut metode survei. Hasil
survei juga sering kali tidak sesuai dengan hasil Pemilu. Oleh sebab itu, temuan
servei terkadang diabaikan begitu saja oleh sebagian parpol. Menurut Daulay,
survei yang dilakukan lembaga survei adalah mengukur elektabilitas. Sedangkan
Pileg adalah memilih daftar nama caleg. Hal inilah yang menurut Daulay menjadi
pembeda setiap hasil survei dengan hasil penghitungan suara.
Hasil-hasil survei
seharusnya bisa menjadi catatan penting bagi PAN dalam menyusun strategi dan
kebijakan partai menjelang Pemilu. Melalui hasil survei, PAN bisa membaca peta
kekuatan lawan (parpol lainnya), juga membaca keinginan rakyat dalam menentukan
pilihan (partai/caleg). Oleh karena ini, betapapun kontroversialnya hasil
survei, terdapat temuan yang bisa dimanfaatkan.
Sebagai parpol yang
lahir dari rahim reformasi, PAN bisa dikatakan memiliki basis massa pemilih
muslim modernis, dari ormas Islam Muhammadiyah. Partai ini memang identik
sebagai partainya warga Muhammadiyah karena didirikan (pada 1998) oleh Amin
Rais yang saat itu Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammdiyah. Akan tetapi, karena
sifat Muhammadiyah yang tidak berpolitik praktis, maka anggotanya pun bebas
memilih parpol.
Dengan mengandalkan
suara warga Muhammadiyah, PAN harus bersaing dengan parpol lain yang menyasar
basis pemilih yang sama, seperti PBB dan PKS. Ketiga parpol ini sama-sama
memiliki kemiripan dalam corak keagamaan. Mereka lahir dari rahim kelompok
modernisme Islam. Kondisi ini menjadi tantangan tersendiri bagi PAN.
Bagi PAN, Pemilu 2019
terasa berbeda dengan Pemilu 2014 karena pada Pemilu tersebut PAN mencalonkan
ketua umunya, Hatta Rajasa. Pada Pemilu 2019 yang berlangsung serentak,
parpol-parpol yang tidak mencalonkan kadernya sebagai capres-cawapres tentu
menghadapi persoalan tersendiri. Pada satu sisi parpol mengkampanyekan kader
parpol lain untuk kampanye pilpres, dan pada sisi lain harus berkampanye
sendiri untuk memenangkan kadernya di pileg.
Meski menghadapi
berbagai tantangan seperti keserentakan Pemilu dan tingginya ambang batas
parlemen, PAN mempunyai peluang untuk meningkatkan suara karena Ketua Umum PAN
Zulkifli Hasan menduduki jabatan sebagai Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat
(MPR), sebuah jabatan yang terbilang istimewa. Kedudukan Zulkifli sebagai ketua
lembaga negara bisa menjadi magnet untuk menggaet pemilih dari berbagai
kalangan (tidak hanya muslim).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar