Jumat, 07 September 2018

Hasil Survei yang Tak Menguntungkan PAN


Oleh: Ali Thaufan Dwi Saputra (Direktur Program Institut Studi Strategi Indonesia, Peneliti Parameter Politik Indonesia)

Menjelang Pemilu 2019, berbagai lembaga survei merilis hasil survei. Tidak hanya elektabilitas calon presiden dan wakil presiden, beberapa lembaga survei juga merilis elektabilitas partai politik peserta Pemilu. Sebagian hasil survei menjadi kabar gembira bagi capres dan parpol. Sebagian lagi menjadi kabar yang mengecewakan. Tidak jarang, hasil survei dianggap kontroversial.

Tingginya angka parliamentary threshold (ambang batas parlemen) sebesar 4 persen membuat seluruh partai politik harus bekerja ekstra keras. Dalam berbagai survei, diperkirakan ada beberapa parpol yang tak masuk parlemen (DPR RI), salah satunya Partai Amanat Nasional (PAN). Hal ini merujuk hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) pada Januari 2018 dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada Juli 2018. Hasil survei SMRC dan LIPI memang bukan hal yang menggembirakan bagi PAN. Tetapi survei tersebut bisa menjadi cambuk koreksi diri agar PAN memperbaiki performance menjelang Pemilu.

Pada awal Januari 2018, lembaga survei SMRC menyebut PAN diprediksi tak lolos ambang batas. PAN hanya mendapat 2,0 persen (di bawah ambang batas 4 persen). Menanggapi hal itu, Wakil Ketua Umum PAN Hanafi Rais menyebut bahwa lembaga-lembaga survei patut dipertanyakan kredibilitasnya. Ia bahkan menyebut lembaga survei kerap menggiring opini dan sarat dengan kepentingan politik dan bisnis semata.

Hasil survei LIPI yang dirilis Juli 2018, menyebut elektabilitas PAN hanya 2,3 persen. Survei ini ditanggapi beberapa politisi PAN, salah satunya Saleh P. Daulay. Menurutnya, hasil survei kerap berbeda dengan hasil real count KPU. Oleh sebab itu, PAN tidak ambil pusing atas survei yang mengatakan bahwa PAN tidak lolos DPR.

Hasil-hasil survei memang terbuka untuk diperdebatkan, terlebih menyangkut metode survei. Hasil survei juga sering kali tidak sesuai dengan hasil Pemilu. Oleh sebab itu, temuan servei terkadang diabaikan begitu saja oleh sebagian parpol. Menurut Daulay, survei yang dilakukan lembaga survei adalah mengukur elektabilitas. Sedangkan Pileg adalah memilih daftar nama caleg. Hal inilah yang menurut Daulay menjadi pembeda setiap hasil survei dengan hasil penghitungan suara.

Hasil-hasil survei seharusnya bisa menjadi catatan penting bagi PAN dalam menyusun strategi dan kebijakan partai menjelang Pemilu. Melalui hasil survei, PAN bisa membaca peta kekuatan lawan (parpol lainnya), juga membaca keinginan rakyat dalam menentukan pilihan (partai/caleg). Oleh karena ini, betapapun kontroversialnya hasil survei, terdapat temuan yang bisa dimanfaatkan.

Sebagai parpol yang lahir dari rahim reformasi, PAN bisa dikatakan memiliki basis massa pemilih muslim modernis, dari ormas Islam Muhammadiyah. Partai ini memang identik sebagai partainya warga Muhammadiyah karena didirikan (pada 1998) oleh Amin Rais yang saat itu Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammdiyah. Akan tetapi, karena sifat Muhammadiyah yang tidak berpolitik praktis, maka anggotanya pun bebas memilih parpol.

Dengan mengandalkan suara warga Muhammadiyah, PAN harus bersaing dengan parpol lain yang menyasar basis pemilih yang sama, seperti PBB dan PKS. Ketiga parpol ini sama-sama memiliki kemiripan dalam corak keagamaan. Mereka lahir dari rahim kelompok modernisme Islam. Kondisi ini menjadi tantangan tersendiri bagi PAN.

Bagi PAN, Pemilu 2019 terasa berbeda dengan Pemilu 2014 karena pada Pemilu tersebut PAN mencalonkan ketua umunya, Hatta Rajasa. Pada Pemilu 2019 yang berlangsung serentak, parpol-parpol yang tidak mencalonkan kadernya sebagai capres-cawapres tentu menghadapi persoalan tersendiri. Pada satu sisi parpol mengkampanyekan kader parpol lain untuk kampanye pilpres, dan pada sisi lain harus berkampanye sendiri untuk memenangkan kadernya di pileg.

Meski menghadapi berbagai tantangan seperti keserentakan Pemilu dan tingginya ambang batas parlemen, PAN mempunyai peluang untuk meningkatkan suara karena Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan menduduki jabatan sebagai Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), sebuah jabatan yang terbilang istimewa. Kedudukan Zulkifli sebagai ketua lembaga negara bisa menjadi magnet untuk menggaet pemilih dari berbagai kalangan (tidak hanya muslim).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar