Oleh:
Ali Topan DS
Rakyat benar-benar “tercekik” dengan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi. Bahkan, sebelum
pengumuman kenaikkan harga BBM bersubsidi, harga-harga barang lainnya seperti
sembako sudah mengalami kenaikkan. Kenyataan ini harus diterima masyarakat,
terlebih bagi masyarakat miskin.
Sebagai
ganti atas kenaikan BBM, pemerintah akan memberikan kompensasi yakni Bantuan
Langsung Sementara Masyarakat (BLSM). Progam pemerintah ini mendapat kritik
dari banyak kalangan, pengamat ekonomi, politik dan aktivis mahasiswa. Sebagian
beranggapan bahwa BLSM adalah progam yang tidak mendidik serta pembodohan
rakyat. Rakyat miskin hanya diberi uang yang jumlahnya tidak sebanding dengan naiknya
keperluan sandang pagan.
Sementara
banyak pengamat politik dan partai oposisi (PDIP, Gerindra, Hanura) serta PKS menganggap
bahwa progam BLSM akan mudah terkontaminasi kepentingan politik menjelang
pemilu 2014. Mereka beranggapan bahwa bantuan yang diberikan akan dibalut
kepentingan partai tertentu. Bahkan BLSM ini nantinya akan dijadikan pencitraan
Partai Demokrat yang selama ini mulai ditinggalkan pemilih sebelumnya.
Sebagian
kalangan memang menyayangkan BLSM meski pada sisi lainnya rakyat cukup
mengharapkan. Rakyat miskin sangat antusias menerima bantuan tersebut, meski
kesedihan diraut muka mereka terpancar dari tatapan saat antrian panjang
menunggu giliran panggilan.
BLSM
banyak dinilai kalangan tidak tepat sasaran. Banyak rakyat yang dianggap kaya,
namun ia masih saja mendapatkan jatah BLSM. Hal tersebut sebagaimana terjadi Makasar
Sulawesi Selatan. Lain halnya di Makasar, di Subang malah sebanyak 159 rakyat
miskin tidak kebagian BLSM. Hal ini dikarenakan data jumlah rakyat miskin yang morat marit. Hal serupa juga terjadi di
Bengkulu.
Salah
satu lembaga survey, Lingkaran Survei Indonesia (LSI) menyatakan bahwa 72,33%
warga meyakini BLSM tak tepat sasaran, 24,27% yakin tepat sasaran dan 3,4%
tidak tahu. Hal tersebut didasarkan bahwa maraknya kasus korupsi yang terjadi
di sektor pemerintahan. Tidak salah jika rakyat ketakutan bahwa dana BLSM akan
dikorupsi oleh pihak yang tidak bertangggung jawab.
Rakyat
juga menilai bahwa Presiden SBY adalah orang paling berjasa terkait progam
BLSM. Rakyat miskin merasa dimanjakan dengan uang Rp. 150.000 tersebut. Akan tetapi
ia (SBY) dan partai Demokrat juga dituding sebagai pihak yang paling bersalah
dengan menaikkan BBM bersubsidi. SBY sebagai Presiden tentu menjadi sasaran dan
target untuk dipersalahkan dengan naiknya harga BBM. Rakyat miskin yang tidak
tahu-menahu terkait hitungan dan alasan pemerintah dalam menaikkan BBM, akan
mudah melampiaskan kekesalannya pada SBY.
Jika
ternyata kekesalan dan kebencian rakyat atas naiknya BBM ini ditumpahkan pada
sosok SBY dan Demokrat, maka SBY dan Demokrat harus mencari strategi jitu
lainnya untuk kembali menarik simpati rakyat. SBY harus membuktikan keadaan
ekonomi akan lebih baik pasca naiknya harga BBM ini. Jika tidak, maka “perjudian”
yang selama ini ia rancang akan gagal. Rakyat pun akan berkata, bye-bye SBY-Demokrat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar