Senin, 17 Juni 2013

Kisruh Kartu Jakarta Sehat (KJS), Upaya Pelemahan Popularitas Jokowi



Oleh: Ali Topan DS

Sejak menjabat menjadi Gubernur DKI Jakarta, Jokowi langsung “tancap gas” melakukan gebrakan-gebrakan baru yang menjadi progam andalannya. Sebagai pemimpin yang bertanggung jawab, ia berupaya menepati janji-janjinya saat kampanye. Aksi blusukan terjun langsung ke masyarakat menjadi ciri khas kepemimpinannya. Setidaknya dengan terjun langsung kepada warganya, Jokowi mendengar langsung apa saja keluh kesah rakyatnya. Adapun salah satu progam andalan Jokowi adalah Kartu Jakarta Sehat (KJS).

Kepadatan penduduk di Jakarta memang tidak sebanding dengan luas wilayahnya. Hal tersebut memaksa banyak warga Jakarta baik asli ataupun pendatang rela hidup ditempat kumuh. Tentu saja keadaan tersebut menjadikannya rentan terserang penyakit. Dengan progam KJS, Jokowi berharap agar warga dapat terbantu saat berobat. Bahkan dengan menggunakan KJS, pasien dapat dirawat jalan di seluruh Puskesmas Kecamatan/Kelurahan di Provinsi DKI Jakarta.

Meski demikian, progam KJS ini belum berjalan mulus dan perlu dievaluasi. 16 Rumah Sakit berniat menggundurkan diri dari progam tersebut. prosedur pembayaran masih menjadi masalah utama dari progam KJS. Banyak rumah sakit yang nombok akibat jumlah tagihan pasien KJS. Beberapa rumah sakit pun meminta adanya perbaikan sistem Indonesia Case Base Groups (INA CBGs).

Jokowi juga menyadari bahwa pemanfaatan KJS belum berjalan maksimal. Apalagi banyak pasien yang di kesampingkan saat berobat di Rumah Sakit tertentu dengan menunjukkan KJS. Hal ini tentu saja dapat dimaklumi, mengingat KJS adalah progam pertama yang nantinya akan dijadikan percontohan.

Rame-rame soal kisruh KJS ini mendapat sorotan anggota DPRD DKI Jakarta. Mereka (DPRD DKI) yang mayoritas bukan pendukung Jokowi saat kampanye pilgub lalu, mengkritiki progam unggulan Jokowi tersebut dan berencana untuk melakukan interpelasi dan bahkan pemakzulan. Memang, langkah-langkah cepat Jokowi dalam kepemimpinannya sebagai orang nomor satu di Jakarta kerap mendapat “ganjalan” dari politisi Kebon Sirih (wakil rakyat di DPRD DKI). Ketidakcocokan pola kerja cepat ala Jokowi dan kerja lambat yang menjadi ciri khas anggota dewan menjadi pemicu utama.

Beberapa anggota dewan telah mengumpulkan tanda tangan. Hal ini dilakukan untuk melakukan interpelasi, sebagaimana di syaratkan yakni dua fraksi dan 15 tanda tangan anggota dewan. Awalnya lima fraksi dan 32 anggota dewan mendukung interpelasi. Tetapi kita tinggal empat fraksi dan 11 anggota yang terus berupaya melakukan interpelasi yakni, fraksi Partai Demokrat, PAN, PKB dan Hanura.

Beberapa pengamat politik mengemukakan bahwa langkah anggota dewan untuk interpelasi atau bahkan pemakzulan terhadap Jokowi adalah upaya menurunkan popularitas Jokowi. Mereka menggunakan momen kisruh KJS. Sebagaimana diketahui, popularitas Jokowi dalam bursa capres 2014 memang sangat tinggi. Bahwa ia mengungguli ketua umumnya di PDIP, Megawati dan Prabowo yang dikenal getol mengiklankan Jokowi semasa kampanye lalu.
 
Dengan bekal mengangkat isu kisruh KJS ini, sepertinya lawan-lawan politik Jokowi tetap akan kesulitan menjatuhkan popularitasnya. Dukungan terhadap Jokowi cukup deras untuk terus melanjutkan progam yang dinilai pro rakyat ini. Bahkan Organisasi Masyarakat Persatuan Indonesia (Perindo), bentukan Hary Tanoesudibyo mengelurkan maklumat yang berisi penentangan terhadap DPRD DKI Jakarta jika memakzulkan Jokowi. Wakil Gubernur, Basuki “ahok” bersedia menantang debat terbuka kepada anggota DPRD untuk membahas KJS. Sementara itu, Jokowi hanya berkomentar ringan menanggapi “nggak usah jelek-jelikin saya, saya sudah jelek”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar