Oleh:
Ali Topan DS
“Buruh tani mahasiswa
rakyat miskin kota. Bersatu padu rebut demokrasi...”. Bait lagu tersebut mengiringi
langkah para demonstran yang menolak pemerintah menaikkan harga Bahan Bakar
Minyak (BBM). Di beberapa titik strategis (Gedung DPR/MPR, Istana Negara,
Bundaran Hotel Indonesia dan tempat-tempat lainnya) para mahasiswa, buruh dan
aktivis LSM menyuarakan aspirasinya, menolak kenaikan harga BBM. Beberapa aksi
demonstrasi tersebut berujung bentrok dengan petugas.
Pada
saat bersamaan, para wakil rakyat sedang rapat “alot” di dalam gedung DPR. Anggota
dewan yang terdiri dari total 560 orang adu argumentasi. Fraksi yang tergabung
dalam partai koalisi menyatakan menerima kenaikan harga BBM, kecuali fraksi
PKS. Sedangkan kubu oposisi, yaitu Fraksi Partai PDIP, Gerindra, Hanura dengan
lantang menolak kenaikan harga BBM.
Kenaikan
harga BBM ini memang jauh-jauh hari telah diprediksi oleh baik pengamat politik
maupun ekonomi. Banyak alasan yang menunggangi pemerintah dalam menaikkan harga
BBM. Adanya disparitas harga BBM sangat memungkinkan penyelundupan. Selain itu,
penaikan harga BBM subsidi adalah konsekuensi untuk menyelamatkan perekonomian
nasional.
Pihak
yang tidak setuju kenaikan harga BBM berdalih, jika BBM naik maka efek domino
yang timbul adalah kenaikan harga sembako dan transportasi. Pemerintah juga
tidak perlu menaikkan harga BBM mengingat harga minyak sedang turun. Iming-imging
pemerintah akan memberikan Balsem (bantuan langsung sementara) hanya akan “membodohi”
rakyat kecil. Balsem juga dinilai akan sangat sarat nuansa politik, mengingat
pemilu 2014 di depan mata. Selain itu, para pengamat juga menyayangkan naiknya
harga BBM ini menjelang datang nya bulan Ramadhan. Kenaikkan ini tentu saja
akan meyulitkan rakyat.
Masing-masing
kedua kubu yang mengusung kenaikan atau tidaknya harga BBM memiliki argument
yang sama kuat. Sehingga rapat paripurna pun bentu hasil. Hal tersebut memaksa pengambilan
keputusan dengan cara voting. Tentu saja, partai oposisi akan kalah dari partai
pengusung kenaikan harga BBM, partai koalisi selain PKS.
Terlepas
dari sisi positif dan negatif atas kenaikan BBM sebagaimana yang diprediksi
oleh para pengamat, rakyat dipertontonkan dengan dagelan politik khas senayan. Fraksi partai pendukung kenaikan BBM dengan
jumlah voting 338 suara mengalahkan fraksi “pembela rakyat cilik” yang
mengantongi hasil suara voting sebanyak 181. Tontonan sidang yang diwarnai
interupsi-interupsi dari perwakilan tiap fraksi yang menyampaikan pandangannya
seperti mengelabui dan membodohi rakyat Indonesia. Wong wong cilik tentu hanya terperangah melihat aksi
interupsi-interupsi tersebut. Mereka hanya bisa berharap, harga sembako tak
melambung tinggi.
Rakyat mungkin menerima naikkan harga BBM, tetapi dengan sangat berat hati. Anggota dewan tidak pernah dapat mendengar langsung bagaimana hati jutaan rakyat Indonesia ngedumel serta nelongso menerima kenyataan pahit kenaikkan harga BBM. Ribuan mahasiswa serta serikat buruh harus tertunduk lesu menerima ketuk palu putusan kenaikan harga BBM setelah berjibaku dengan aparat yang mengamankan jalannya paripurna DPR.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar