Oleh:
Ali Topan DS
Fakta
dari berbagai lembaga survei memang menunjukkan bahwa wajah-wajah lama tetap
menghiasi bursa pemilihan calon presiden di 2014 nanti. Nama-nama seperti
Prabowo Subiato, Wiranto, Megawati, Abu Rizal Bakrie, Yusuf Kalla kerap
berkompetisi dalam survei kandidat capres mendatang. Nama-nama tersebut
sepertinya telah menjadi figur partai dan wajah partai. Bahkan figur tunggal
partai kerap kali dijadikan “orang suci” di partainya.
Terkait
nama-nama lama yang masih nonggol di
bursa capres tersebut, manajer Riset Pol-Tracking Institute, Arya Budi,
menjelaskan bahwa masyarakat mulai bosan dengan kemunculan nama-nama lama
tersebut. Masyarakat kini berharap muncul figur daerah yang tampil pada
kontestasi pilpres 2014. Beberapa survei kemudian menawarkan figur-figur
alternatif dari daerah untuk meramaikan bursa capres.
Kemunculan
figur potensial dari daerah ternyata mendapat sambutan hangat dan antusiasme
tersendiri dihati masyarakat. Keberhasilan tokoh daerah saat menjabat mendorong
masyarakatnya untuk mengusung tokoh tersebut sebagai capres. Nama-nama seperti
Jokowi (mantan Wali Kota Solo), Tri Rismaharini (Wali Kota Surabaya), Fadel
Muhammad (mantan Gubernur Gorontalo), serta Isran Noor (bupati Kutai Timur) dianggap
memiliki potensi sebagai capres 2014. Bahkan secara mengejutkan, figur
petensial dari daerah ini sering kali mendulang suara terbanyak dalam beberapa
survei. Sebut saja Jokowi. Ia secara mengejutkan mengalahkan Megawati, Ketua
Umumnya di PDIP dan juga Prabowo yang gencar mempromosikan saat nyalon di pilgub DKI
Integritas
dan keberpihakan pemimpin daerah pada masyarakat yang dirasakan langsung oleh
rakyatnya menjadi poin positif tersendiri. Sehingga masyarakat daerah pun tidak
salah jika berharap agar pemimpin daerahnya kelak juga memimpin negara. Pada
posisi seperti ini, pemimpin didaerah harus benar-benar menunjukkan kinerja
yang maksimal.
Akan
tetapi, pemimpin daerah yang menjadi figur tersebut harus berhadapan dengan
partai politik. Sistem hirarki yang dibangun partai tampaknya terlalu kuat
untuk ditembus figur kader partai yang memimpin didaerah. Kader parpol pemimpin
didaerah sering kali dipandang sebelah mata. Pengabdian terhadap partai masih
menjadi pertimbangan utama ketimbang pengabdiannya terhadap masyarakat dan
daerah yang ia pimpin. Elit parpol sering berdalih, bahwa pengalaman kader
daerah masih di bawah rata-rata.
Dalam
mengusung capres, parpol jarang sekali melibatkan saran dan masukan rakyat.
Seharusnya parpol melihat tingkat kepercayaan publik terhadapnya. Bahwa tidak
semua masyarakat menilai kerja-kerja positif yang ditunjukkan kader parpol di
Dewan Perwakilan. Parpol perlu membuka diri, untuk kemudian memunculkan figur
daerah yang direferensikan publik sebagai capres.
Pengkultusan terhadap tokoh tunggal partai perlu dikaji lebih dalam oleh seluruh kader partai. Figur tunggal yang diusung partai harus memberikan terlebih dahulu bukti real pengabdiannya kepada masyarakat. Apa arti dari pengkultusan figur tunggal di partai jika ia tidak berarti apa-apa bagi masyarakat. Skandal yang melilit figur tunggal partai bisa jadi bomerang bagi pencalonannya. Sudah saatnya partai mempertimbangankan aspirasi masyarakat melalui referensi calon pemimpin ideal yang lahir dari daerah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar