Kamis, 09 Mei 2013

Figur Militer, Tetap Jadi Pilihan Utama Pipres 2014



Oleh: Ali Topan DS

Iseh penakan jamanku tho”. Ya, mungkin anda pernah melihat stiker bergambar Presiden Suharto dan terdapat tulisan tersebut. Tulisan tersebut sepertinya menjadi “cambuk” bagi para aktivis reformasi 1998. Kanapa?, karena pasca reformasi rakyat semakin jauh dari harapan untuk mendapatkan kesejahteraan, keamanan, ketertiban dan kedisiplinan. Tentu saja ini juga bukan salah reformasi itu sendiri.

Stiker bergambar pak Harto itu juga sepertinya sindiran terhadap pemerintah yang semakin tak tahu arah reformasi itu sendiri. Angka kemiskinan era Pak Harto lebih sedikit dibandingkan sekarang. Demikian juga dalam hal tindak kejahatan seks terhadap perempuan; harga palawija; dan jumlah orang bodoh, tenyata era Pak Harto memiliki kelebihan dibanding sekarang. Artinya, pda zaman Pak Harto rakyat lebih adem ayem merasa nyaman. Itulah sebabnya sebagian masyarakat rindu seperti eranya Pak Harto.

Pada saat bersamaan, aktivis sipil menghindari kepemimpinan model militer Suharto. Bahkan lebih ekstrem lagi, menolak pemimpin militer. Tentu saja masing-masing punya alasan kuat terhadap plus minus nya pemimpin militer. Pakar ilmu politik Universitas Indonesia, Budianta, menilai masyarakat Indonesia saat ini kangen dengan eranya Suharto. Masyarakat melihat Suharto dengan latar belakang seorang militer dianggap telah berhasil melakukan pembangunan bangsa. Tetapi, banyak rakyat yang dikelabui oleh kebobrokan pemimpin militer tersebut. Apa arti dari akselerasi pembangunan era Pak Harto, jika kemudian rakyat lah yang harus menanggung beban hutang pembangunan tersebut, demikian menurut Budianto.

Dilihat dari beberapa survei, calon presiden berlatar belakang militer cukup yang laris manis, meski juga ada calon sipil yang menjadi favorit. Banyak orang berharap dengan pemimpin tegas seperti militer, Indonesia akan lebih baik lagi. Meski militer juga satu-satunya pilihan. Hal ini seperti yang disampaikan oleh PBNU. sebagaimana diketahui, menurut PBNU pemimpin ideal untuk 2014 masih dari kalangan militer. Tetapi KH. Sa’id Agil Siroj belum melihat militer yang memiliki kompetensi untuk menjadi presiden.

Sebuah survei yang dilakukan oleh Lembaga Klimatologi Politik menepatkan capres dari kalangan militer masih menjadi pilihan masyarakat. Survei yang dilakukan di 33 Provinsi dengan melibatkan 1.225 responden menepatkan Prabowo Subianto dengan perolehan 19,8% suara, Wiranto 15,4%, Abu Rizal Bakri 14,4%, Megawati 13,3% dan Ani Yudhoyono dengan 4,8%. Demikian hal nya dengan Lembaga Survei Nasional (LSN), yang menempatkan Prabowo Subianto dan Wiranto sebagai capres yang diunggulkan.

Siapa pun dan latar belakang apapun yang menjadi presiden bukan lah persoalan penting. Apapun jargon yang diusung juga bukan hal yang penting. Tetapi mampukah ia mempertanggungjawabkan janji-janji saat ia kampaye; menasionalisasi aset negara yang digondol asing; mengesampingkan urusan partai demi negara serta banyak lagi hal yang harus menjadi bebannya. Rakyat benar-benar membutuhkan pemimpin yang berpihak kepadanya. Jika saja ada pemimpin seperti Pak Harto atau dengan kata lain seorang militer, dan itu menjadi pilihan terbaik, kanapa tidak. Atau jika ada pemimpin sipil yang mampu menjadi solusi juga tidak jadi masalah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar