Rabu, 28 November 2012

Membaca Komaruddin Hidayat: Pemikiran Komaruddin Hidayat Tentang Hakikat Beragama dalam Buku Agama Punya Seribu Nyawa


Komaruddin Hidayat, pria yang akrab dengan sapaan Mas Kom ini bagi mahasiswa UIN Jakarta tentu tidak asing lagi. Ia adalah rector Universitas. Begitu juga bagi masyarakat, karena ia sering menghiasi layar kaca. Komaruddin termasuk salah seorang yang selalu menyuarakan pentingnya menghargai agama orang lain. Hal ini sering ia sampaikan dalam beberapa diskusi yang penulis ikuti. Demikian juga dalam beberapa buku, termasuk buku Agama Punya Seribu Nyawa.

Dalam prolog buku tersebut, Komaruddin membeberkan tentang kemajuan teknologi saat ini. Sehingga sebagian orang sudah merasa tidak perlu agama, karena banyak konflik bermunculan atas nama agama. Namun pada saat bersamaan, orang juga merasa perlu beragama, karena ia sumber ketenangan hidup. Orang merasa perlu beragama karena didalamnya terdapat kebenaran hakiki. Pada titik ini, pemeluk agama disibukkan dengan klaim kebenaran agama tertentu.

Pada bab pertama buku tersebut, Komaruddin menuliskan 14 judul tentang hal-hal yang berkaitan dengan hakikat beragama. Pada judul pertama, Mengapa Kita Beragama?, Komaruddin menyoroti bahwa kepemelukan agama kerap kali dipengaruhi oleh lingkungan. Sampai kemudian orang mampu belajar dengan sendiri, mengenal agamannya sendiri, sehingga ia beragama secara “sadar”. Lebih lanjut, Komaruddin memaparkan bahwa hal paling penting dalam beragama adalah doa. Menurutnya, hal yang mendorong orang berdoa adalah rasa takut kepada kemahabesaran alam semesta. Sehingga seseorang perlu memohon pertolongan dari yang maha segalanya. Selain itu, keyakinan seseorang terhadap adanya Tuhan juga mendorong orang untuk selalu berdoa.

Komaruddin juga menegaskan bahwa Tuhan benar-benar dekat dengan hambanya. Sehingga tak perlu sungkan-sungkan untuk berdoa menghampiri Tuhan. Ada banyak ritual dimana seseorang dapat menyampaikan keluh kesahnya pada Tuhan, yakni solat –dalam Islam. Kita mengenal solat fardu, atau jika merasa kurang, ada beberapa solat sunnah lainnya. Moment solat inilah yang kerap dijadikan tempat utama bagi seorang Muslim untuk menyampaikan curhatnya pada Sang Pencipta. Segala harapan ia panjatkan. Permohonan rezeki, jodoh dan kemudahan dalam pekerjaan diantaranya.

Dalam judul Beragama dengan Cemburu, Komaruddin memotret berbagai konflik keagamaan. Penulis melihat “kekecewaan” Komaruddin terhadap perbedaan paham keagamaan yang kerap menimbulkan kebencian dan perpecahan. Seharusnya perbedaan itu tidak harus berujung dengan hunusan pedang. Jika saja perbedaan harus berakhir dengan jatuhnya korban, maka tidak mengagetkan jika di Indonesia akan banyak korban berjatuhan. Hal ini lantaran masyarakat Indonesia yang plural dan berbeda-beda.

Tanpa bermaksud mereduksi pemikiran, penulis membaca ide Komaruddin dalam buku Agama Punya Seribu Nyawa terlebih pada bab hakikat beragama adalah mengajak orang untuk mencintai agamanya tanpa menafikan agama lainnya. Sehingga orang akan terkesima dengan agama tersebut. Komaruddin juga memberikan contoh beragama dengan santun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar