Rabu, 29 Juni 2016

APBNP 2016 dan Komitmen Membangun Daerah


Oleh: Ali Thaufan DS
 
APBNP Tahun Anggaran 2016 baru saja disahkan DPR, Selasa 28 Juni 2016. Ada yang menarik dalam postur APBNP, pemangkasan anggaran belanja, atau dalam bahasa lain, penghematan anggaran karena kondisi ekonomi kerap tak menentu dan menurunnya penerimaan pajak. Beberapa kementerian mengalami penurunan anggaran. Tentu ini akan berdampak pada kinerja kementerian meski pemerintah telah menerapkan money follow program, bukan lagi money follow function.

Di tengah banyaknya anggaran kementerian yang dipangkas, atau dihemat, anggaran untuk transfer ke daerah dan dana desa mengalami kenaikan, meski tidak signifikan. Tentu saja ini sesuai dengan semangat progam pemerintahan Presiden Joko Widodo, Nawa Cita nomor tiga: “Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan”.

Dalam APBN 2016, secara mengejutkan dana transfer ke daerah dan dana desa mengalami kenaikan begitu besar, sebesar Rp. 770,2 triliun. Jumlah tersebut terdiri dari: Rp. 723,3 triliun dana transfer ke daerah dan 47 triliun dana desa jika dibanding dengan dana desa pada APBNP 2015 yang sebesar 20 triliun, dana desa pada APBN 2016 mengalami kenaikan lebih dua kali lipat. Namun, pada RAPBNP 2016 usulan pemerintah angka tersebut sempat diturunkan menjadi Rp. 758,3 triliun, terdiri dari Rp. 711,3 triliun dana transfer ke daerah dan Rp. 47 triliun dana desa. 

Penurunan tersebut sempat memicu kritik terutama terhadap pemerintah karena dianggap tidak konsisten membangun daerah dan desa. Pemerintah pusat dilabeli “linta penghisap” kekayaan daerah, tanpa memerhatikan pembangunan daerah dan desa. Penurunan anggaran daerah dan desa akan berdampak serius bagi pembangunan di daerah. Beberapa proyek dipastikan “mangkrak” dan tak berlanjut akibat penurunan tersebut. Setelah melalui kajian panjang dan hasil revisi asumsi ekonomi makro seperti asumsi peningkatan harga minyak mentah, lifting migas dan penurunan cost recovery, pemerintah dan DPR kembali menaikkan anggaran dana transfer ke daerah dan dana desa. Dana tersebut mengalami kenaikan menjadi sebesar Rp. 776,3 triliun, yang terdiri dari Rp. 729,3 triliun dan Rp. 47 triliun dana desa.

Anggaran yang demikian besar untuk daerah dan desa harus dibarengi dengan serapan yang tinggi. Pemda dan aparatur desa dituntut untuk dapat memaksimalkan anggaran tersebut dengan membuat perencanaan matang. Namun nyatanya hal tersebut belum terlihat dalam triwulan pertama 2016. Kementerian Keuangan menyampaikan serapan anggaran dana desa pada triwulan pertama hanya Rp. 7 triliun dari anggaran Rp. 47 triliun. Ini tentu menjadi catatan yang harus diperhatikan. Pemerintah desa diminta untuk tidak terkaget dengan anggaran yang demikian besar, lalu tidak berbuat apa-apa untuk pembangunan.

Besarnya dana transfer daerah patut mendapat pengawalan dari penegak hukum dan civil society. Pasalnya, pada 2014 lalu Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat bahwa korupsi di lingkungan Pemda semakin meningkat. Tercatat 97 kasus melibatkan Pemda dan 25 orang menjadi tersangka. Jika dana daerah dibiarkan tanpa pengawasan, bisa saja korupsi yang dilakukan pejabat daerah meningkat tajam. Peningkatan kualitas SDM Pemda juga mutlak dilakukan. Pelayanan publik yang diberikan Pemda masih jauh dari harapan. Data Ombudsman RI menunjukkan masih banyak Pemda yang melakukan pelayanan publik di bawah standar. Dari 114 Kabupaten/Kota di Indonesia, hanya enam Kabupaten/Kota yang mendapat predikat layak melayani publik. 75 Kabupaten/Kota menyandang predikat buruk dalam pelayanan publik dan 33 Kabupaten/Kota mendapat predikat sedang. Rendahnya kualitas pelayanan menjadi hulu munculnya maladministrasi, dan bermuara pada korupsi.[1]

Komitmen membangun daerah dan desa bukan semata menaikkan anggaran, tetapi juga membangun sumber daya manusia dan infrastruktur di daerah. Selain itu, peningkatan kualitas pelayanan publik juga menjadi indikator kemajuan daerah. Pemerintah tidak boleh abai, dan harus menegaskan diri sebagai pelayan masyarakat. APBNP telah mendukung perangkat memajukan pembangunan daerah dan desa dengan penambahan anggaran. 




[1] Lihat: Ringkasan hasil penelitian kepatuhan pemerintah pusat dan pemerintah daerah terhadap standar pelayanan publik sesuai UU No. 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik, Tim Penelitian dan Pengembangan Bidang Pencegahan ORI, 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar