Senin, 05 Oktober 2015

Salim “Kancil” dan Kejamnya Tambang



Oleh: Ali Thaufan DS
 
Nama Salim –yang akrab dengan sebutan Kancil- seketika mendunia. Ia menjadi pahlawan lingkungan hidup saat di desanya terjadi tambang pasir ilegal yang merugikan banyak orang, terutama petani. Perjuangan Salim akhirnya berakhir setelah ia dibunuh sekelompok orang yang pro dengan aktivitas tambang pasir  ilegal. Jasad Salim telah tiada, tetapi semangatnya akan melahirkan “Salim-Salim” lainnya. Tulisan ini hadir mengulas peristiwa kejamnya pembunuhan terhadap Salim –yang mengaja kampung halamannya dari kerusakan lingkungan. Aparat penegak hukum turut pula menjadi sorotan setelah muncul dugaan ada pembiaran upaya pembunuhan Salim.

Selok Awar-Awar merupakan sebuah desa di Kabupaten Lumajang Jawa Timur. Di desa tersebut terdapat kekayaan alam berupa pasir hasil muntahan Gunung Semeru. Kekayaan alam tersebut tentu saja menjadi berkah bagi warga desa. Walhi Jawa Timur memaparkan bahwa aktivitas tambang pasir  di desa tersebut memiliki nilai ekonomi tinggi. Oleh sebab itu tambang tersebut menjadi “primadona” yang hendak meraup untung, meski dengan cara haram sekalipun. Keserakahan beberapa pihak membuat kekayaan alam justru menjadi bencana. (Majalah Tempo edisi 5-11 Oktober).

Aktivitas tambang pasir di desa tersebut bermula dari janji kepala desa, Hariyono, yang akan membuka tempat wisata pantai. Tetapi kenyataan yang terjadi jauh dari bayangan warga desa, warga melihat aktivitas tambang pasir dilokasi yang sebelumnya akan dibangun tempat wisata. Keberadaan tambang pasir ilegal tersebut menjadi bencana bagi sebagian petani karena lahan pertanian mengalami kerusakan. Aktivitas truk pengangkut pasir yang bolak balik juga membuat jalan rusak.

Ingkar janji kepala desa membuat geram sebagian warganya. Mereka kemudian menuntut agar tambang pasir ilegal dihentikan. Beberapa warga yang peduli lingkungan serta mengalami kerugian lahan pertaniannya menggalang dukungan mendesak penutupan aktivitas tambang. Dibentuklah forum masyarakat peduli pesisir (FKMPP) Selok Awar-Awar. Keberadaan FKMPP tersebut ternyata melahirkan pro dan kontra. Sebagian warga mendukung penghentian aktivitas tambang pasir liar, tetapi sebagian lainnya justru menolak penghentian tambang tersebut. Diduga, warga yang menolak penghentian aktivitas tambang pasir merasa terancam pendapatan penghidupannya. Dan, mereka diuntungkan dengan backing kepala desa.

Aktor utama FKMMP antara lain Tosan dan Salim terus mendesak agar tambang liar segera dihentikan. Dukungan warga pelan dan pasti terus mengalir. Tetapi pada saat yang sama, pihak-pihak yang mendukung tambang terus mengintimidasi mereka. Ancaman pembunuhan pun kerap dirasakan para penggerak FKMMP. Mereka pun melaporkan ancaman tersebut tetapi tak digubris pihak aparat hukum (Polisi). Sabtu 26 September 2015 adalah hari pilu bagi FKMMP. Dua penggerak mereka harus menjadi sasaran kemarahan pihak yang mendukung tambang liar. Salim dianiaya secara kejam dan akhirnya tewas. Sementara Tosan yang dianiaya dengan cara yang kejam akhirnya selamat.

Peristiwa pembunuhan Salim membuka mata keprihatinan banyak pihak. Ia aktivis yang menjunjung tinggi tegaknya hukum tambang dan menjaga lingkungan. Namun, ia menjadi sasaran kemarahan orang-orang yang serakah dibalik untung besar tambang pasir liar. Pembunuhan Salim dan penganiayaan Tosan menyisakan kesan pelayanan yang diberikan Polisi jauh dari harapan. Mereka yang melaporkan ancaman pembunuhan justru diabaikan begitu saja. Hal tersebut pula yang memunculkan dugaan keterlibatan aparat Polisi dalam melindungi keberadaan tambang liar. Kita berharap agar pihak yang melakukan pembunuhan tersebut mendapat hukuman yang setimpal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar