Senin, 29 Juni 2015

Mahalnya Harga Sepak Bola Kita (Menyoal Dugaan Mafia Bola)



Oleh: Ali Thaufan DS
 
“Ayo, ayo Indonesia, ku ingin kita harus menang”. Teriakan dan nyayian tersebut menggema di stadion, hampir setiap laga tim sepak bola nasional Indonesia. Penonton berduyun-duyun datang ke stadion untuk menjadi “pemain kedua belas” bagi tim. Animo penonton cukup tinggi menyaksikan laga sepak bola timnas. Bagi penulis, ini berarti kita dipertemukan, disatukan dan dihibur lewat sepak bola. Tetapi, semangat pemain dan penonton serta pecinta timnas tercederai saat muncul dugaan adanya “mafia” sepak bola yang mengatur hasil akhir pertandingan. 

Para pengamat sepak bola memaparkan bahwa “mafia bola” adalah istilah yang menjelaskan pengaturan skor bola sebelum pertandingan. Hal tersebut dapat dilakukan melalui luar lapangan atau saat pertandingan. Salah satu cara yang dilakukan pada saat pertandingan adalah dengan cara “nyikat” kaki lawan, sengaja membuat gol bunuh diri dan masih banyak lainnya. Hal tersebut dimaksud untuk memenangkan salah satu tim tertentu. Semua dapat diganti dengan uang, sportivitas dibayar dengan uang. Tindakan tersebut sangat sarat dengan perjudian. Harga diri dan kebesaran tim sebuah negara digadaikan. Tulisan ini berangkat dari pembacaan media atas pemberitaan terkait dugaan adanya mafia bola yang menjualbelikan skor akhir pertandingan.

Setelah sebelumnya pemerintah membubarkan PT. Petral –anak perusahaan PT. Pertamina- yang dianggap sebagai sarang mafia minyak dan gas, giliran persatuan sepak bola Indonesia (PSSI) juga dibekukan. Banyak alasan yang mendasari pembekuan tersebut, salah satunya: PSSI sarang mafia bola. Saat itu juga, liga sepak bola Indonesia pun terhenti. Ini bencana bagi pelaku sepak bola Indonesia, para pemain kehilangan pekerjaan; klub kehilangan penghasilan; serta pecinta bola kehilangan hiburan tontonan laga pertandingan. Sepak bola Indonesia semakian tak menarik lagi. Para stakeholder saling tuding atas ketidakberesan persepakbolaan dalam negeri.

Kemana arah tujuan persepakbolaan tanah air? Keadaan ini menjadi “aib” bagi Indonesia. Prestasi Indonesia ditingkat sepak bola internasional semakin melorot, jauh dari harapan. Mimpi untuk menjadi tuan rumah Piala Dunia –yang entah kapan terjadi- harus dikubur dalam-dalam. Pecinta bola harus mengakui betapa buruknya manajemen sepak bola tanah air. Pecinta bola tentu akan mudah mendapati berita tentang tunggakan klub terhadap gaji pemain. Ini merupakan isyarat buruk. Hak-hak pemain tak dipenuhi. Bagaimana mereka dapat bertanding secara profesional?

Prestasi buruk Indonesia pada cabang sepak bola di Sea Games Singapure 2015 menyisakan pertanyaan besar. Dugaan mafia bola mengatur skor agar timnas Indonesia kalah atau mengalah. Seseorang yang tak mau menyebut namanya tiba-tiba ramai dibicarakan publik karena pengakuannya yang turut mengatur skor –atau katakanlah mengungkap adanya jual beli hasil akhir pertandingan. Ibarat jatuh tertimpa tangga. Prestasi timnas yang tak menggembirakan di Sea Games dilengkapi dengan isu dugaan adanya pengaturan skor.

Memang, kabar adanya mafia bola bukan hal baru dalam sejarah persepakbolaan Indonesia. Dugaan adanya mafia bola juga sempat mengemuka pada final Piala Aff 2010, kala itu timnas Indonesia “digayang” tim Malaysia 3-0 di Stadion Bukit Jalil. Semua dilakukan demi uang. Selain kasus tersebut, pecinta bola tentu masih ingat dalam beberapa kasus pertandingan terdapat tim yang memainkan “sepak bola Gajah”, sengaja mengalah demi menghindari lawan atau tim yang lebih kuat. 

Sedemikian mahal kah sepak bola kita, sehingga untuk mendapat suguhan sepak bola “hakiki” para pecinta bola amat kesulitan. Ini bukan sekedar “PR” bagi pemerintah. Para pelaku sepak bola harus menyadari betul betapa sepak bola Indonesia masih terbelakang dalam berbagai hal. Pecinta bola masih bisa melihat pengelolaan tim belum dilakukan dengan profesional dan pengelolaan sarana dan prasarana masih di bawah standar. Terkhusus dugaan mafia bola, hal tersebut tidak bisa diabaikan begitu saja. Perlu ada keberanian berbagai pihak terkait guna pengusutan hal tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar