Minggu, 07 Juni 2015

Harga Kebutuhan Pokok Sebagai “Momok” Lebaran

Oleh: Ali Thaufan DS
 
Antusiasme masyarakat menyambut datangnya bulan Ramadhan banyak terjadi dibeberapa daerah dengan ragam cara. Penyambutan Ramadhan ada yang dilakukan dengan cara selametan, bancakan, ziarah kubur dan sebagainya. Hal tersebut telah mengakar, menjadi tradisi dan identitas tersendiri di Indonesia. Tetapi, satu hal yang pasti terjadi menjelang Ramadhan adalah kenaikan harga kebutuhan pokok. Tulisan ini berangkat dari pengalaman, bahwa menjelang bulan puasa dan hari raya ditandai dengan kenaikan harga pangan. 

Penulis memang tidak banyak mengetahui tentang hubungan produksi dan ekonomi. Tetapi ada hal yang penulis pahami bahwa apabila kebutuhan terhadap sebuah produk (barang) meningkat, maka barang tersebut akan diproduksi dalam jumlah banyak. Jumlah produksi barang yang banyak akan membuat harga produk tersebut bisa lebih murah, ekonomis dan semakin terjangkau. Itu rumusan tentang produksi yang saya ketahui. Lalu pertanyaannya adalah: menjelang bulan Ramadhan, mengapa barang yang jumlahnya banyak dan sedang dikonsumsi orang banyak justru meningkat harganya? Kenyataan ini selalu terjadi dan dapat dirasakan ketika menjelang atau saat bulan Ramadhan.

Pengaturan harga kebutuhan pokok memang ditentukan pasar. Adakalanya barang tiba-tida mengalami kenaikkan harga secara drastis, tetapi juga terkadang turun secara drastis pula. Keadaan demikian terkadang diperparah dengan kelangkaan barang kebutuhan tersebut. Keadaan yang demikian tentu menjadi ironis. Pasalnya Indonesia dengan jumlah penduduk yang cukup banyak sangat bergantung pada ketersediaan barang yang mencukupi. Negara seharusnya tidak boleh tinggal diam atas “kisruh” pasar dengan naiknya harga kebutuhan pokok dan kelangkaan barang kebutuhan tersebut. Ini disebabkan menyangkut hajat hidup orang banyak. 

Terkait dengan datangnya bulan Ramadhan dan lebaran yang diramaikan dengan suasana mudik, penulis mendapati fenomena kenaikan harga kebutuhan. Pertama, kenaikan harga kebutuhan dasar seperti pangan. Dalam beberapa hari sebelum Ramadhan, bahan pangan tiba-tiba mengalami kenaikan. Harian Kompas mencatat paling tidak ada sejumlah kebutuhan pokok yang mengalami kenaikan seperti: beras, gula pasir, minyak goring, telur ayam, cabai dan bawang merah. (Kompas 5/6/2015). Memang, kenaikan tersebut tidak terjadi secara serentak diseluruh daerah, tetapi hanya beberapa daerah tertentu saja. Tentu saja kenaikan ini kian membebani masyarakat, karena sebelumnya juga terjadi kenaikan BBM non subsidi jenis Pertamax.

Harga kebutuhan kedua yang kerap mengalami lonjakan harga adalah tranportasi. Untuk yang kedua ini selalu terjadi tidak hanya menjelang Ramadhan, tetapi juga saat musim libur. Kenaikan harga tiket transportasi umum tentu sangat membebani masyarakat. Ribuan orang didaerah perantauan harus menyisihkan uang lebih guna membeli tiket. Yang menjadi persoalan bukan harga tiket yang melonjak, tetapi ketersediaan tiket juga terbatas. Bahkan, tiket kereta api untuk dua pekan menjelang lebaran ludes terjual.

Selain naiknya harga tiket, para pengguna angkutan umum (pemudik) tersebut juga “tersiksa” sarana dan prasana transportasi yang jauh dari kenyamanan. Paling tidak dua hal yang menyebabkan hilangnya kenyamanan pemudik: fasilitas kendaraan yang minim dan jalan rusak berat. Ketidaknyaman tersebut ibarat lagi lagu lama yang tak ada habisnya. Dari tahun ke tahun, persoalan transportasi menjadi kendala serta kenyataan pahit bagi pemudik. 

Kenaikan kebutuhan pokok tersebut di atas tidak boleh dianggap remeh. Negara jangan abai atas persoalan tersebut. Negara harus menjamin kesiapan menghadapi Ramadhan dan musim mudik. Ketersediaan pangan dan sarana prasarana transportasi patut mendapat perhatian. Terpenting, negara harus merumuskan bagaimana cara menghindari kenaikan bahan pokok yang terlampau tinggi dan terjadi tiap kali jelang Ramadhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar