Selasa, 23 Juni 2015

Angkutan Umum yang Mengancam (Membincang Kejahatan di Angkutan Umum)

Oleh: Ali Thaufan DS
 
Suatu ketika, saat melintasi salah satu sekolah swasta di Ciputat, saya bertanya pada rekan saya, “Kenapa anak-anak sekolah ini diantar orang tuanya dengan menggunakan mobil mewah?, ini kan bisa membuat macet jalan depan sekolah?”. Teman saya dengan ringan menjawab, “Mereka butuh nyaman, ketimbang naik angkutan umum yang membahayakan”. Dari obrolan singkat ini saya kemudian berpikir bahwa angkutan umum yang ada –khususnya di Jakarta- belum memberi kenyamanan penumpangnya. Tulisan ini berangkat dari pembacaan media dan fenomena terkait kondisi angkutan umum yang ada di Jakarta. Paling tidak ada beberapa hal penting yang patut digarisbawahi, yakni: fasilitas angkutan umum yang jauh dari kata nyaman dan kejahatan yang terjadi –baik pencopetan, pemerkosaan bahkan pembunuhan.

Para pakar transportasi di Jakarta mengungkapkan kemacetan parah di Ibu Kota ini adalah ekses dari banyaknya jumlah kendaraan, serta minimnya kesadaran menggunakan angkutan umum. Banyak orang lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi dari pada harus naik angkutan umum. Pemerintah bukan tinggal diam. Beberapa perbaikan terkait sarana dan prasarana angkutan umum dilakukan. Pada Juni 2015, pemerintah DKI Jakarta menambah armada bus transjakarta sebanyak 20 unit. 

Pembangunan infrastruktur jalan terus dilakukan guna meminimalisir kemacetan. Memang, sejak dimulainya pembangunan mass rapid transit (MRT), pengguna jalan di Jakrta harus merasakan kemacetan yang lebih parah dari sebelumnya. Selain MRT, pemerintah juga berencana membangun light rail transit (LRT). Pembangunan tersebut diharapkan menjadi jalan keluar dan solusi atasi kemacetan.(Kompas 23/06/2015).

Pembangunan yang sedemikian pesat dilakukan tidak akan berarti dan membuat masyarakat sadar menggunakan angkutan umum jika tidak dibarengi dengan kenyamanan dalam angkutan tersebut. Kejahatan yang sering terjadi di angkutan umum selalu menjadi hal menakutkan bagi penumpang. Tidak hanya pencurian (pencopetan) yang menghantui penumpang, tetapi juga pemerkosaan bahkan pembunuhan. Tentu ini yang menjadi “PR” berat bagi pemerintah. Hak kenyamanan penumpang direnggut oleh orang-orang yang melakukan tindakan biadab –baik pencopetan dan pemerkosaan. Selain kejahatan tersebut, tidak sedikit sopir yang “ugal-ugalan” saat mengemudi. Tentu ini membuat tak nyaman penumpang.

Menjelang akhir bulan Juni ini publik kembali dikejutkan dengan peristiwa pemerkosaan yang dilakukan sopir angkutan umum. Tindakan biadab tersebut bukan kali pertama. Dari data yang penulis himpun, sejak tahun 2011 sampai saat ini terjadi empat kasus pemerkosaan di angkutan umum. Kasus pemerkosaan di angkutan umum terjadi pada Agustus 2011 menimpa Livia Pavita Soelitio mahasiswa Universitas swasta di Jakarta, pada September 2011 menimpa karyawati berinisial RS di Depok Jawa Barat, pada Juli 2012 perempuan berinisial IS hampir di perkosa –sebelum akhirnya digagalkan oleh anggota TNI- di Jakarta.

Kejadian kasus yang terulang-ulang ini menunjukkan lemahnya pengawasan aparat keamanan, khususnya saat malam hari. Ini menjadi pelajaran penting bagi penumpang angkutan umum khususnya di malam hari. Agar kasus-kasus tersebut tidak terulang, perlu penanganan serius. Pemerintah –dalam hal ini kementerian perhubungan- dapat bekerja sama dengan aparat kepolisian melakukan pengawasan atau patroli malam. Selain itu, razia terhadap kaca mobil yang menggunakan kaca film perlu terus dilakukan. Selain itu, paling penting adalah kontrol terhadap sopir. Jasa angkutan umum perlu menyeleksi sopir guna mendapatkan sopir yang, paling tidak punya tanggung jawab moral selain terhadap kendaraan juga pada penumpang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar