Rabu, 22 Oktober 2014

Sumpah Joko Widodo-Jusuf Kalla Untuk Kekuatan Maritim Indonesia

Oleh: Ali Thaufan DS


Pada 20 Oktober 2014, bangsa Indonesia resmi memiliki presiden dan wakil presiden baru untuk periode 2014-2015. Hari itu, sumpah presiden Joko Widodo dan wakil presiden Jusuf Kalla diucap dan disaksikan seluruh pasang mata rakyat Indonesia dan dunia internasional. Harapan untuk Indonesia yang lebih baik adalah impian rakyat. Antusisme rakyat begitu luar biasa menyambut pemimpin baru. Tulisan ini hadir mencermati sumpah atau janji Jokowi yang akan menjadikan Indonesia sebagai negara maritim, memanfaatkan potensi kelautan yang dimiliki Indonesia.

Seperti diketahui, sejarah mencatat bahwa bangsa Indonesia –dulu Nusantara- pernah menguasai kawasan Asia Tenggara. Saat era kerajaan Majapahit, betapa bangsa ini menjadi bangsa besar dengan kekuatan kelautan yang di miliki. Tetapi orientasi kelautan dalam perjalanan sejarah bangsa terus meredup. Indonesia tidak lagi memperhatikan potensi kelautan. Indonesia menjelma menjadi negara agraris. Apa yang menjadi konsen bangsa Indonesia adalah pertanian, cocok tanam dan pembangunan yang berorientasi kedaratan.

Sebagian sejarawan menduga bahwa kolonialisme penjajah lah yang memalingkan orientasi kelautan menjadi kedaratan Indonesia. Penjajah mulai membangun transportasi darat yang kemudian membuat rakyat, meminjam istilah Jokowi, “memunggungi laut”. Rel-rel kereta dibangun, jalan-jalan utama pun demikian.

Dalam History Of Java, T.S. Raffles mencatat bahwa konon bangsa Indonesia –khususnya rakyat pulau Jawa- memang sangat hobi bercocok tanam. Segala kebutuhan hidup dapat terpenuhi dengan bertani dan cocok tanam. Kesuburan tanah dan hasil bumi yang melimpah menjadikan rakyat saat itu berada pada “zona aman”. Inilah yang kemudian menjadi ciri masyarakat Jawa. Keadaan ini pula yang memikat penjajah singgah dan menjarah hasil bumi Indonesia. Tetapi, lanjut Raffles, bangsa ini pernah menjelma menjadi kekuatan yang sangat besar saat orientasi mereka bukan hanya daratan, tetapi juga kelautan. Beberapa pulau di Indonesia disatukan oleh satu pemerintahan yang kuat melalui akses kelautan.

Orientasi pembangunan yang tidak hanya fokus pada daratan, tetapi juga pada kelautan membuat akses perdagangan semakin mudah. Pada zaman itu –periode kejayaan Majapahit-, telah didapati kapal-kapal besar (untuk ukuran saat itu) yang dapat berlayar untuk menghubungkan antar pulau guna kepentingan dagang. Sungai-sungai besar di pulau Jawa pun menjadi akses perdagangan. Saat itu Indonesia memiliki kekuatan maritim yang besar.

Harapan menjadi bangsa berkekuatan besar laiknya saat era Majapahit lalu menjadi iming-iming yang sulit dihindari dimasa sekarang. Bahwa bangsa besar adalah bangsa yang menghargai sejarahnya pun tidak cukup, tetapi bangsa besar adalah yang meneladani sejarah untuk menjadikannya titik pijak melakukan pembangungan. Berpijak dari model kekuatan Indonesia lama yang pernah jaya dengan kelautannya, pemerintah saat ini pun hendak merealisasikan hal itu.

Adagium “Jalesveva Jayameha”, dilaut kita jaya, dengan mantap disampaikan oleh Jokowi saat pidato pelantikan. Tentu dengan memperhitungkan kekayaan kelautan yang dimiliki, Indonesia sangat layak memiliki kekuatan kelautan yang besar. Dengan 70 persen wilayah Indonesia yang didominasi kelautan, akan banyak sektor yang dapat dikembangkan. Diantara banyaknya sektor yang dapat dikembangkan dan memiliki nilai ekonomi antara lain adalah pariwisata kelautan.

Tetapi, rakyat sangat berhadap agar berkembangnya sektor kelautan dapat dinikmati oleh bangsa Indonesia sendiri, bukan bangsa asing. Jokowi perlu membuat kebijakan atau regulasi yang menguntungkan Indonesia dibidang kelautan. Keberadaan investor asing dibidang kelautan perlu dipertimbangkan. Jika bangsa asing pada akhirnya mendominasi sektor kelautan, “Jalasveva Jayameha” hanya tinggal ucapan bibir.


Tentu masyarakat berharap kejayaan Indonesia dengan kekuatan maritim dapat hadir kembali. Sebuah kejayaan yang akan mengisi buku-buku sejarah, dan dinikmati generasi penerus kelak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar