Selasa, 23 Juli 2013

Capres, Jangan Sekedar Iklan



Oleh Ali Topan DS

Bulan Ramadhan, bagi para politisi (capres) merupakan momentum meningkatkan ibadah dan simpati rakyat. Banyak capres yang aktif dalam kegiatan Ramadhan. Mulai dari menyambangi lembaga-lembaga pendidikan Islam, buka puasa bersama, salat taraweh keliling hingga sahur on the road. Pada saat yang sama, mereka tampil di televisi dengan kemasan yang sengaja didesign khusus di bulan Ramadhan. Sebuah hal wajar yang mereka lakukan untuk terus mendapat simpati dari rakyat.

Meski Pemilu Presiden masih setahun lagi, para capres dan partai harus gencar untuk meraup simpati dari pemilih. Hampir setiap momentum hari besar, para capres selalu turut ambil bagian meski hanya melalui iklan televisi. Misalnya saat peringatan Hari Ibu, beberapa capres ikut ambil bagian untuk sekedar memberi ucapan dengan kemasan yang cukup apik ditelevisi.

Persepsi positif capres yang dimunculkan melalui media merupakan upaya agar msyarakat selalu mengingat nama capres tersebut. Capres tersebut seolah peduli dengan beberapa momentum hari besar dalam sejarah Indonesia. Hal ini dimaksudkan mendorong elektabilitas sang kandidat. Pusat Data Bersatu (PDB) merilis nama-nama tokoh yang sering nongol ditelevisi, sehingga masyarakat mengingatnya. Nama Ketua Umum Partai Golkar, Aburizal Bakrie menduduki urutan pertama, disusul dengan Ketua Umum Gerindra, Prabowo Subianto Selain itu, nama Prabowo juga paling sering disebut oleh masyarakat. Sedangkan Megawati dan Jusuf Kalla merupakan tokoh yang paling dikenal. Hal ini karena keduanya mantan Presiden dan Wakil Presiden.

Meski demikian, kandidat juga harus mencermati persepsi mereka dimata mayarakat. Bisa jadi masyarakat mengingatnya karena rekam jejak yang jelak dari si capres. Capres paling diingat tidak menjamin ia akan terpilih karena, bisa jadi yang diingat dari capres adalah hal-hal negatif (sebut saja kasus pelanggaran HAM, lumpur Lapindo, tidak membayar pajak dan lain-lain). Sehingga, meski tayang iklan capres gencar dilakukan di sebuah media tertentu harus ada upaya real capres untuk meyakinkan konstituen secara langsung.

Rakyat saat ini menginginkan pemimpin yang tidak hanya bicara, tetapi juga bertindak secara real time. Tingkat kepercayaan rakyat terhadap pemimpin semakin tergerus karena para elite diangap elitis dan tidak merakyat. Selain itu ketidakpercayaan rakyat terhadap partai akibat kasus korupsi juga menjadi perkerjaan tambahan bagi capres yang diusung dari partai. PDB memaparkan hasil survei yang menyebut bahwa rakyat menginginkan pemimpin yang merakyat dan bersih dari kasus korupsi. Bahkan rakyat mengesamping dari faktor agama dan ideologi mana ia berasal. Kedua sifat pemimpin, yakni merakyat dan bersih dari korupsi itulah yang didambakan rakyat.

Diakhir tulisan ini, penulis mengajukan tesis bahwa sesuatu yang melekat dalam mind seseorang tertentu bukan berarti akan menjadi pilihan. Sebagai contoh, dalam pikiran dan ingatan laki-laki, perempuan cantik akan selalu dijadikan bidikannya untuk dijadikan pasangan. Tetapi hal tersebut tidak selalu dilakukan laki-laki karena banyak perempuan cantik yang memiliki “sisi buram” kehidupannya. Artinya tidak semua perempuan cantik memenuhi unsur perempuan idel bagi laki-laki tertentu.

Pikiran dan ingatan tidak selalu muncul bermakna positif. Bahkan watak manusia itu cenderung untuk mengingat hal buruk dari seseorang lainnya. Jika capres hanya gencar ngiklan di media tanpa dibarengi dengan langkah kongrit, maka ongkos iklan di media yang harganya nggak karuan mahal akan sia-sia. Para capres harus mengkalkulasi dan menghitung untuk rugi ngiklan di media dengan tampil langsung dihadapan calon pemilih, serta kesan yang akan timbul dari calon pemilih tersebut

Tidak ada komentar:

Posting Komentar