Oleh:
Ali Thaufan Dwi Saputra (Direktur Program Institut Studi Strategi Indonesia,
Peneliti Parameter Politik Indonesia)
Konflik
internal Partai Keadilan Sejahtera (PKS) antara kelompok dan loyalis Sohibul
Iman dengan Anis Matta semakin tajam. Beberapa loyalis Anis Matta mewacanakan
untuk hijrah dari PKS dan membentuk partai baru bernama Partai Arah Baru
Indonesia (Partai ABI). Bagaimana masa depan PKS dan rencana ABI sendiri?
Wacana
pembentukan Partai ABI tentu cukup menganggu internal PKS, terlebih menjelang
Pemilu Legislatif 2019, dan PKS sendiri sedang berupaya mencalonkan kadernya
sebagai capres/cawapres berkoalisi dengan parpol lain. Tentu saja, PKS akan
merasa digembosi oleh oknum kadernya sendiri.
Praktik
keluarnya kader-kader parpol lalu kemudian mendirikan parpol baru bukan hal
baru dan tabu dalam narasi politik Indonesia. Pascareformasi, bermunculan
parpol baru. Kemunculan parpol baru tersebut ternyata diwarnai konflik internal
antaranggota sehingga menyebabkan fregmentasi dan melahirkan parpol baru.
Fenomena ini sering terjadi terutama pada dekade pertama pascareformasi. Hal
ini mungkin bisa kita maklumi, bahwa sistem parpol dan upaya pelembagaan parpol
di Indonesia sedang mencari format baru yang ideal.
Tidak
dapat disangkal bahwa konflik yang kerap terjadi di internal parpol sering kali
berujung pada keluarnya kader yang terlibat konflik. Keluarnya kader itu juga
diikuti oleh kader lain. Terkadang, kelompok kader yang terlibat konflik keluar
secara bersama-sama lalu mendirikan parpol baru. Pada dekade pertama
pascareformasi, kasus ini pernah terjadi di Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Pada tahun 2003, kader-kader yang berada pada kelompok Zainuddin MZ terlibat
konflik dengan Hamzah Haz mendirikan parpol baru, Partai Bintang Reformasi
(PBR). Kondisi tersebut sangat merugikan PPP karena dekatnya waktu Pemilu 2004.
Padahal, PPP saat itu juga mencapreskan Ketua Umumnya, Hamzah Haz.
Tim
Penulis Litbang Kompas (2016) dalam “Partai
Politik Indonesia 1999-2019” mengulas konflik internal parpol yang kemudian
melahirkan parpol baru juga terjadi di Partai Golkar. Selepas reformasi 1998,
Partai Golkar telah mengalami beberapa konflik, dan pada umumnya konflik
tersebut melahirkan parpol baru, sebut saja Gerindra, Hanura, Nasdem (semua
adalah partai yang didirikan oleh kader Golkar yang terlibat konflik internal).
Lahirnya parpol baru akibat konflik internal juga dialami PDI-Perjuangan.
Menjelang Pemilu 2002, akibat konflik internal, muncul parpol “pecahan”
PDI-Perjuangan yaitu: Partai Nasional Banteng Kemerdekaan (PNBK), Partai
Indonesia Tanah Airku (PITA), dan Partai Demokrasi Perjuangan Rakyat (PDPR).
Apa yang terjadi pada PPP, Golkar serta PDIP di atas dapat saja terjadi pada
parpol manapun, termasuk PKS.
Konflik
internal PKS yang terjadi telah menciptakan istilah. Misalnya, konflik
menjelang Pemilu 2004 telah memunculkan istilah kubu keadillan (yang dikenal
idealis dalam pandangan politik), dan kubu kesejahtera (yang dikenal pragmatis
dalam sikap politik). Meski memunculkan istilah baru akibat konflik,
kader-kader PKS selalu solid sehingga tidak terpecah melahirkan parpol baru.
Sejak
Sohibul Iman menjadi Presiden PKS pada 2015, soliditas internal PKS kembali
diuji. Pasalnya, sejak kepemimpinannya, konflik internal muncul dalam skala
yang cukup besar. Para loyalis Presiden PKS sebelumnya, Anis Matta mulai
diganti pada jabatan-jabatan tertentu, baik di tingkat pusat maupun pengurus
daerah hingga fraksi PKS di DPR. Penggantian jabatan/posisi tersebut menuai
perlawanan.
Para
kader yang merasa diganti melakukan perlawanan, contohnya perlawanan yang
dilakukan Fahri Hamzah karena posisinya sebagai Wakil Ketua DPR hendak
digantikan oleh DPP PKS. Fahri bahkan melakukan pembelaan melalui upaya hukum,
melalui pengadilan. Di berbagai daerah, pengurus yang tiba-tiba diberhentikan
juga melakukan perlawanan terbuka melalui media.
Sebagai
sosok yang banyak dihormati para kader PKS, Anis Matta cukup memiliki banyak
loyalis. Ketika namanya dimunculkan sebagai satu diantara sembilan kader PKS
untuk capres/cawapres Pemilu 2019, sosok Anis paling menonjol karena memiliki
jaringan relawan “Anis untuk Presiden” diberbagai daerah. Dibandingkan
capres/cawapres usulan PKS lainnya, Anis relatif cepat melakukan pergerakan
sosialisasi. Akan tetapi, gerakan Anis tersebut sepertinya tidak diinginkan
oleh DPP PKS. Bahkan ketika Relawan Anis hendak melakukan deklarasi di Bandung,
DPW PKS Jabar justru meminta kader PKS tidak mengikuti deklarasi itu. Alasanya,
PKS harus fokus memenangkan paslon yang diusung di Pilkada 2018, daripada
melakukan “kampanye kadernya” untuk Pemilu 2019.
Kebijakan
PKS Jabar semakin mempertajam konflik internal PKS. Dua kelompok yang sedang
berkonflik memunculkan dua istilah baru. Pertama ,Osan berarti “orang sana”,
yaitu kelompok Anis dan loyalisnya. Kedua, Osin berarti “orang sini”, yaitu
orang-orang yang berada di kolompok (kubu) DPP PKS (kelompok Sohibul Iman).
Konflik internal PKS ini berpotensi pada perpecahan dan pregmentasi partai
baru. Hal ini misalnya dibuktikan adanya loyalis Anis sendiri yang mengemukakan
wacana pembentukan parpol baru loyalis Anis, yaitu ABI.
Merujuk
pendapat Wilhelm Hofmeister dan Karsten Grabow (2011:51), konflik internal
parpol tidak mungkin dihindari. Namun Hofmeister-Grabow menekankan pentingnya
musyawarah dalam penyelesaian konflik dan menyarankan pihak yang berkonflik
tidak mudah “loncat” parpol. Menurutnya, kader yang mudah loncat parpol tidak
baik dalam iklim demokratisasi parpol. Konflik internal PKS antara Osan dan
Osin seharusnya bisa diselesaikan melalui musyawarah. Dalam Anggaran Dasar (AD)
PKS juga telah diatur keberadaan Mahkamah Partai (istilah PKS adalah majelis
tahkim) sehingga semua konflik dapat diselesaikan di internal. Konflik tidak
membesar hingga membuat fregmentasi.
Rencana
loyalis Anis Matta yang hendak mendirikan parpol baru, menurut penulis perlu
ditinjau kembali. Betapapun, Anis adalah tokoh politik muda yang besar dan
membesarkan PKS. Di tangan Anis, PKS terselamatkan dari keterpurukan meraih
suara Pemilu 2014 karena setahun sebelumnya Presiden PKS menjadi tersangka
kasus korupsi. Mendirikan parpol baru bukan hanya akan membuat citra Anis terkesan
bernafsu pada kekuasaan.
Pendirian
parpol baru juga belum menjadi keikutsertaan pada Pemilu ke depan, tahun 2024.
Pasalnya, syarat parpol menjadi peserta Pemilu kian lami kian berat. Itulah
sebabnya banyak parpol bermunculan, tetapi banyak pula yang gugur dalam
verifikasi sebagai parpol peserta Pemilu. sebagai contoh menjelang Pemilu 2019,
Partai Idaman, partainya Raja Dangdut Rhoma Irama dinyatakan tidak lolos
sebagai peserta Pemilu.
Tantangan
lain dari pendirian parpol adalah image
parpol sendiri di mata publik. Harus diakui, sebagai lembaga politik, parpol
kerap mendapat sorotan publik karena banyak kader yang menjadi tersangka, baik
sebagai kepala daerah maupun anggota legislatif. Tantangan lain adalah
berkenaan substansi dan spirit perjuangan parpol itu sendiri. Menurut
Kuntowijoyo dalam “Identitas Politik Umat
Islam” (2018:142), terdapat perubahan sifat parpol yang sangat menonjol,
dari ideologis ke pragmatis. Parpol hanya mengumpulkan suara sebanyak-banyaknya
tetapi hanya sedikit saja terdapat korelasi positif antara hasil suara dengan
perubahan kebijakan yang berpihak pada rakyat. Oleh sebab itu, baik Anis dan
loyalisnya sedapat mungkin menahan diri untuk keluar dari PKS dan mendirikan
parpol baru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar