Minggu, 08 Mei 2016

Media Sebagai Pengawas Pemilu

Oleh: Ali Thaufan DS
 
Kemajuan media informasi memberi kemudahan banyak hal bagi manusia, termasuk kemudahan mengawasi pelaksanaan pemilihan umum. Secara kelembagaan, pengawasan terhadap pelaksanaan Pemilihan Umum dilakukan oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Sesuai Perbawaslu Nomor 2 tahun 2015, Bawaslu bertugas “mengawasi penyelenggaraan Pemilu di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Pengawasan tersebut mencakup tahapan persiapan hingga berakhirnya pemilihan. 

Keberadaan media saat ini bisa dikatakan sebagai mitra penyelenggara pemilu. Hampir disemua media, terdapat rubrik seputar kepemiluan. Melalui media, masyarakat juga merasakan kemudahan informasi pemilu. Bahkan, terdapat media televisi yang menggangap medianya sebagai televisi Pemilu.  

Dalam penyelenggaraan Pemilu, menurut Ferry Kurnia salah seorang Komisioner KPU, media berfungsi sebagai: alat menyebarkan informasi dari KPU berkaitan dengan kepemiluan; memberitakan kondisi terbaru di lapangan yang berkembang seputar Pemilu; menjadi kontrol bagi penyelenggara Pemilu; serta menjadi referensi publik soal Pemilu.

Keberadaan media di Indonesia sejatinya menjadi sarana pendidikan politik dan sumber informasi kepemiluan. Tetapi, beberapa media juga menjadi alat kampanye partai politik dan tokoh politik tertentu. Hal ini yang terkadang membingungkan pemirsa. Sebagai contoh pada saat Pemilu Presiden 2014 lalu, publik mendapati dua pemberitaan yang berbeda terkait hasil hitung cepat perolehan suara presiden dan wakil presiden. 

Tidak dapat dipungkiri, media-media besar di Indonesia kini memiliki hubungan atau berafiliasi dengan partai politik tertentu. Media juga dianggap kerap melakukan pelanggaran-pelanggaran kampanye Pemilu. Adanya afiliasi politik yang dilakukan oleh beberapa media membuatnya kerap membentuk opini publik yang membingungkan dan tidak sehat bagi pendidikan politik. Pada titik ini, media merupakan sesuatu yang membahayakan bagi pendidikan politik publik.

Dari hasil penelitian Dewan Pers Indonesia yang dimuat pada Jurnal edisi Juni 2014 dengan judul “Mengungkap Independensi Media”, terlihat jelas bahwa independensi media sangat diragukan. Padahal, keberadaan media adalah sebagai pilar demokrasi. Ia mengawasi jalannya pemerintahan sebuah negara. 

Ketidaknetralan sebuah media menuntut perhatian lebih dari kalangan pers. Fungsi media harus dikembalikan sebagaimana mestinya. Bahwa media tersebut dimiliki oleh para petinggi partai politik atau tokoh politik, itu tak bisa dinafikkan. Tetapi yang terpenting adalah media harus clear and clean dari unsur politisasi dalam pemberitaan.

Budiman Tanuredjo, Pimpinan Redaksi Harian Kompas, dalam sebuah diskusi di Kantor KPU pada 26 April 2016 menyampaikan bahwa idealnya peliputan media dalam hal Pemilu mencakup beberapa hal, yakni: media memberi ruang bagi para kandidat untuk menyampaikan gagasannya kepada publik; media memberi ruang publik untuk mengkritisi gagasan dan visi misi kandidat; media mengawasi jalannya proses Pemilu; serta media wajib memberi edukasi politik kepada publik. Dengan berpijak pada ketentuan akan independensi media, maka akan lahir informasi Pemilu yang independen pula. Posisi media sebagai pengawas Pemilu akan terwujud manakala informasi yang disajikan jauh dari nuansa politis, tidak ada tendensi politik apapun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar