Jumat, 17 Juli 2015

Idul Fitri Istana, Ada Yang Beda (Ikhtiar Membaca Political Meaning Idul Fitri Presiden Joko Widodo di Tanah Aceh)



Oleh: Ali Thaufan DS
 
Saya –selanjutnya penulis- mengira bahwa salah satu yang menjadi daya tarik orang melaksanakan salat Idul Fitri di Masjid Istiqlal adalah karena presiden Indonesia juga melaksanakan di masjid tersebut. Tetapi pada salat Idul Fitri kali ini –1 Syawwal 1436 H/17 Juni 2015 M- presiden Joko Widodo justru berlebaran atau salat Idul Fitri di Aceh. Ini menyisakan pertanyaan, kenapa presiden memilih berlebaran di Aceh? Dan, tentu saja istana kepresidenan merasakan bedanya lebaran kali ini dengan yang sebelumnya. Istana presiden tak sesibuk menggelar acara selepas salat Idul Fitri. Lebaran presiden Jokowi di tanah Aceh bukan begitu saja diputuskan, ada makna dalam yang bisa digali. 

Tulisan tentang lebaran presiden Jokowi di Aceh ini berangkat dari hasil diskusi penulis dengan Dr. M. Amin Nurdin –senior di Himpunan Mahasiswa Islam yang penulis hormati- pada Idul Fitri kali ini. Sumber-sumber penting serta analisis, penulis dapatkan pada diskusi ringan tersebut. Termasuk juga buku berjudul “Kalla dan Perdamaian Aceh” yang terdapat di rak buku, dan sempat penulis buka walau hanya beberapa halaman. 

Aceh, sebuah wilayah provinsi paling barat Indonesia dikenal dengan sebutan “Serambi Mekkah”. Sebuah sebutan yang merujuk pada nama kota Mekkah yang identik dengan Islam –karena merupakan kiblat umat Islam. Para penulis sepakat bahwa sebutan tersebut dikarenakan bahwa Aceh adalah pintu masuk penyebaran Islam di Indonesia –sebagian sejarawan menyebut pada abad 15 M. Peter Riddell menulis, seperti dikutip Fachry Ali bahwa sebutan Serambi Mekkah bukan sebutan yang “main-main” bagi masyarakat Aceh. Orang-orang Melayu yang mendominasi Aceh ingin mewarnai dunia Islam. Sebutan Serambi Mekkah juga karena banyaknya ulama-ulama Islam Indonesia yang lahir di Aceh, dan sejak dahulu sudah sangat maju pendidikan Islam. Itulah sebabnya hingga saat ini Aceh dikenal punya nuansa keislaman yang kental.

Tetapi, Aceh yang menjadi tanah kelahiran pahlawan Malayati tidak saja dikenal dengan Serambi Mekkah, tetapi juga Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Gerakan “anti-NKRI” tersebut telah memicu konflik berkepanjangan. Sejak rezim Orde Baru hingga Reformasi 1998, berbagai upaya dilakukan guna mendamaikan antara GAM dan NKRI. Cita-cita kedamaian tersebut akhirnya tercapai pada masa presiden Susilo Bambang Yodhoyono dan wakil presiden Jusuf Kalla. Dan, banyak kalangan beranggapan bahwa sosok diantara keduanya yang paling berperan tercapainya kesepakatan damai adalah Jusuf Kalla –yang juga wakil presiden saat ini.

Keputusan presiden Jokowi berlebaran di Tanah Rencong Aceh paling tidak dapat dipahami sebagai upaya penghormatan Jokowi pada Serambi Mekkah tersebut. Jokowi memilih Aceh karena, seperti disebutkan di atas, Aceh punya ciri khas keislaman yang kental. Bahkan, di Aceh hukum Islam coba diterapkan. Aceh memiliki hukum regional Undang-Undang, yaitu Qanun antara lain: Qanun N0. 12 Tahun 2003 tentang Khamar dan sejenisnya; Qanun No. 13 Tahun 2003 tentang Maisir; serta Qanun No. 14 Tahun 2003 tentang Khalwat.

Berlebaran di Aceh yang dipilih Jokowi juga menunjukkan adanya upaya “tak mau kalah” dengan Kalla, sang wakil presiden. Seperti disebutkan di atas, Jusuf Kalla disebut-sebut sebagai orang yang berhasil membuat perdamaian di Aceh. Jusuf Kalla juga dianggap sebagai orang yang punya kepedulian tinggi saat bencana Tsunami Aceh. Saat itu ia membuat langkah taktis mengatasi bencana dahsyat tersebut. Dengan berlebaran Idul Fitri, Jokowi menyiratkan pesan bahwa ia punya kepedulian terhadap Aceh, ingin melebihi kepedulian Jusuf Kalla.

Paling tidak inilah ikhtiar penulis membaca political meaning Idul Fitri presiden joko widodo di tanah Aceh. Ada makna yang dalam dari kehadiran presiden di Aceh pada Idul Fitri kali ini. Dari sudut pandang agama, ini dapat berarti penghormatan presiden pada Serambi Mekkah. Sedang dari sudut pandang politis, presiden Jokowi ingin menunjukkan bahwa ia tak kalah dengan Kalla (baca: Jusuf Kalla) dalam hal perhatian terhadap Aceh. Disamping itu juga, Aceh yang masih rentan konflik tentu bisa menjadi alasan mengapa presiden harus ber-Idul Fitri di Tanah Rencong tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar