Oleh: Ali Thaufan DS
“Dar, der, dor suara senapan tertulis dalam koran”. Itulah potongan
lirik lagu Mas Iwan Fals yang tiba-tiba melintas dipikiran saat membaca berita
penembakan anggota TNI oleh oknum Polisi di Batam (21/9/2014). Terbayang suasana
mencekam dan menegangkan, anggota polisi melepas peluru dalam bedilnya yang
mengenai anggota TNI. Kejadian ini bukan kali pertama. Perseteruan TNI-Polri
sebetulnya kerap terjadi. Indonesia Police Watch (IPW) mencatat sejak Oktober
2013 sampai dengan September 2014 telah terjadi enam bentrokan antara oknum TNI
dan Polri. Tulisan ini adalah hasil “pembacaan” berita seputar bentrok TNI
dengan Polri yang belakangan terjadi.
Dalam pandangan mainstrem masyarakat, TNI –atau yang kerap
dikenal Tentara- berfungsi untuk melindungi masyarakat apabila terjadi
peperangan. Pun demikian dengan Polisi, yang kerap dipersepsikan oleh khalayak
ramai sebagai petugas pengamanan. Hal tersebut sangat sesuai dengan tugas pokok
dan fungsi keduanya, TNI dan Polri. Dalam Undang-Undang No. 34 Tahun 2004,
tugas utama TNI disebutkan:
“... pertama, menegakkan kedaulatan negara; kedua,
mempertahankan keutuhan wilayah dan ketiga, melindungi segenap bangsa dan
seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan. Tugas pokok
tersebut dilaksanakan melalui Operasi Militer untuk Perang (OMP) dan Operasi
Militer Selain Perang (OMSP)”.
Inti dari bunyi UU tersebut di atas adalah, bahwa TNI adalah
alat negara yang betugas melindungi dan memberikan rasa aman bagi masyarakat. Demikian
juga dengan Polisi, dalam Undang-Undang Kepolisian No. 2 Tahun 2002 disebutkan
bahwa fungsi kepolisian adalah:
“Salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang
pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan,
pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat”.
Baik TNI dan Polisi memiliki tugas yang hampir terdapat
kemiripan. Menurut penulis, kemiripan tugas itu adalah sebagai petugas keamanan
yang wajib menghadirkan rasa aman bagi masyarakat. Hal itu tidak diragukan
lagi. Kehadiran anggota TNI dan Polisi dapat dilihat, misalnya dalam beberapa
momen tertentu untuk mengamankan massa. Kehadiran anggota TNI dan Polisi pada
akhirnya dapat meredam situasi yang berpotensi timbulnya kontra keamanan.
Tugas utama TNI dan Polisi ternyata telah diingkari oleh
oknum dari korps mereka sendiri. Bentrok antar kedua anggota dari mereka telah
mencoreng nama baik institusi. Ada banyak asumsi yang mencuat pasca bentrok
kedua korps tersebut. Persoalan kesenjangan ekonomi menjadi alasan yang tak
terelakkan. Mangapa alasan ekonomi? Pertanyaan yang sepertinya tidak terlalu
sulit untuk dijawab. Seperti diketahui, ada banyak anggota baik TNI dan Polisi
menjadi pengawal pribadi bagi konglomerat kelas atas. Hal itu menjadi side project bagi oknum-oknum anggota untuk meraup rupiah diluar
tugas utama sebagai anggota. Alasan tersebut tentu sangat realistis, ditengah
minimnya pendapatan dari profesi menjadi anggota.
Selain itu, sudah menjadi rahasia umum pula, jika anggota
juga dijadikan “tameng” atau pengaman bagi tempat-tempat hiburan (karaoke, bar
dan wisata). Hal ini setidaknya dapat dilihat dari beberapa bentrok anggota TNI
dan Polisi yang terjadi ditempat hiburan. Anggota tidak hanya dinas di kesatuan
korps mereka, melainkan melakukan “kedinasan” di lokasi lain seperti temapt
hiburan. Hal ini berarti, anggota adalah backing bagi para pengusaha untuk pengamanan aset.
Oleh sebab itu, sepatutnya para petinggi TNI dan Polisi
bersikap bijak dalam permasalahan tugas dan fungsi anggota mereka. Benar, bahwa
tugas keduanya adalah sebagai pengaman, tetapi bukan pengamanan yang diberikan
kepada pelanggar hukum. Sungguh sebuah ironi bagi TNI dan Polisi jika terlibat
bentrok antar keduanya atau pelanggaran kriminal lainnya. Muru’ah kesatuan dan korps mereka akan runtuh jika bentrok demi
bentrok terus melibatkan oknum anggota.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar