Senin, 22 September 2014

Ironi Sang Pengaman (Menyoal Bentrok Oknum TNI-Polri)

Oleh: Ali Thaufan DS

“Dar, der, dor suara senapan tertulis dalam koran”. Itulah potongan lirik lagu Mas Iwan Fals yang tiba-tiba melintas dipikiran saat membaca berita penembakan anggota TNI oleh oknum Polisi di Batam (21/9/2014). Terbayang suasana mencekam dan menegangkan, anggota polisi melepas peluru dalam bedilnya yang mengenai anggota TNI. Kejadian ini bukan kali pertama. Perseteruan TNI-Polri sebetulnya kerap terjadi. Indonesia Police Watch (IPW) mencatat sejak Oktober 2013 sampai dengan September 2014 telah terjadi enam bentrokan antara oknum TNI dan Polri. Tulisan ini adalah hasil “pembacaan” berita seputar bentrok TNI dengan Polri yang belakangan terjadi.

Dalam pandangan mainstrem masyarakat, TNI –atau yang kerap dikenal Tentara- berfungsi untuk melindungi masyarakat apabila terjadi peperangan. Pun demikian dengan Polisi, yang kerap dipersepsikan oleh khalayak ramai sebagai petugas pengamanan. Hal tersebut sangat sesuai dengan tugas pokok dan fungsi keduanya, TNI dan Polri. Dalam Undang-Undang No. 34 Tahun 2004, tugas utama TNI disebutkan:
“... pertama, menegakkan kedaulatan negara; kedua, mempertahankan keutuhan wilayah dan ketiga, melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan.  Tugas pokok tersebut dilaksanakan melalui Operasi Militer untuk Perang (OMP) dan Operasi Militer Selain Perang (OMSP)”.

Inti dari bunyi UU tersebut di atas adalah, bahwa TNI adalah alat negara yang betugas melindungi dan memberikan rasa aman bagi masyarakat. Demikian juga dengan Polisi, dalam Undang-Undang Kepolisian No. 2 Tahun 2002 disebutkan bahwa fungsi kepolisian adalah:
“Salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat”.

Baik TNI dan Polisi memiliki tugas yang hampir terdapat kemiripan. Menurut penulis, kemiripan tugas itu adalah sebagai petugas keamanan yang wajib menghadirkan rasa aman bagi masyarakat. Hal itu tidak diragukan lagi. Kehadiran anggota TNI dan Polisi dapat dilihat, misalnya dalam beberapa momen tertentu untuk mengamankan massa. Kehadiran anggota TNI dan Polisi pada akhirnya dapat meredam situasi yang berpotensi timbulnya kontra keamanan.

Tugas utama TNI dan Polisi ternyata telah diingkari oleh oknum dari korps mereka sendiri. Bentrok antar kedua anggota dari mereka telah mencoreng nama baik institusi. Ada banyak asumsi yang mencuat pasca bentrok kedua korps tersebut. Persoalan kesenjangan ekonomi menjadi alasan yang tak terelakkan. Mangapa alasan ekonomi? Pertanyaan yang sepertinya tidak terlalu sulit untuk dijawab. Seperti diketahui, ada banyak anggota baik TNI dan Polisi menjadi pengawal pribadi bagi konglomerat kelas atas. Hal itu menjadi side project bagi oknum-oknum anggota untuk meraup rupiah diluar tugas utama sebagai anggota. Alasan tersebut tentu sangat realistis, ditengah minimnya pendapatan dari profesi menjadi anggota.

Selain itu, sudah menjadi rahasia umum pula, jika anggota juga dijadikan “tameng” atau pengaman bagi tempat-tempat hiburan (karaoke, bar dan wisata). Hal ini setidaknya dapat dilihat dari beberapa bentrok anggota TNI dan Polisi yang terjadi ditempat hiburan. Anggota tidak hanya dinas di kesatuan korps mereka, melainkan melakukan “kedinasan” di lokasi lain seperti temapt hiburan. Hal ini berarti, anggota adalah backing bagi para pengusaha untuk pengamanan aset.


Oleh sebab itu, sepatutnya para petinggi TNI dan Polisi bersikap bijak dalam permasalahan tugas dan fungsi anggota mereka. Benar, bahwa tugas keduanya adalah sebagai pengaman, tetapi bukan pengamanan yang diberikan kepada pelanggar hukum. Sungguh sebuah ironi bagi TNI dan Polisi jika terlibat bentrok antar keduanya atau pelanggaran kriminal lainnya. Muru’ah kesatuan dan korps mereka akan runtuh jika bentrok demi bentrok terus melibatkan oknum anggota. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar