Rabu, 10 September 2014

Skenario Koalisi Merah Putih dalam RUU Pemilu Kada

Oleh: Ali Thaufan DS

“Genderang perang” itu benar-benar ditabuh. Gugatan pemilu yang diajukan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa ditolak MK, sebagaimana diputuskan pada 21 Agustus 2014. Indonesia baru telah lahir dipimpin oleh Joko Widodo-Jusuf Kalla. Suka cita dirasakan para pendukung atau simpatisan Jokowi-JK. Pada saat yang sama, kegeraman menyelimuti otak, hati dan tubuh pendukung Prabowo-Hatta. Peringatan HUT RI ke-69 lalu menjadi saksi ketegangan politik yang mengancam disintegritas bangsa Indonesia.

Pilpres meninggalkan luka. Aroma oknum pengusik pada pemerintahan Jokowi-JK pun semakin nyata. Mereka harus menghadapi barisan koalisi merah putih (KMP) di DPR nantinya. Manuver KMP semakin nyata, menunjukkan arogansi sahwat politik yang mengancam pemerintahan Jokowi-JK. Slogan “siap kalah dan siap menang” lenyap dihembus angin. Akhir dari pesta demokrasi bernama pilpres tersebut adalah “dendam pilpres”. Sungguh kebodohan politik telah nyata.

Upaya nyata kubu yang kalah dilakukan dengan berbagai cara, yakni: pembentukan pansus pemilu, revisi UU MD3 dan RUU Pemilu Kada. Tentu saja upaya tersebut akan membuang-buang waktu, karena banyak UU penting lainnya di DPR yang belum disahkan –semisal UU Keperawatan. Parpol yang tergabung dalam KMP (Golkar, Gerindra, PAN, PPP, PKS dan Demokrat) ngotot untuk disahkannya RUU pemilu kada. Salah satu yang menjadi perdebatan dalam RUU ini adalah bahwa pemilu kada yang selama ini dilakukan secara langsung akan dikembalikan dengan mekanisme pemilihan melalui DPRD.

Berbagai alasan partai yang menyetujui RUU pemilu kada berdalih bahwa pilkada langsung hanyalah menghabiskan anggaran. Oleh karenanya mereka menginginkan mekanisme pemilihan kepala daerah melalui DPRD dengan alasan efisiensi. Partai yang menolak disahkannya RUU tersebut (PDIP, PKB dan Hanura) berdalih bahwa pilkada adalah wadah menyalurkan aspirasi rakyat secara langsung, yakni memilih pemimpin mereka secara langsung. Pemilihan kepala daerah yang dipilih oleh DPRD hanya akan menguntungkan partai-partai koalisi semata. Sungguh, disahkannya RUU pemilu kada hanya akan menjadi blunder demokrasi Indonesia. Semakin nyata bahwa KMP bertujuan membawa model pemerintahan ala orde baru. Kegagalan di pilpres lalu membuat partai-partai yang tergabung dalam KMP terus berupaya berkuasa didaerah.


Berbagai spekulasi muncul atas ngototnya KMP yang mendesak DPR mengesahkan RUU pemilu kada. “Skenario senyap” mulai digerakkan oleh oknum KMP. Hal ini dapat dimaknai sebagai aksi “brutal” untuk mengusik pemerintahan. Kekuasaan didaerah hanya akan dimonopoli oleh koalisi mereka semata. KMP kehilangan spirit berdemokrasi. Dalam berbagai kesempatan, masih terekam dalam ingatan publik, KMP berteriak lantang untuk menegakkan sistem demokrasi karena sistem tersebut dianggap mengakomodir keinginan rakyat. Rakyat dapat memilih pilihan mereka secara langsung. Sesuai dengan semangat “one man one vote”. Usulan dan desakan pengesahan RUU pemilu kada oleh KMP telah membuktikan bahwa pemahaman demokrasi para elit pun terlihat dangkal. Mereka manafikan suara rakyat demi kolompoknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar