Selasa, 11 Oktober 2016

Menyoal Mental Pemalsu



Oleh: Ali Thaufan DS
 
Sepanjang tahun 2016 ini, masyarakat Indonesia digegerkan dengan peredaran barang dan produk palsu. Tentu, hal ini menjadi sesuatu paling menakutkan. Ironisnya, para pemalsu tetap saja melakukan tindakan keji, hanya demi meraup keuntungan dari bisnis palsu yang dijalankan. Penyakit “keserakahan” membuat orang meraih banyak hal dengan menghalalkan segala cara. Dalam keadaan sedemikian rupa, tidak ada pilihan lain bagi aparat penegak hukum untuk menindak tegas pelaku pemalsuan barang dan produk.

Harian Kompas (9/9/2016) membeberkan beberapa pemalsuan yang terjadi sepanjang tahun 2016. Pemalsuan itu terjadi diberbagai sektor seperti: pendidikan, kesehatan, pertanian dan pangan, serta dokumen kependudukan. Pada sektor pendidikan, tercatat terjadinya pemalsuan ijazah strata I yang melibatkan Muhammad Rifai, mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sidoarjo. Kasus ini sungguh memalukan karena melibatkan seorang mantan anggota Dewan.

Di sektor pertanian, kasus pemalsuan pupuk palsu terjadi di Sukabumi Jawa Barat. Aparat kepolisian sindikat kejahatan ini. Untuk sektor pertanian, ini bukan kali pertama. Pada tahun 2015 lalu, masyarakat juga diresahkan dengan beredarnya beras palsu di pasaran. Beras yang menjadi konsumsi (makanan) utama masyarakat seketika saja menjadi hantu yang menakutkan. 

Pemalsuan juga terjadi pada dokumen kependudukan. Pada bulan Agustus Polisi menemukan 159 pelaku kejahatan yang menggunakan KTP elektronik palsu. Terungkapnya penjahat dengan KTP palsu ibarat membuka buruknya sistem perekaman data kependudukan. Petugas pembuatan KTP seakan dikelabuhi oleh para pelaku kejahatan. Patut dicurigai, adanya oknum petugas pembuatan KTP yang “bermain” dengan orang-orang tak bertanggung jawab dalam pembuatan KTP. Terungkapnya kasus KTP palsu ini menambah kesal masyarakat yang sudah sangat kesulitan membuat KTP, dan kini justru dipalsukan. Kasus pemalsuan dokumen ini juga terjadi di Maluku. Ratusan orang dikabarkan menerima surat keputusan penerimaan calon PNS, tetapi sayangnya surat itu palsu!

Kasus yang mungkin paling menghebohkan di tahun 2016 adalah pemalsuan di sektor kesehatan. Tercatat terdapat empat kasus pemalsuan. Pertama, jamu palsu yang beredar di Bogor Jawa Barat pada Februari. Setelah terungkap, badan pengawasan obat dan makanan (BPOM) akhirnya menutup pabrik jamu palsu tersebut. Kedua, terungkapnya vaksin palsu yang Juli. Dari informasi yang penulis himpun, vaksin palsu ini menyebar dibeberapa daerah, Jabodetabek, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah (meliputi: Semarang dan Yogyakarta), dan Sumatera Utara (Medan). Ketiga, terungkapnya peredaran obat ilegal di Tangerang Banten. Keempat, beredarnya kartu BPJS Kesehatan palsu di Jakarta dan Cimahi Jawa Barat.

Pemalsuan produk di sektor kesehatan ini sangat mengganggu psikis masyarakat. Pamalsuan vaksin misalnya, telah membuat ketakukan ibu-ibu yang akan melakukan imunisasi anak-anaknya. Pemalsuan vaksin ini sama halnya dengan meracuni anak-anak generasi bangsa. Motif pelaku tidak lain hanya karena faktor ekonomi. 

Maraknya kasus pemalsuan menunjukan “kehinaan” mental pelaku. Ini tidak boleh dibiarkan. Alasan kebutuhan ekonomi tidak dapat dibenarkan jika kemudian menjadi dalih utama melakukan kejahatan. Negara harus tegas terhadap tindakan jahat tersebut. masyarakat tidak ingin generasi bangsa dirusak oleh produk palsu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar