Selasa, 11 Oktober 2016

Menyoal Dana dan Kaderisasi Parpol



Oleh: Ali Thaufan DS (Penulis adalah Tenaga Ahli Anggota DPR Fraksi Partai Golkar, dan Alumnus Progam Magister UIN Jakarta)
 
Wacana penambahan dana untuk partai politik dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) kembali mengemuka. Komisi II DPR RI dan Pemerintah (dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri) telah membahasnya dalam Rapat Kerja, Senin (3/10) lalu. Sebagian masyarakat pun menanggapi negatif penambahan dana suntikan untuk parpol tersebut. Terlebih kondisi ekonomi yang dalam ketidakpastian karena adanya pemangkasan anggaran dibanyak sektor. Pandangan mereka terhadap parpol masih cenderung negatif.

Maurice Deverger (1981) menyatakan bahwa tujuan partai politik tidak lain hanya untuk meraih kekuasaan dan kepentingan. Parpol akan selalu berusaha menguasai “eksekutif-Legislatif” serta mempengaruhi kebijakan pemerintah demi kepentinganya. Lalu, benarkah demikian? Di tengah usulan parpol untuk meminta tambahan dana, wajar jika masyarakat membenarkan pandangan Deverger tersebut.

Pendanaan parpol oleh negara memiliki payung hukum, yaitu Peraturan Pemerintah No. 5 tahun 2009 tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik, yang kemudian direvisi dengan PP No. 83 tahun 2012. Dalam PP tersebut parpol diberikan dana berbasarkan perolehan suara. Satu suara dihargai sebesar Rp. 108, yang kemudian dikalikan dengan perolehan suara pada Pemilu sebelumnya berdasarkan penghitungan KPU. Jumlah tersebut dinilai terlalu kecil sehingga parpol dalam banyak kegiatan (baik harian maupun kegiatan tertentu seperti Pemilu dan Pilkada) harus mencari sumber pendanaan lain.

Pendanaan parpol kerap menjadi sorotan manakala parpol dihadapkan pada minimnya bantuan dari negara dan besarnya kebutuhan operasional, terutama saat menghadapi Pemilu. Ada gap yang cukup besar antara pendapatan dan pengeluaran uang parpol. Pada akhirnya, untuk menutup kebutuhan pendanaan yang besar tersebut, “gotong-royong” memikul dana parpol menjadi kewajiban kader parpol. Sumbangan kader menjadi solusi utama menambal kekurangan.

Pendanaan parpol oleh negara sejatinya dimaksud untuk melakukan pendidikan politik kader parpol. PP No. 83 tahun 2012 pasal 9 bahkan mensyaratkan agar minimal 60 persen dana yang diberikan negara digunakan untuk melakukan fungsi pendidikan politik bagi kader parpol. “Bantuan Keuangan kepada Partai Politik digunakan untuk melaksanakan pendidikan politik bagi anggota Partai Politik dan masyarakat paling sedikit 60 % (enam puluh persen)”. Hal ini pula yang mengundang polemik saat DPR berencana membuat sekolah politik bagi anggota DPR, karena anggota DPR yang merupakan kader parpol seharusnya mendapat pendidikan politik internal parpol.

Batuan anggaran negara kepada parpol memang dirasa sangat penting. Tentu saja dengan bantuan keuangan tersebut, parpol di Indonesia dapat bertransformasi menjadi parpol yang modern dan berkualitas. Pendanaan parpol juga dianggap dapat meminimalisasi perilaku koruptif kader. Di negara-negara maju penganut sistem demokrasi, dana parpol memang disediakan oleh negara.

Perlu diingat, bahwa parpol juga dituntut untuk menjaga tranparansi dan akuntabel terhadap pendanaan atau keuangannya. Parpol diwajibkan memberikan laporan pertanggungjawaban kepada pemerintah sebagai bentuk tanggung jawab penggunaan dana negara. Pada saat bersamaan harus ada kesadara parpol untuk pengelolaan keuangan yang lebih sehat.

Owen Podger (2016) menyampaikan bahwa akuntabilitas dan transparansi parpol di Indonesia harus segera dimulai. Hal ini dapat dimulai dari momentum parpol saat menghadapi Pilkada. Penyelenggara Pemilu (KPU) harus mengaudit keuangan parpol. Dengan transparansi tersebut, masyarakat akan bersimpati, dan merubah pandangan parpol yang elitis dan ekslusif.

Pendanaan parpol dan kaderisasi yang dimaksudkan seperti tidak berjalan seiringan. Contoh kecil dari hal ini adalah pencalonan pada Pilkada DKI Jakarta. Seluruh calon gubernur bukan berasal dari kader parpol, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) adalah mantan kader partai Golkar dan Gerindra, Anis Baswedan dan Agus Harimurti Yudhoyono pun tak pernah mengenyam kerasnya pendidikan sebagai kader parpol.

Dalam kasus Pilkada DKI Jakarta, artibut relawan pendukung pasangan calon justru lebih mendominasi ketimbang atribut parpol. Gerakan dan mobilisasi relawan jauh lebih masif, terstruktur, terukur, dan sistematis. Publik justru lebih senang calonnya hadir bukan dari parpol. Hal ini terbukti pada saat Ahok resmi diusung parpol, beberapa relawan yang mendukungnya pun menarik dukungan terhadapnya. Ini bisa dimaknai sebagai “tamparan relawan kepada parpol”.

Pendanaan parpol bukan soal setuju atau tidak, tetapi ini adalah amanat peraturan perundang-undangan yang harus dilaksanakan. Untuk itu diperlukan keseriusan parpol dalam mengelola keuangan. Pengawasan pendanaan dan transparansi keuangan tetap bisa dilakukan oleh lembaga negara (BKP, PPATK, KPK) juga masyarakat partisan parpol. Oleh sebab itu, tidak perlu ada lagi kekhawatiran terhadap pendanaan parpol oleh negara. Parpol yang melakukan penyimpangan pengelolaan keuangan pada akhirnya akan mendapat “hukum masyarakat”.

Dengan pendanaan dari negara tersebut, parpol punya kewajiban untuk melakukan kaderisasi sesuai dengan AD/ART parpol yang bersangkutan. Pemerintah bisa saja merumuskan aturan sanksi bagi parpol yang gagal mengkader. Indikator kegagalan tersebut bisa ditetapkan dengan sederhana, misalnya, menghentikan bantuan pendanaan bagi parpol atau gabungan parpol yang tidak mengusung calon dalam pilkada, dan tidak melakukan pendidikan politik kader maupun rekrutmen kader. 

Komitmen pendanaan sesuai PP memberikan konsekuensi komitmen kaderisasi bagi parpol. Dengan dana tersebut parpol dapat leluasa melakukan pengkaderan dan menjalankan fungsi pendidikan politik. Parpol harus merumuskan pendidikan politik yang lebih menarik bagi kadernya. Pendidikan politik juga harus bersifat inovatif tanpa mengurangi substansi muatan materi seperti ditentukan dalam peraturan yang berlaku.

*) Suara Karya, 6 Oktober 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar