Rabu, 30 Desember 2015

Arogansi Prajurit TNI

Oleh: Ali Thaufan DS

Kemeriahan Hari Ulang Tahun (HUT) Tentara Nasional Indonesia (TNI) begitu menggema. Pada 5 Oktober 2015 ini, TNI memperingati dirgahayunya yang ke-70. Berbagai spanduk ucapan selamat HUT TNI terpampang dibanyak tempat, terutama ruas jalan. Diantara banyak spanduk, terdapat spanduk bertuliskan “Bersama Rakyat, TNI Kuat”. Spanduk ini menyiratkan pesan bahwa TNI-Rakyat adalah mitra. Namun, tak sampai sebulan dari peringatan tersebut, kehormatan TNI tercoreng akibat ulah oknumnya. Salah satu anggota TNI terlibat perselisihan dengan warga di jalan, hingga akhirnya menembak warga tersebut hingga tewas. Tulisan ini mengulas arogansi anggota TNI sehingga kerap kali merugikan rakyat dan mencoreng citra TNI itu sendiri.

Tukang ojek bernama Marsin Sarmani alias Japra tewas di jalan pada 3 November 2015. Ia tewas ditangang oknum TNI Kostrad setelah terlibat perselisihan di jalan. Mulanya oknum TNI tersebut tak terima dengan ulah Japra yang “ugal-ugalan” di jalan hingga akhirnya ia ditembak dari jarak dekat. Perilaku oknum TNI ini menyedot perhatian banyak pihak. Emosinya sebagai seorang yang memegang senjata sulit dikendalikan.

Kejadian semisal di atas bukan kali ini terjadi. Berdasarkan data yang penulis kumpulkan, pada tahun 2015, sudah terjadi dua kali peristiwa yang sama. Pada 22 Agustus 2015, TNI sempat dikabarkan bentrok dengan warga di Kebumen Jawa Tengah. Peristiwa bentrok TNI-warga ini disebabkan sengketa tanah. Tak berselang lama, pada 28 Agustus 2015 kejadian yang sama juga terjadi di Mimika Papua. Dua anggota TNI mengalami pengeroyokan yang dilakukan warga.

Pada tahun-tahun sebelumnya pun terjadi beberapa peristiwa seperti penyerbuan TNI ke penjara LP Cebongan, pada 23 Maret 2013. Oknum TNI memberondong tembakan ke arah tahanan yang menyebabkan beberapa tahanan tewas. Tahanan yang tewas tersebut adalah seorang yang diketahui membunuh oknum TNI. Diduga, apa yang dilakukan oknum TNI dengan menyerbu LP Cebongan tersebut adalah sebagai tindakan balas dendam. Pada Juli 2012 juga pernah terjadi bentrok TNI-warga. Peristiwa tersebut terjadi di Malang akibat sengketa lahan.

Terkait peristiwa terakhir –penembakan Japra- yang terjadi di Cibinong, Panglima TNI menyampaikan maafnya atas tindakan prajuritnya. Ia menyebut bahwa TNI pasti memberi sanksi kepada anggotanya tersebut. Atas peristiwa ini, TNI memberi warning keras bagi anggotanya yang memegang senjata.

Penembakan yang dilakukan oknum TNI telah benar-benar melukai hati rakyat. Apapun motif yang melatarbelakangi oknum tersebut, tindakan main hakim sendiri dengan menggunakan senjata tidak dibenarkan. Tindakan tersebut membuat rakyat semakin takut terhadap TNI. Ada kekhawatiran bahwa tindakan TNI tersebut bisa berujung pada arogansi TNI yang lebih liar terhadap masyarakat sipil. Atas peristiwa ini pula, sebagian pengamat mendesak agar dilakukan revisi undang-undang Pengadilan Militer. Mereka beranggapan pengadilan militer tak pernah transparan dalam mengadili anggotanya. Pengadilan militer dianggap sulit diakses oleh sipil.


Tentu saja, ke depan, kita tidak ingin lagi kejadian ini terulang lagi. Betapun, TNI dan masyarakat adalah mitra. Keduanya punya tanggung jawab untuk menjaga keamanan dan pertahanan negara. Slogan “Bersama Rakyat, TNI Kuat” jangan hanya menjadi tulisan mati. Ia harus dibunyikan dan ditanamkan dalam jiwa prajurit. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar