Oleh: Ali Thaufan
DS
Kemeriahan Hari Ulang Tahun (HUT) Tentara Nasional
Indonesia (TNI) begitu menggema. Pada 5 Oktober 2015 ini, TNI memperingati
dirgahayunya yang ke-70. Berbagai spanduk ucapan selamat HUT TNI terpampang
dibanyak tempat, terutama ruas jalan. Diantara banyak spanduk, terdapat spanduk
bertuliskan “Bersama Rakyat, TNI Kuat”. Spanduk ini menyiratkan pesan bahwa
TNI-Rakyat adalah mitra. Namun, tak sampai sebulan dari peringatan tersebut,
kehormatan TNI tercoreng akibat ulah oknumnya. Salah satu anggota TNI terlibat
perselisihan dengan warga di jalan, hingga akhirnya menembak warga tersebut
hingga tewas. Tulisan ini mengulas arogansi anggota TNI sehingga kerap kali
merugikan rakyat dan mencoreng citra TNI itu sendiri.
Tukang ojek bernama Marsin Sarmani alias Japra tewas di
jalan pada 3 November 2015. Ia tewas ditangang oknum TNI Kostrad setelah
terlibat perselisihan di jalan. Mulanya oknum TNI tersebut tak terima dengan
ulah Japra yang “ugal-ugalan” di jalan hingga akhirnya ia ditembak dari jarak
dekat. Perilaku oknum TNI ini menyedot perhatian banyak pihak. Emosinya sebagai
seorang yang memegang senjata sulit dikendalikan.
Kejadian semisal
di atas bukan kali ini terjadi. Berdasarkan data yang penulis kumpulkan, pada
tahun 2015, sudah terjadi dua kali peristiwa yang sama. Pada 22 Agustus 2015,
TNI sempat dikabarkan bentrok dengan warga di Kebumen Jawa Tengah. Peristiwa
bentrok TNI-warga ini disebabkan sengketa tanah. Tak berselang lama, pada 28
Agustus 2015 kejadian yang sama juga terjadi di Mimika Papua. Dua anggota TNI
mengalami pengeroyokan yang dilakukan warga.
Pada tahun-tahun
sebelumnya pun terjadi beberapa peristiwa seperti penyerbuan TNI ke penjara LP
Cebongan, pada 23 Maret 2013. Oknum TNI memberondong tembakan ke arah tahanan
yang menyebabkan beberapa tahanan tewas. Tahanan yang tewas tersebut adalah
seorang yang diketahui membunuh oknum TNI. Diduga, apa yang dilakukan oknum TNI
dengan menyerbu LP Cebongan tersebut adalah sebagai tindakan balas dendam. Pada
Juli 2012 juga pernah terjadi bentrok TNI-warga. Peristiwa tersebut terjadi di
Malang akibat sengketa lahan.
Terkait peristiwa
terakhir –penembakan Japra- yang terjadi di Cibinong, Panglima TNI menyampaikan
maafnya atas tindakan prajuritnya. Ia menyebut bahwa TNI pasti memberi sanksi kepada
anggotanya tersebut. Atas peristiwa ini, TNI memberi warning keras bagi anggotanya yang memegang senjata.
Penembakan yang
dilakukan oknum TNI telah benar-benar melukai hati rakyat. Apapun motif yang
melatarbelakangi oknum tersebut, tindakan main hakim sendiri dengan menggunakan
senjata tidak dibenarkan. Tindakan tersebut membuat rakyat semakin takut
terhadap TNI. Ada kekhawatiran bahwa tindakan TNI tersebut bisa berujung pada
arogansi TNI yang lebih liar terhadap masyarakat sipil. Atas peristiwa ini
pula, sebagian pengamat mendesak agar dilakukan revisi undang-undang Pengadilan
Militer. Mereka beranggapan pengadilan militer tak pernah transparan dalam
mengadili anggotanya. Pengadilan militer dianggap sulit diakses oleh sipil.
Tentu saja, ke
depan, kita tidak ingin lagi kejadian ini terulang lagi. Betapun, TNI dan
masyarakat adalah mitra. Keduanya punya tanggung jawab untuk menjaga keamanan
dan pertahanan negara. Slogan “Bersama Rakyat, TNI Kuat” jangan hanya menjadi
tulisan mati. Ia harus dibunyikan dan ditanamkan dalam jiwa prajurit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar