Oleh: Ali
Thaufan DS
Hukuman seperti
apa bagi para koruptor agar membuat jera? Hukuman seperti apa bagi pengedar
narkoba agar membuat jera? Hukuman seperti apa bagi para begal motor agar
membuat jera? Ini Indonesia yang dikata negara hukum. Tetapi, dimana tegaknya hukum
di Indonesia? Dimana keadilan yang terus dicari? Apakah ia “ngumpet”
(bersembunyi) dibalik tebalnya uang dan aparat penegak keadilan itu sendiri? Tulisan
ini hadir dari berita yang mengejutkan, tentang peredaran narkoba di lapas
Cipinang.
Pada bulan
Januari 2015, pemerintah mendapat apresiasi manakala gembong narkoba dihukumi
mati. Harapan membesar untuk terus menegakkan hukum bagi para pengedar narkoba.
Tetapi, kini –pada bulan April- terjawab sudah, pengedar narkoba bagai tiada jera.
Peredaran narkoba justru terjadi di lembaga permasyarakatan Cipinang. Harapan pemberantasan
penyalahgunaan narkoba seakan hendak pupus. Hukuman seperti apa yang mesti
ditimpalkan kepada pengedar narkoba, jika mati pun tak membuat takut?
Geger berita
saat petugas lapas di Cipinang menemukan narkoba jenis baru CC4 terdapat
disebut ruang tahanan milik narapidana narkoba. Selain menemukan narkoba,
petugas juga menemukan handphone yang diduga menjadi alat memasarkan barang
haram tersebut. Mengapa peredaran narkoba justru terjadi di lapas yang
sejatinya menjadi tempat menghukum para pengedar narkoba tersebut? Betapa
lengah kah penjagaan di lapas, atau ada “main mata” antara petugas dengan narapidana.
Peredaran narkoba di sebuah lapas bukan hal baru. Beberapa tahun silam, gembong
narkoba, Freddy Budiman juga tertangkap dan terbukti menjadi pengedar narkoba
di dalam lapas.
Penyalahgunaan
narkoba telah berakibat fatal, terlebih ketika narkoba merasuki kalangan
muda-mudi. Barangkali ribuan generasi bangsa telah tersesatkan oleh penyalahgunaan
narkoba; terputus sekolah; bahkan terenggut nyawa dalam candu narkoba. Sepatutnya
penegak hukum memberi perhatian khusus atas ekses yang ditimbulkan ketika
narkoba menjadi “momok” bagi generasi muda bangsa. Jika kejadian peredaran
narkoba justru terjadi dalam lapas, ini sepatutnya menjadi kritik keras bagi
aparat penegak hukum. Penanganan harus lebih keras, tidak hanya bagi pengedar,
tetapi juga para petugas lapas (sipir).
Kontrol atau
pengendalian peredaran narkoba harus segera diungkap dan pelakunya dihukumi
dengan hukum yang menjerakan. Tindakan pengedaran narkoba dalam lapas tidak
bisa dianggap sepele. Ini adalah cerminan bagi pengedar yang masih bebas di
luar lapas. Jika dari dalam lapas pengedar masih leluasa memasarkan, dapat
dibayangkan apa yang terjadi di luar lapas. Sindikat jaringan narkoba mesti
dihentikan. Para petugas lapas perlu direformasi. Bagaimanapun, kejadian di
dalam lapas adalah sebuah “kecolongan”, membiarkan para gembong narkoba
menjalankan bisnis mereka. Jika kasus ini tak ditangani dengan serius, “remote
control” pengendali narkoba akan tetap leluasa. Sebuah kerugian bagi aparat
hukum jika keberadaan pengedar narkoba tetap terjadi baik di dalam atau di luar
lapas. Integritas penegak hukum untuk memberantas narkoba akan diragukan.
Bagi semua
lapisan masyarakat, kejadian ini menjadi peringatan bahwa narkoba ada
dimana-mana –tentu di dalam masyarakat itu sendiri. Tanggung jawab atas
generasi cemerlang tanpa narkoba kiat berat. Selain penegak hukum, ini juga
menjadi PR bagi orang tua dan guru di sekolah agar memberikan tekanan agar anak
didik mereka tak tergerumus dalam pseudo-kenikmatan narkoba.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar