Senin, 13 April 2015

“Remote Control” Narkoba dari Cipinang



Oleh: Ali Thaufan DS
 
Hukuman seperti apa bagi para koruptor agar membuat jera? Hukuman seperti apa bagi pengedar narkoba agar membuat jera? Hukuman seperti apa bagi para begal motor agar membuat jera? Ini Indonesia yang dikata negara hukum. Tetapi, dimana tegaknya hukum di Indonesia? Dimana keadilan yang terus dicari? Apakah ia “ngumpet” (bersembunyi) dibalik tebalnya uang dan aparat penegak keadilan itu sendiri? Tulisan ini hadir dari berita yang mengejutkan, tentang peredaran narkoba di lapas Cipinang.

Pada bulan Januari 2015, pemerintah mendapat apresiasi manakala gembong narkoba dihukumi mati. Harapan membesar untuk terus menegakkan hukum bagi para pengedar narkoba. Tetapi, kini –pada bulan April- terjawab sudah, pengedar narkoba bagai tiada jera. Peredaran narkoba justru terjadi di lembaga permasyarakatan Cipinang. Harapan pemberantasan penyalahgunaan narkoba seakan hendak pupus. Hukuman seperti apa yang mesti ditimpalkan kepada pengedar narkoba, jika mati pun tak membuat takut?

Geger berita saat petugas lapas di Cipinang menemukan narkoba jenis baru CC4 terdapat disebut ruang tahanan milik narapidana narkoba. Selain menemukan narkoba, petugas juga menemukan handphone yang diduga menjadi alat memasarkan barang haram tersebut. Mengapa peredaran narkoba justru terjadi di lapas yang sejatinya menjadi tempat menghukum para pengedar narkoba tersebut? Betapa lengah kah penjagaan di lapas, atau ada “main mata” antara petugas dengan narapidana. Peredaran narkoba di sebuah lapas bukan hal baru. Beberapa tahun silam, gembong narkoba, Freddy Budiman juga tertangkap dan terbukti menjadi pengedar narkoba di dalam lapas.

Penyalahgunaan narkoba telah berakibat fatal, terlebih ketika narkoba merasuki kalangan muda-mudi. Barangkali ribuan generasi bangsa telah tersesatkan oleh penyalahgunaan narkoba; terputus sekolah; bahkan terenggut nyawa dalam candu narkoba. Sepatutnya penegak hukum memberi perhatian khusus atas ekses yang ditimbulkan ketika narkoba menjadi “momok” bagi generasi muda bangsa. Jika kejadian peredaran narkoba justru terjadi dalam lapas, ini sepatutnya menjadi kritik keras bagi aparat penegak hukum. Penanganan harus lebih keras, tidak hanya bagi pengedar, tetapi juga para petugas lapas (sipir).

Kontrol atau pengendalian peredaran narkoba harus segera diungkap dan pelakunya dihukumi dengan hukum yang menjerakan. Tindakan pengedaran narkoba dalam lapas tidak bisa dianggap sepele. Ini adalah cerminan bagi pengedar yang masih bebas di luar lapas. Jika dari dalam lapas pengedar masih leluasa memasarkan, dapat dibayangkan apa yang terjadi di luar lapas. Sindikat jaringan narkoba mesti dihentikan. Para petugas lapas perlu direformasi. Bagaimanapun, kejadian di dalam lapas adalah sebuah “kecolongan”, membiarkan para gembong narkoba menjalankan bisnis mereka. Jika kasus ini tak ditangani dengan serius, “remote control” pengendali narkoba akan tetap leluasa. Sebuah kerugian bagi aparat hukum jika keberadaan pengedar narkoba tetap terjadi baik di dalam atau di luar lapas. Integritas penegak hukum untuk memberantas narkoba akan diragukan. 

Bagi semua lapisan masyarakat, kejadian ini menjadi peringatan bahwa narkoba ada dimana-mana –tentu di dalam masyarakat itu sendiri. Tanggung jawab atas generasi cemerlang tanpa narkoba kiat berat. Selain penegak hukum, ini juga menjadi PR bagi orang tua dan guru di sekolah agar memberikan tekanan agar anak didik mereka tak tergerumus dalam pseudo-kenikmatan narkoba.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar