Selasa, 28 April 2015

Peringatan Konferensi Asia-Afrika, Apa Untungnya Indonesia?

Oleh: Ali Thaufan DS
 

Bulan April 2015 ini akan selalu diingat dalam sejarah bangsa dunia. Pasalnya negara-negara yang tergabung dalam konferensi Asia-Afrika (KAA) memeringati peringatan 60 tahun KAA. Pada 1955 silam, beberapa negarawan Asia dan Afrika tergerak untuk melakukan konferensi, mencetuskan deklarasi anti kolonialisme. Peringatan KAA di Bandung dan Jakarta menjadi momentum bagi negara-negara yang tergabung didalamnya untuk “unjuk gigi” kemampuan negaranya. Tulisan ini hadir mencermati gelaran KAA, hiruk pikuk warga menyambut KAA, hingga pro kontra atas peringatan tersebut serta hasil KAA.


Ulasan pertama yang ingin penulis suguhkan adalah hiruk pikuk warga Bandung dan Jakarta menyambut KAA. Kemeriahan setidaknya dapat dilihat dari banyaknya atribut –seperti umbul-umbul dan bendera-tertuliskan peringatan KAA. Well, ini tentu saja turut membantu para guru untuk menjelaskan sejarah KAA beberapa tahun silam kepada murid mereka. Sebuah edukasi yang bagi penulis sangat penting karena KAA tidak akan pernah terhapus dalam materi kesejarahan bangsa ini. Kota Bandung yang menjadi kota inti dari peringatan ini seperti disibukkan dengan gelaran peringatan KAA. Museum penting diperbaiki agar tidak “malu-maluin” saat dikunjungi oleh para petinggi dari berbagai Negara.


KAA juga turut memberikan keuntungan tersendiri bagi beberapa pelaku usaha. Sebagai contoh, usaha batu akik di kota Garut. Pada peringatan KAA kali ini, pemerintah Indonesia memberikan buah tangan bagi para delegasi sebuah batu akik khas Garut. Seperti diketahui, peringatan KAA kali bertepatan dengan masa-masa demam batu akik yang sedang menjamur di berbagai pelosok Indonesia. 


Selanjutnya penulis ingin sedikit menyoroti seputar pro dan kontra terkait peringatan KAA. Setidaknya ada beberapa alasan yang mengemuka bagi kalangan yang menolak atau mendukung peringatan KAA. Pertama bagi kalangan penolak, menganggap KAA sudah tidak memiliki relevansi ditengah arus global. Perdagangan bebas yang tak terbendung sulit mengeluarkan suatu negara dari kolonialisme model baru saat ini. Kalangan penolak KAA juga beranggapan bahwa KAA hanyak menjadi ajang atau forum penguasa dan kapitalis untuk merencanakan penguasaannya pada suatu negara tertentu. Bahkan, pihak penolak juga beranggapan bahwa peringatan KAA hanya menjadi biang kemacetan di beberapa ruas jalan Ibu Kota Jakarta.


Gelaran KAA 60 tahun silam hadir sebagai penentang kolonialisme. Peringatan 60 tahun KAA saat ini bukan sekadar acara formil semata. Dunia perlu membuka sejarah dan mengingat betapa KAA menjadi tonggak menuju perdamain dunia melalui upaya dekolonialisasi. “Ini acara bukan main-main” begitu kiranya pernyataan yang ingin penulis sampaikan. KAA yang umumnya didominasi negara berkembang perlu menyatukan visi untuk mengangkat harkat dan martabat setiap negaranya. Upaya tersebut hanya menjadi utopi jika mengabaikan kerjasama bilateral antarnegara. 


Selanjutnya adalah sorotan mengenai hasil bagi KAA itu sendiri. Terdapat tiga dokumen penting hasil dari peringatan KAA tahun ini. Pertama, pesan Bandung. Ini berisikan: “Pesan yang visioner, mengedepankan kerja sama yang baru secara nyata, dan revitalisasi penguatan kemitraan Asia Afrika pada solidaritas politik, kerja sama ekonomi, dan hubungan social-budaya sebagai tiga pilar utama.” Kedua, penguatan kemitraan strategis baru Asia Afrika (NAASP). Uraian poin ini adalah: “Penguatan solidaritas, persahabatan, dan kerja sama. Kemudian kajian ulang terhadap kerja sama NAASP selama 10 tahun terakhir, yakni sejak tahun 2015. Kerja sama nyata pada upaya pemberantasan teroris, membentuk jejaring pusat penjagaan perdamaian, mengecam aksi ekstrimisme atas nama agama”. Ketiga, dukungan untuk Palestina, yakni mendukung sepenuhnya kemerdekaan negara Palestina.


Selain hasil di atas, pada peringatan KAA kali ini ada beberapa isu penting yang diangkat oleh para petinggi negara. Presiden RI Joko Widodo secara gamblang memberikan kritik pada lembaga keuangan dunia yakni IMF karena dinggap tidak mampu menjadi solusi ketidakadilan kesejahteraan. Jokowi juga menegaskan dukungan kemerdekaan atas Palestina. Presiden Iran Hassan Rauhani menyerukan kedamaian dan mengecam berbagai tindakan ekstrim teroris. Shinzo Abe, Perdana Menteri Jepang menyuarakan perlu keseimbangan ekonomi, agar tidak didominasi oleh kekuatan penguasa. (Kompas 24/04/2015).


Inilah gambaran mengenai perhelatan peringatan KAA 2015. Hasil kesepakatan dan pesan KAA menjadi catatan tersendiri untuk dinanti pelaksanaanya. Melalui KAA, muncul harapan atas terwujudnya kesejahteraan negara-negara berkembang. KAA harus menjadi pecut semangat para pengambil kebijakan untuk membawa Indonesia menjadi inisiator perdamaian dan kesejahteraan dunia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar