Oleh: Ali Thaufan DS
Bulan April 2015 ini akan selalu diingat dalam sejarah bangsa dunia.
Pasalnya negara-negara yang tergabung dalam konferensi Asia-Afrika (KAA)
memeringati peringatan 60 tahun KAA. Pada 1955 silam, beberapa negarawan Asia
dan Afrika tergerak untuk melakukan konferensi, mencetuskan deklarasi anti
kolonialisme. Peringatan KAA di Bandung dan Jakarta menjadi momentum bagi
negara-negara yang tergabung didalamnya untuk “unjuk gigi” kemampuan negaranya.
Tulisan ini hadir mencermati gelaran KAA, hiruk pikuk warga menyambut KAA,
hingga pro kontra atas peringatan tersebut serta hasil KAA.
Ulasan pertama yang ingin penulis suguhkan adalah hiruk pikuk warga
Bandung dan Jakarta menyambut KAA. Kemeriahan setidaknya dapat dilihat dari
banyaknya atribut –seperti umbul-umbul dan bendera-tertuliskan peringatan KAA. Well, ini tentu saja turut membantu para
guru untuk menjelaskan sejarah KAA beberapa tahun silam kepada murid mereka.
Sebuah edukasi yang bagi penulis sangat penting karena KAA tidak akan pernah
terhapus dalam materi kesejarahan bangsa ini. Kota Bandung yang menjadi kota
inti dari peringatan ini seperti disibukkan dengan gelaran peringatan KAA.
Museum penting diperbaiki agar tidak “malu-maluin” saat dikunjungi oleh para
petinggi dari berbagai Negara.
KAA juga turut memberikan keuntungan tersendiri bagi beberapa pelaku
usaha. Sebagai contoh, usaha batu akik di kota Garut. Pada peringatan KAA kali
ini, pemerintah Indonesia memberikan buah tangan bagi para delegasi sebuah batu
akik khas Garut. Seperti diketahui, peringatan KAA kali bertepatan dengan
masa-masa demam batu akik yang sedang menjamur di berbagai pelosok Indonesia.
Selanjutnya penulis ingin sedikit menyoroti seputar pro dan kontra terkait
peringatan KAA. Setidaknya ada beberapa alasan yang mengemuka bagi kalangan
yang menolak atau mendukung peringatan KAA. Pertama bagi kalangan penolak,
menganggap KAA sudah tidak memiliki relevansi ditengah arus global. Perdagangan
bebas yang tak terbendung sulit mengeluarkan suatu negara dari kolonialisme
model baru saat ini. Kalangan penolak KAA juga beranggapan bahwa KAA hanyak
menjadi ajang atau forum penguasa dan kapitalis untuk merencanakan
penguasaannya pada suatu negara tertentu. Bahkan, pihak penolak juga
beranggapan bahwa peringatan KAA hanya menjadi biang kemacetan di beberapa ruas
jalan Ibu Kota Jakarta.
Gelaran KAA 60 tahun silam hadir sebagai penentang kolonialisme. Peringatan
60 tahun KAA saat ini bukan sekadar acara formil semata. Dunia perlu membuka
sejarah dan mengingat betapa KAA menjadi tonggak menuju perdamain dunia melalui
upaya dekolonialisasi. “Ini acara bukan main-main” begitu kiranya pernyataan
yang ingin penulis sampaikan. KAA yang umumnya didominasi negara berkembang
perlu menyatukan visi untuk mengangkat harkat dan martabat setiap negaranya. Upaya
tersebut hanya menjadi utopi jika mengabaikan kerjasama bilateral antarnegara.
Selanjutnya adalah sorotan mengenai hasil bagi KAA itu sendiri.
Terdapat tiga dokumen penting hasil dari peringatan KAA tahun ini. Pertama,
pesan Bandung. Ini berisikan: “Pesan yang visioner, mengedepankan kerja sama
yang baru secara nyata, dan revitalisasi penguatan kemitraan Asia Afrika pada
solidaritas politik, kerja sama ekonomi, dan hubungan social-budaya sebagai
tiga pilar utama.” Kedua, penguatan kemitraan strategis baru Asia Afrika
(NAASP). Uraian poin ini adalah: “Penguatan solidaritas, persahabatan, dan
kerja sama. Kemudian kajian ulang terhadap kerja sama NAASP selama 10 tahun
terakhir, yakni sejak tahun 2015. Kerja sama nyata pada upaya pemberantasan
teroris, membentuk jejaring pusat penjagaan perdamaian, mengecam aksi
ekstrimisme atas nama agama”. Ketiga, dukungan untuk Palestina, yakni mendukung
sepenuhnya kemerdekaan negara Palestina.
Selain hasil di atas, pada peringatan KAA kali ini ada beberapa isu
penting yang diangkat oleh para petinggi negara. Presiden RI Joko Widodo secara
gamblang memberikan kritik pada lembaga keuangan dunia yakni IMF karena dinggap
tidak mampu menjadi solusi ketidakadilan kesejahteraan. Jokowi juga menegaskan
dukungan kemerdekaan atas Palestina. Presiden Iran Hassan Rauhani menyerukan
kedamaian dan mengecam berbagai tindakan ekstrim teroris. Shinzo Abe, Perdana
Menteri Jepang menyuarakan perlu keseimbangan ekonomi, agar tidak didominasi
oleh kekuatan penguasa. (Kompas 24/04/2015).
Inilah gambaran mengenai perhelatan peringatan KAA 2015. Hasil
kesepakatan dan pesan KAA menjadi catatan tersendiri untuk dinanti
pelaksanaanya. Melalui KAA, muncul harapan atas terwujudnya kesejahteraan
negara-negara berkembang. KAA harus menjadi pecut
semangat para pengambil kebijakan untuk membawa Indonesia menjadi inisiator
perdamaian dan kesejahteraan dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar