Rabu, 09 Juli 2014

Menimbang Potensi Kecurangan Pilpres Pasca Quick Count

Oleh: Ali Thaufan DS
Pemilihan presiden RI untuk periode 2014-2019 telah usai. Segala kesibukan kampanye terbuka beberapa pekan terakhir tak tampak lagi. Masyarakat yang mendapat hak pilih telah menyalurkan pilihannya pada capres-cawapres pilihan masing-masing. Harapan besar ada dalam benak setiap masyarakat akan perubahan Indonesia, tentu saja menuju cita-cita pendiri bangsa.
Usai pemilihan di TPS, masyarakat dengan mudah mengetahui hasil pilihan mereka melalui bermacam media, baik televisi maupun media online. Pada satu sisi hal ini sangat menguntungkan, tetapi pada sisi lain, hal ini sangat membingungkan. Kebingungan itu disebabkan beberapa lembaga survey merilis hasil quick count berbeda-beda.
Hasil quick count yang memenangkan Jokowi-JK: Litbang Kompas: Prabowo-Hatta 47,66% - Jokowi-JK 52,34%. Lingkaran Survei Indonesia: Prabowo-Hatta 46,34% - Jokowi-JK 53,37%. CSIS-CYRUS: Prabowo-Hatta 48,1% - Jokowi-JK 51,9%. Populi Center: Prabowo-Hatta 49,05% - Jokowi-JK 50,95%. Indikator Politik Indonesia: Prabowo-Hatta 47,05% - Jokowi-JK 52,95%. Radio Republik Indonesia (RRI): Prabowo-Hatta 47,32% - Jokowi-JK 52,68%. Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC): Prabowo-Hatta 47,09% - Jokowi-JK 52,91%. Pol-traking: Prabowo-Hatta 46,63% - Jokowi-JK 53,37%.
Hasil quick count yang memenangkan Prabowo-Hatta: Jaringan Suara Indonesia (JSI): Prabowo-Hatta 50,13% - Jokowi-JK 49,87%. Indonesia Research Centre (IRC): Prabowo-Hatta 51,11% - Jokowi-JK 48,89%. Pusat Kajian Kebijakan dan Pembangunan Strategis (Pupkaptis): Prabowo-Hatta 52,05% - Jokowi-JK 47,95%. Lembaga Survei Nasional (LSN): Prabowo-Hatta 50,19% - Jokowi-JK 49,81%.
Hasil quick count per pulau juga memempatkan Jokowi-JK diurutan pertama. Jawa: Prabowo-Hatta 48,65% - Jokowi-JK 51,35%. Bali dan Nusa Tenggara: Prabowo-Hatta 42,83% - Jokowi-JK 53,73%. Sumatera: Prabowo-Hatta 49,32% - Jokowi-JK 50,68%. Kalimantan: Prabowo-Hatta 42,83% - Jokowi-JK 57,17%. Sulawesi: Prabowo-Hatta 42,5% - Jokowi-JK 57,5%. Maluku dan Papua: Prabowo-Hatta 40,31% - Jokowi-JK 59,69%. (Litbang Kompas)
Dari sekian lembaga survey yang melakukan quick count, ada yang memenangkan pasangan nomor urut satu, ada pula monor urut dua. Bagi penulis, hal ini sangat membingungkan. Masing-masing lembaga survey mengklaim hasil quick count mereka kredibel, akurat dan benar. Klaim-klaim hasil survey tersebut berimplikasi pada klaim masing-masing capres. Konferensi pers yang digelar para capres dengan tim pemenangannya menyampaikan bahwa diri mereka menjadi “Pemenang”.
Berdasarkan pengalaman sebelumnya, setiap hasil quick count dapat dipastikan kebenarannya. 99 persen hasilnya akan sama dengan hitungan manual oleh KPU. Sebagai contoh, hasil pada pemilu legislatif lalu. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah, apakah ada “oknum bejat” yang memainkan hasil quick count tersebut? Tulisan ini ingin menganalisa potensi kecurangan yang akan terjadi pasca rilis hasil quick count. Potensi kecurangan tersebut akan dianalisa dengan, pertama, melihat jumlah kepala daerah yang mendukung masing-masing capres. Kedua, “perang” statemen klaim kemenangan masing-masing capres baik oleh tim sukses maupun lembaga survei. Penulis merasa perlu untuk “menyinggung” kepala daerah karena potensi kecurangan dapat dilakukan pada tingkat KPUD. Sedangkan alasan perang statemen sebagai potensi kecurangan, penulis dasarkan bahwa stetemen tersebut kerap menyulut emosi kemarahan dan euphoria pendukung. Hal ini sangat memungkinkan mengarah pada potensi kecurangan pada penghitungan di KPUD.
Pada beberapa penyelenggaran Pilkada dan pemilu legislatif, KPUD dinilai kerap melakukan kecurangan. Dalam catatan penulis ada beberapa KPUD –baik tingkat Kabupaten/Kota dan Provinsi- bermasalah dan terindikasi kecurangan dalam proses pemilihan legislatif, yakni: KPUD Yogyakarta, Sulawesi Selatan, Riau, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Ponorogo, Depok, Bekasi, Batam, Surabaya dan lain-lain.
Melihat potensi kecurangan yang pernah terjadi tersebut, maka sangat mungkin kecurangan tersebut terjadi kembali pada pilpres kali ini. Hal tersebut semakin dikuatkan bahwa banyak kepala daerah yang turut menjadi tim sukses masing-masing capres-cawapres. Sekitar 18 kepala daerah berada dibarisan Prabowo-Hatta dan 9 kelapa daerah dibarisan Jokowi-JK. Tapuk kekuasaan mereka di daerah dapat saja digunakan untuk memanipulasi hasil suara di TPS pada saat suara di KPUD.
Selanjutnya adalah soal “perang” statemen klaim kemenangan. Sejak kemarin sore (9/7/2014) sesaat setelah penghitungan usai, perang statemen dimulai. Masing-masing kubu capres meyakinkan pada masyarakat bahwa dialah pemenang pilpres. Hal tersebut didasarkan pada hasil quick count. Direktur Riset SMRC, Djayadi Hanan menyatakan berdasarkan quick count yang dilakukan, Jokowi-JK terpilih sebagai presiden. Pernyataan kemenangan versi quick count pun juga dinyatakan kubu Jokowi-JK dengan mendasarkan hasil quick count beberapa lembaga survey. Pihak Prabowo-HT pun tak mau kalah. Mereka juga menyatakan kemenangan versi quick count lembaga survey mereka.

Statemen dari kedua kubu capres akan mudah memengaruhi kondisi psikologis pendukung saat sedang euphoria. Dalam kondisi merayakan kegembiraan, segala hal yang kontra-kegembiraan akan ditolak. Termasuk hasil pemilu sekalipun. Seruan masing-masing capres untuk “mengawal suara” dapat diartikan akan adanya tendensi pada kecurangan. Masing-masing capres mempersiapkan diri menghadapi kecurangan yang dilakukan oleh “oknum bejat”. Dapat dipastikan proses penghitungan suara hingga 22 Juli nanti akan penuh dengan suasana panas. Pemerintah harus menjamin kelangsungan penghitungan suara dengan aman dan terhindar dari kecurangan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar