Rabu, 02 Juli 2014

Pemilihan Presiden yang Mengancam

Oleh: Ali Thaufan DS

Pemilihan Presiden periode 2014-2019 didepan mata. Banyak pengamat membincang arah bangsa kedepan dengan pemimpin baru. Hal-hal yang berkaitan dengan kebijakan politik, ekonomi, hubungan internasional, pembangunan sumber daya manusia dan lain sebagainya menjadi bagian dari obrolan para pengamat. Prediksi capres yang bakal menjadi pemenang pun menjadi buah bibir banyak orang. Tentu saja, hal ini mengacu pada hasil survei elektabilitas yang dirilis berbagai lembaga survei. Ya, akhirnya rakyat larut dalam suka cita pilpres.

Tulisan ini adalah hasil pembacaan terhadap pemberitaan berbagai media informasi mengenai hal-hal yang sangat mungkin terjadi pacsa pilpres, yakni: ancaman keamanan dan disintegrasi bangsa. Alasan penulis menulis tema ini adalah bentuk ambil bagian atau posisi dalam membincang pencapresan, dari pada mendukung salah satu capres yang kerap berujung pada kampanye hitam pekat.

Ancaman keamanan pasca pilpres, menurut penulis, didasarkan pada realitas kekinian. Realitas kekinian seperti “perang” jenderal purnawirawan TNI/Polri mendukung salah satu capres; bentrok antara pendukung capres; serta masifnya kampanye hitam sangat mendukung terciptanya kondisi kontra keamanan. Peran pensiunan jenderal TNI/Polri dibelakang capres tidak bisa dimaknai sebagai dukungan suara semata, tetapi juga pengamanan pasca pilpres nanti. Dukungan mereka tampaknya semakin nyata menjadi ancaman keamanan menyusul pernyataan mereka dimedia secara terbuka mengumbar rahasia dinas kemiliteran saat masih aktif.

Dalam beberapa kesempatan, mantan jenderal Fachrul Razi –yang berada di kubu Jokowi- membuka “aib” Prabowo. Mantan jenderal dari kubu Prabowo, Kivlan Zen menampik anggapan-anggapan negatif seputar Prabowo. Pilpres kali ini pada akhirnya diwarnai dengan “perang” para jenderal. Dalam catatan penulis, Prabowo-Hatta didukung 37 Jenderal sedangkan Jokowi-JK didukung 35 Jenderal. Masyarakat dihadapkan pada perbedabatan internal mantan jenderal TNI tersebut. Pada akhirnya, institusi TNI lah yang terkena imbas dari pergungingan mereka para purnawirawan.

Posisi para purnawirawan dalam dinas kemiliteran dinilai masih memiliki pengaruh. “Garis komando” terhadap juniornya yang masih aktif dapat dipastikan belum terputus. Hal ini dapat berarti dua kemungkinan, pertama, mendorong netralitas TNI/Polri dalam pilpres. Kedua, menggunakan kekuatan TNI/Polri untuk kepentingan capres mereka. Penggunaan kekuatan TNI/Polri yang digerakan oleh purnawirawan pun memiliki dua kemungkinan, pertama mengamankan situasi dan kondisi pasca pilpres dan kedua menggunakan kekuatan militer untuk membuat instabilitas keamanan di masyarakat pasca pilpes.

Haram hukumnya bagi capres yang memanfaatkan kekuatan militer guna mendukung cita-cita pencapresannya. Tugas pokok TNI adalah untuk membunuh atau dibunuh di medan pertempuran. Bukan di pesta demokrasi pilpres ini. Banyak contoh negara yang mengalami kekacauan pasca pilpres karena menggunakan kekuatan militer secara sepihak, untuk kepentingan tertentu.

Rasa aman masyarakat yang terancam dapat bermuara pada disintegritas bangsa. Perpecahan didalam negara tak terhindar. Masing-masing kelompok masyarakat akan melindungi keamanan mereka dengan mematikan hal-hal yang mengancamnya. Indikasi tersebut sebenarnya telah terlihat saat ini. Beberapa kampanye SARA dan bahkan bentrok antara pendukung capres pun terjadi dibeberapa daerah. Atas nama “ngefans” pada salah satu capres, mereka rela bentrok dan baku hantam.

Umat Islam seakan lupa agamanya karena terlanjur fanatik pada pencapresan Prabowo atau Jokowi. Atas nama kepentingan agama Islam, para ulama memberikan fatwa-fatwa capres yang harus dipilih. Tidak jarang antar ulama satu dengan lainnya saling serang untuk kepentingan capres. Akhirnya, umat yang kebingunan atas ulah para ulama mereka.


Harapan yang paling mendasar dari pilpres adalah terpilihnya presiden baru yang dapat memberi perubahan signifikan dan lebih baik dari keadaan sebelumnya. Hal tersebut tidak dapat terwujud tanpa integritas elemen masyarakat. Jaminan keamanan pra dan pasca pilpres adalah tanggung jawab setiap pemilih. Menjadi pemilih cerdas adalah menerima segala hasil pilpres. Cara-cara mengancam dan mengintimidasi harus dihindarkan dari pesta demokrasi lima tahunan ini. Semoga pemilihan presiden dan keadaan pasca pemilihan dapat berlangsung aman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar