Oleh: Ali Thaufan DS
Pemilihan Presiden periode 2014-2019 didepan mata. Banyak pengamat
membincang arah bangsa kedepan dengan pemimpin baru. Hal-hal yang berkaitan
dengan kebijakan politik, ekonomi, hubungan internasional, pembangunan sumber
daya manusia dan lain sebagainya menjadi bagian dari obrolan para pengamat. Prediksi
capres yang bakal menjadi pemenang pun menjadi buah bibir banyak orang. Tentu saja,
hal ini mengacu pada hasil survei elektabilitas yang dirilis berbagai lembaga
survei. Ya, akhirnya rakyat larut dalam suka cita pilpres.
Tulisan ini adalah hasil pembacaan terhadap pemberitaan
berbagai media informasi mengenai hal-hal yang sangat mungkin terjadi pacsa
pilpres, yakni: ancaman keamanan dan disintegrasi bangsa. Alasan penulis
menulis tema ini adalah bentuk ambil bagian atau posisi dalam membincang
pencapresan, dari pada mendukung salah satu capres yang kerap berujung pada
kampanye hitam pekat.
Ancaman keamanan pasca pilpres, menurut penulis, didasarkan
pada realitas kekinian. Realitas kekinian seperti “perang” jenderal
purnawirawan TNI/Polri mendukung salah satu capres; bentrok antara pendukung
capres; serta masifnya kampanye hitam sangat mendukung terciptanya kondisi
kontra keamanan. Peran pensiunan jenderal TNI/Polri dibelakang capres tidak
bisa dimaknai sebagai dukungan suara semata, tetapi juga pengamanan pasca
pilpres nanti. Dukungan mereka tampaknya semakin nyata menjadi ancaman keamanan
menyusul pernyataan mereka dimedia secara terbuka mengumbar rahasia dinas
kemiliteran saat masih aktif.
Dalam beberapa kesempatan, mantan jenderal Fachrul Razi –yang
berada di kubu Jokowi- membuka “aib” Prabowo. Mantan jenderal dari kubu Prabowo,
Kivlan Zen menampik anggapan-anggapan negatif seputar Prabowo. Pilpres kali ini
pada akhirnya diwarnai dengan “perang” para jenderal. Dalam catatan penulis, Prabowo-Hatta didukung 37 Jenderal sedangkan Jokowi-JK
didukung 35 Jenderal. Masyarakat
dihadapkan pada perbedabatan internal mantan jenderal TNI tersebut. Pada
akhirnya, institusi TNI lah yang terkena imbas dari pergungingan mereka para
purnawirawan.
Posisi para purnawirawan dalam dinas kemiliteran dinilai
masih memiliki pengaruh. “Garis komando” terhadap juniornya yang masih aktif
dapat dipastikan belum terputus. Hal ini dapat berarti dua kemungkinan,
pertama, mendorong netralitas TNI/Polri dalam pilpres. Kedua, menggunakan kekuatan
TNI/Polri untuk kepentingan capres mereka. Penggunaan kekuatan TNI/Polri yang
digerakan oleh purnawirawan pun memiliki dua kemungkinan, pertama mengamankan
situasi dan kondisi pasca pilpres dan kedua menggunakan kekuatan militer untuk
membuat instabilitas keamanan di masyarakat pasca pilpes.
Haram hukumnya bagi capres yang memanfaatkan kekuatan militer
guna mendukung cita-cita pencapresannya. Tugas pokok TNI adalah untuk membunuh atau
dibunuh di medan pertempuran. Bukan di pesta demokrasi pilpres ini. Banyak contoh
negara yang mengalami kekacauan pasca pilpres karena menggunakan kekuatan
militer secara sepihak, untuk kepentingan tertentu.
Rasa aman masyarakat yang terancam dapat bermuara pada
disintegritas bangsa. Perpecahan didalam negara tak terhindar. Masing-masing
kelompok masyarakat akan melindungi keamanan mereka dengan mematikan hal-hal
yang mengancamnya. Indikasi tersebut sebenarnya telah terlihat saat ini. Beberapa
kampanye SARA dan bahkan bentrok antara pendukung capres pun terjadi dibeberapa
daerah. Atas nama “ngefans” pada salah satu capres, mereka rela bentrok
dan baku hantam.
Umat Islam seakan lupa agamanya karena terlanjur fanatik pada
pencapresan Prabowo atau Jokowi. Atas nama kepentingan agama Islam, para ulama
memberikan fatwa-fatwa capres yang harus dipilih. Tidak jarang antar ulama satu
dengan lainnya saling serang untuk kepentingan capres. Akhirnya, umat yang
kebingunan atas ulah para ulama mereka.
Harapan yang paling mendasar dari pilpres adalah terpilihnya
presiden baru yang dapat memberi perubahan signifikan dan lebih baik dari
keadaan sebelumnya. Hal tersebut tidak dapat terwujud tanpa integritas elemen
masyarakat. Jaminan keamanan pra dan pasca pilpres adalah tanggung jawab setiap
pemilih. Menjadi pemilih cerdas adalah menerima segala hasil pilpres. Cara-cara
mengancam dan mengintimidasi harus dihindarkan dari pesta demokrasi lima
tahunan ini. Semoga pemilihan presiden dan keadaan pasca pemilihan dapat
berlangsung aman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar