Selasa, 25 Februari 2014

“Macan KPK” tak Lagi Garang (Analisa Pernyataan Kontradiktif Abraham Samad)

Oleh: Ali Thaufan DS

Penulis masih sangat ingat pernyataan Abraham Samad dalam sebuah acara talk show di televisi bahwa ia akan menumpas kepala para koruptor (penyataan seperti: Saya Abraham Samad, akan menumpas kepala para koruptor). Dalam beberapa media, ia kerap bersesumbar akan tetap pada rel bersama KPK menumpas korupsi (sebagai contoh: KPK akan terus berlari meski dengan satu kaki; KPK tidak bisa dipengaruhi siapapun; kami dituntut sebagai malaikat ). Sebagai ketua KPK, ia berhak berbicara apa saja, asal membuat para koruptor jera. Memang, pernyataan Samad membuat merinding siapa yang mendengarkan. Tetapi, perkataan itu tak membuat jera pelaku korupsi.

Keberadaan KPK sebagai salah satu lembaga penegak hukum terbilang sukses. Tak pandang bulu, pejabat-pejabat korup merasakan keadilan yang ditegakkan KPK. Bahkan, besan Presiden, Aulia Pohan, pun harus berurusan dengan KPK. KPK ibarat anak Macan yang dipelihara DPR. Setelah Macan tersebut besar dan dewasa, ia menerkam induknya (DPR). Hasilnya, banyak anggota DPR yang harus merasakan kegarangan KPK dalam menumpas korupsi.

Berapa kasus korupsi yang ditangani KPK era Abraham Samad bisa dibilang cukup banyak. Antara lain: kasus korupsi pembangunan Wisma Atlet, Hambalang, suap impor daging sapi, suap SKK Migas dan pengaturan pemenang Pilkada Kabupaten Lebak. Bebrapa politisi pun mendekam di penjara dan merasakan kegarangan KPK. Antara lain: M. Nazaruddin, Angelina Sondakh, Andi Malaranggeng, Akil Muhtar, Anas Urbaningrum, Lutfi Hasan Ishaq, Ratu Atut dan lainnya. Hal ini dapat berarti: pertama, KPK sukses dalam memberantas korupsi dengan memenjara elit politik yang terlibat kasus korupsi. Kedua, KPK bisa dianggap gagal dalam menanggani kasus korupsi. Indikatornya bisa terlihat dari, kasus korupsi kian bertambah. Hukuman bagi korupsi juga terbilang ringan. Fakta tersebut yang bisa menjadi hipotesis bahwa KPK gagal mencegah dan memberantas korupsi.

Pengungkapan beberapa skandal korupsi oleh KPK cukup menjadi bukti bahwa KPK ada, bekerja dan berprestasi. Puja-puji untuk KPK. Rakyat pun “angkat topi” untuk KPK. Banyak yang memperkirakan akan ada lagi kasus-kasus yang akan diungkap KPK sebagai upaya terus meningkatkan kerjanya. Tetapi, langkah KPK tak semulus progam kerja di atas kertas. Kegarangan KPK dalam memberantas korupsi sepertinya membuat gerah banyak politisi di pemerintah dan parlemen. Berbagai cara dilakukan untuk membonsai atau memotong kewenangan KPK.

Pengembosan KPK tercium dari kasus pembunuhan pengusaha, Nazaruddin. Antasari Azhar (mantan ketua KPK) pun dianggap terlibat bahkan dituduh sebagai dalang dalam pembunuhan itu. Hingga saat ini, kasus tersebut juga seperti tak berujung. Sebagian pengamat menilai bahwa Antasari merupakan target operasi pihak yang tak bertanggung jawab guna melemahkan KPK. Pada Oktober tahun 2012 lalu sempat mencuat isu pengembosan KPK. Beberapa anggota penyidik KPK dijemput paksa oleh Polri dengan bermacam alasan. Bebagai upaya dilakukan oleh anggota dewan untuk merubah atau merevisi Undang-undang No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Kini, isu pengembosan KPK mengemuka kembali. Aroma pengembosan KPK tercium dari upaya Pemerintah dan DPR yang akan merevisi RUU Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Menurut Samad, dalam RUU tersebut ada pasal yang akan mengamputasi kewenangan KPK. KPK pun memprotes pemerintah dengan mengirim surat agar pembahasan itu ditunda.

Menarik untuk dicermati pernyataan Abraham Samad terkait rencana pembahasan RUU tersebut di DPR. Pasalnya, ia seperti tidak punya pendirian kuat dalam mempertahan kewenangan KPK. Satu sisi ia berberat hati jika RUU tersebut dibahas kembali, dan satu sisi ia takut kewenangan KPK dibatasi dalam memberantas korupsi.
Berikut kutipan wawancara Media Indonesia (MI) dengan Samad:
MI: apa sebenarnya yang mendasari KPK menyurati Presiden dan DPR yang meminta penundaan pembahasan RUU Perubahan KUHAP dan KUHP?
Samad: Kita melihat ada beberapa pasal yang bisa mengamputasi dan mengeliminasi keberadaan dan kewenangan KPK.
Penyataan Samad di atas jelas menunjukkan bahwa ia tidak bersedia ada pembahasan KUHAP dan KUHP karena dinilai memotong kewenangan KPK. Berikut kutipan wawancara berikutnya:
MI: anda melihat RUU KUHAP dan KUHP itu sebagai upaya penggembosan KPK?
Samad: wallahualam, saya belum tahun persis itu. Saya hanya melihat, kalau ini dilaksanakan, keberadaan KPK menjadi tidak signifikan lagi. Kalau memang itu dipaksa, dan keberadaan KPK diamputasi, mending lembaga ini tidak ada. Ada tapi diamputasi dan terlalu dipaksakan, saya pikir mending KPK bubar saja. (Media Indonesia 25/02/2014).

Ya, mencermati pernyataan Samad seperti melihat anak kecil yang bermain kucing-kucingan. Samad jelas-jelas berkelit. Ia tidak menunjukkan kegarangan seperti pernyataan di awal tulisan ini. Ia tidak menunjukkan sikap kesatria. Sikap atau pernyataan seperti dalam kutipan wawancara di atas hanya akan menempatkan Samad sebagai “pengecut” yang tak punya pendirian; tak punya integritas dalam memberantas korupsi; takut pada DPR atau pemerintah. Seharusnya dengan prestasi yang ditunjukan saat ini, KPK harus percaya diri. KPK akan mendapatkan dukungan rakyat yang terus menanti koruptor dipenjarakan. Bukan sebaliknya, KPK menunjukkan sikap lembek.

Dengan berbekal informasi terbuka seperti: (1) Samad tidak tegas dalam pengusutan kasus Century; (2) Samad bermain politik dengan bocornya sprindik Anas Urbaningrum; serta (3) Samad membulli saksi KPK Yulianis, penulis berkesimpulan, tidak menutup kemungkinan Samad akan menunggangi KPK untuk kepentingan pribadinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar