Oleh:
Ali Thaufan Dwi Saputra (Peneliti Parameter Politik Indonesia)
Partai
Islam Damai dan Aman (Idaman) telah dinyatakan tidak lolos oleh Komisi
Pemilihan Umum (KPU) untuk mengikuti Pemilihan Umum 2019. Tidak berselang lama
setelah putusan tersebut, Ketua Umum Partai Idaman “Raja Dangdut” Rhoma Irama
menyatakan bergabung dengan Partai Amanat Nasional (PAN). Bergabunganya Partai
Idaman ke PAN dideklarasikan di Kuningan Jakarta pada Sabtu 12 Mei 2018.
Salah
satu ciri negara demokrasi adalah memberi keleluasaan warga negara berserikat
membentuk partai politik. Inilah yang terjadi di Indonesia sesaat
pascakemerdekaan. Kemudian pada era Presiden Suharto, parpol dibatasi. Pada
tahun 1973, partai-partai berasas Islam difusikan menjadi Partai Persatuan
Pembangunan (PPP), partai nasionalis di fusikan dalam Partai Demokrasi
Indonesia (PDI), dan kemudian dibentuk Golongan Karya sebagai wadah kendaraan
politik pemerintah.
Setelah
era Presiden Suharto usai pada 1998, Indonesia memasuki babak baru
berdemokrasi. Kebebasan berpolitik diberlakukan kembali. Sontak, saat itu
segera lahir partai-partai politik baru dan partai-partai yang dulu telah ada
sebelum fusi muncul kembali. Pada Pemilu 1999, diikuti sebanyak 48 parpol;
Pemilu 2004 sebanyak 24 parpol; Pemilu 2009 sebanyak 44 parpol, Pemilu 2014
sebanyak 12 parpol tingkat nasional ditambah 3 partai lokal Aceh; dan pada
Pemilu 2019 nanti diikuti sebanyak 16 parpol tingkat nasional dan 4 partai
lokal Aceh.
Reformasi
yang melahirkan banyak parpol ternyata diwarnai ketidakpercayaan publik pada
parpol-parpol. Dalam berbagai survei, parpol dianggap sebagai lembaga politik
yang korup. Meski demikian, partisipasi masyarakat masih terbilang tinggi dalam
beberapa Pemilu pascareformasi. Pada Pemilu 1999 tingkat partisipasi pemilih
sebanyak 92,74 persen; Pemilu 2004 sebanyak 84,07 persen; Pemilu 2009 sebanyak
77,99 persen; dan Pemilu 2014 sebanyak 75,11 persen (Litbang Kompas, 2016:20).
Di
tengah ketidakpercayaan masyarakat pada parpol, ternyata tidak menyurutkan
minat beberapa elit politik untuk membentuk parpol. Jumlah parpol peserta
Pemilu mengalami pasang surut, naik dan turun. Menjelang Pemilu 2019, muncul 4
parpol baru yang lolos verifikasi KPU. Sebelumnya, KPU telah menyatakan 13
parpol tidak lolos verifikasi antara lain Partai Idaman, Partai Bulan Bintang
(PBB) dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI). Ketiga parpol
tersebut mengajukan banding, dan kemudian dinyatakan lolos menjadi peserta
Pemilu 2019 kecuali Partai Idaman. Keputusan ini menjadi “cambuk menyakitkan”
bagi Raja Dangdut Rhoma Irama yang memimpin Partai Idaman.
Keputusan
ini menandai bahwa Partai Idaman tidak dapat mengikuti Pemilu 2019. Akan
tetapi, nafsu berpolitik Rhoma Irama tidak surut. Ia kemudian membawa gerbong
Partai Idaman untuk bergabung dengan PAN. Untuk menghadapi Pemilu 2019,
kader-kader Partai Idaman difasilitasi untuk pencalegan melalui PAN dan
dibuatkan kartu keanggotaan PAN. Keputusan Partai Idaman bergabung dengan PAN
dalam pencalegan secara otomatis membuat gugur status keanggotaan kader-kader
Partai Idaman. Hal ini merujuk pada Undang-undang No. 2 tahun 2011 tentang
Partai Politik pasal 16 huruf c yang menyatakan “Anggota Partai Politik
diberhentikan keanggotaannya dari Partai Politik apabila menjadi anggota Partai
Politik lain”.
Kiprah
Rhoma Irama di politik Indonesia bukan kali ini saja (bersama Partai Idaman).
Pada Pemilu 2014 Rhoma bergabung dengan PKB, dan menawarkan diri menjadi
capres. Ambisi Rhoma terjun ke politik dan ingin menjadi capres sebetulnya
banyak disayangkan para pecinta lagu Bung Haji (sebutan Rhoma). Pasalnya, Rhoma
dinilai lebih pas menjadi Raja Dangdut dari pada Raja Indonesia (Presiden RI).
Kepiawaian
berpolitik Rhoma tidak secakap dalam bermain dangdut. Jalan politik yang
ditempuh lebih banyak mengundang kontroversi. Yang terakhir adalah membawa
Partai Idaman bergabung di PAN. Dengan beralasan bahwa Partai Idaman dan PAN
memiliki kesamaan platform adalah hal
konyol. Jika memang memiliki kesamaan, seharusnya Rhoma tak perlu “repot-repot”
mendirikan Partai Idaman karena Rhoma bisa bergabung dengan PAN sejak dulu.
Alasan kesamaan platform dalam
menentukan pilihan politik terkadang di luar kendali logika.
Dengan
bergabungnya kader-kader Partai Idaman ke PAN, otomatis menggugurkan status
keanggotaan mereka sebagai kader Partai Idaman. Hal ini tentu membuat buram
masa depan Partai Idaman, sebuah parpol yang baru dibentuk pada 14 Oktober 2015
itu. Sebelum berkompetisi di Pemilu, Partai Idaman telah gagal melewati ujian
syarat dari KPU dan kini justru bergabung dengan partai lain yang seharusnya
menjadi kompetitor. Sungguh Terlalu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar