Senin, 01 Mei 2017

Membangun Pendidikan yang Merata (Refleksi Hari Pendidikan Nasional 2017)

Oleh: Ali Thaufan Dwi Saputra (Alumni Pascasarjana UIN Jakarta)

Salah satu yang menjadi perhatian bangsa Indonesia adalah upaya dalam meningkatkan pendidikan bangsa. Secara khusus, hal ini diamanatkan dalam Undang-undang Dasar 1945, yang dalam pembukaan menyebut: “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia”.

Selanjutnya pada pasal 31 disebutkan: “(1) Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan; (2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya; (3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan Undang-Undang; (4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional”. Pada pasal 31 ini, ada keseriusan negara yakni, secara eksplisit anggaran pendidikan disebutkan langsung, sekurang-kurangnya dua puluh persen dari total APBN. Anggaran pendidikan menjadi mandatory spending.

Jika melihat total APBN 2017 sebesar 2.080 triliun, maka mandatory spending anggaran pendidikan 20 persen dari APBN adalah sekitar 416,1 triliun. Dan jumlah ini tersebar di berbagai kementerian dan lembaga negara (K/L). Anggaran Kemendikbud 2017 sendiri adalah sebesar 39,8 triliun. Jumlah tersebut terbesar ke-8 diantara 10 kementerian dengan APBN tertinggi. Selain itu anggaran tambahan untuk pendidikan dasar diperoleh dari pertambangan minyak bumi sebesar 0,5 persen di daerah yang bersangkutan –sesuai UU 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, pasal 20.

Pemerintah telah membuat sasaran pendidikan pada tahun 2017 ini. Pertama, rehabilitasi ruang belajar yang meliputi 54.739 ruang (pusat) dan 27.140 ruang (daerah) dengan rincian: SD: 15.420 ruang, SMP: 8.720 ruang dan SMA: 3.000 ruang. Kedua, tunjangan profesi untuk guru (Pegawai Negeri Sipil Daerah) PNSD sebanyak 1,3 juta guru, tunjangan khusus guru PNSD Daerah Khusus sebanyak 41,6 ribu guru, dan tunjangan sertifikasi dosen 102,7 ribu dosen. Ketiga, Kartu Indonesia Pintar dengan total 19,7 juta siswa, dengan rincian: SD sebesar Rp. 450 ribu/siswa per tahun, SMP sebesar Rp. 750 ribu/siswa per tahun, SMA-SMK sebesar Rp. 1 juta/siswa per tahun. Keempat, bantuan bidik misi untuk 362,7 ribu mahasiswa, dengan rincian: ke Perguruan Tinggi (PT) untuk uang kuliah sebesar Rp. 2,4 juta/mahasiswa per semester, dan ke mahasiswa sebesar Rp. 3,9 juta/mahasiswa per semester. Kelima, Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk 8,5 juta siswa (pusat) dengan rincian: MI sebesar Rp. 800 ribu/siswa per tahun, dan MTs sebesar Rp. 1 juta/siswa per tahun. Selain itu BOS diperuntukkan 46,2 juta siswa (Daerah), dengan rincian: SD/SDLB sebesar Rp 800 ribu/siswa per tahun, SMP/SMPLB/SMPT sebesar Rp. 1 juta/siswa per tahun, dan SMA/SMK sebesar Rp. 1,4 juta/siswa per tahun.

Meski pemerintah telah membuat sasaran pendidikan, dan hal ini telah berlangsung dari tahun-tahun sebelumnya, tetapi masih banyak persoalan umum pendidikan di Indonesia. Penulis mencatat terdapat empat persoalan umum pendidikan, yaitu: kualitas pendidikan (kinerja guru, kualitas buku disekolah; pemerataan pendidikan (ketersediaan sarana prasaranan), efisiensi pendidikan (anggaran pendidikan, mutu SDM pengelola; relevansi pendidikan (kemitraan dengan dunia usaha).

Selain persoalan umum di atas, secara khusus penulis mencatat masalah pendidikan di Indonesia adalah “pemerataan”. Hal ini terlihat dari belum meratanya pendidikan kita dengan masih banyak ketimpangan pendidikan antardaerah, terutama di daerah-daerah perbatasan. Di Provinsi Kalimantan Utara misalnya, masih terdapat persoalan misalnya minimnya perhatian pemerintah pusat; kekurangan tenaga pengajar; rendahnya upah tenaga pengajar/Guru; sarana pendidikan tidak memadai.

Neraca Pendidikan Daerah (NPD) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menyebutkan anggaran urusan pendidikan hanya sebesar Rp. 57,88 miliar. Persentase anggaran urusan pendidikan dalam APBD Kaltara berada di urutan 31 dari 34 provinsi atau setara Rp. 445.600 per siswa per tahun.

Dalam hal sarana pendidikan, masih banyak ruang-ruang kelas di Kaltara yang mendesak diperbaiki. NPD mencatat terdapat 4.553 total jumlah kelas. Dari jumlah tersebut masih banyak ruang kelas dalam kondisi rusak, baik ringan maupun berat. Untuk tingkat SD terdapat 2.975 kelas (dengan 894 ruang kelas dalam kondisi baik; 1.938 kondisi rusak ringan; 143 rusak berat). Untuk tingkat SMP terdapat 918 kelas (dengan 380 ruang kelas dalam kondisi baik; 490 kondisi rusak ringan; 48 rusak berat). Untuk tingkat SMA terdapat 444 kelas (dengan 194 ruang kelas dalam kondisi baik; 247 kondisi rusak ringan; 3 rusak berat). Sedangkan untuk tingkat SMK terdapat 216 kelas (dengan 102 ruang kelas dalam kondisi baik; 112 kondisi rusak ringan; 2 rusak berat).

Buruknya fasilitas belajar tentu tidak hanya terjadi di daerah perbatasan seperti Kaltara. Di daerah lain tentu mengalami hal yang hampir sama. Sebagai contoh misalnya di daerah Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat terdapat anak-anak SD yang meminta bantuan fasilitas belajar ke Presiden Joko Widodo melalui video pada awal April 2017 ini. Video yang dengan cepat beredar itu langsung direspon oleh Presiden dengan mengirimkan bantuan seperti seragam, buku, sepatu dan tas.


Setidaknya terdapat beberapa hal untuk meningkatkan pembangunan pendidikan yang merata di Indonesia. cara ini bisa dilakukan dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas guru (terutama di daerah-daerah perbatasan) pada setiap jenjang, memperbaiki sarana pra sarana pendidikan (ruang kelas, sekolah dan akses ke sekolah), serta membangun asrama murid-guru di daerah-daerah perbatasan). Peringatan Hari Pendidikan Nasional jangan hanya dijadikan acara seremonial semata. Pemerintah harus menjawab persoalan pendidikan secara cermat. Betapapun, kemajuan pendidikan sangat menentukan kemajuan bangsa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar